After The Show Ends
Geto Suguru x Fem!Reader (you) x Gojo Satoru x Ryomen Sukuna x Zenin Naoya slight Nanami Kento & Choso.
Tags: gangbang, group sex, public sex, blowjob, anal sex, jujutsu kaisen dilfs x you, jujutsu kaisen dilfs as anak band, you as suguru's girlfriend, voyeurism (kinda), suguru loves to see his girlfriend being fucked by his friends, written in bahasa, dialog non baku with some english
Disclaimer: kalo kamu gak nyaman sama chara JJK yang dipakein nama lokal, kindly skip this fic ^^
Words: 2,5K+
Geto Suguru as Gede Gibran Sagara Gathan (Gibran), lead guitarist.
Gojo Satoru as Gilang Satariya (Gilang), vocalist.
Zenin Naoya as Zen Naoki Hasibuan (Oki), rhythm guitarist.
Choso as Chordy Suastra Eka Maulana (Koko), bass guitarist.
Nanami Kento as Ken Narendra Nasution (Ken), keyboardist.
Ryomen Sukuna as Rio Sakaruna Manurung (Rio/Una), drummer.
Gibran masih di atas panggung. Beraksi menunjukkan kebolehan bersama kawan-kawannya yang tergabung dalam band musik yang bernama Elang itu. Dengan lihai, jemarinya menari-nari pada senar gitar elektrik yang dipegangnya. Tak jarang senyum menawan yang mematikan ia tebarkan, sebagai salah satu bentuk fan service.
Di antara kerumunan audiens, kamu berdiri menyaksikan band itu menampilkan lagu-lagu mereka. Sebagai pacar Gibran, lelaki berdarah Bali itu memberimu tiket VIP yang membuatmu bisa berdiri di barisan terdepan audiens.
Saat ini Gibran sedang melakukan solo. Matamu terfokus, terpaku pada jemari lelaki itu. Bagaimana batang-batang panjang itu memainkan senar. Bagaimana urat menonjol pada tangan besar itu terlihat.
Tanpa kamu sadari, pikiran kotor mulai muncul di otakmu. Bagaimana seandainya, alih-alih memainkan senar, jari-jari itu bermain pada ‘aset’ milikmu? Refleks, lidahmu tergerak untuk menjilat bibirmu, lalu menggigit pelan benda kenyal itu.
Ah, yang tadi itu terlalu sensual. Kamu harus ingat, saat ini kamu sedang berada di antara kerumunan ribuan orang. Kemudian kamu menggelengkan kepala pelan, mengalihkan pandangan untuk mengusir pikiran-pikiran jorok itu.
Namun ketika matamu sedang tak tertuju padanya, Gibran melirikmu. Seringai tipis muncul pada bibirnya. Menangkap apa yang terlintas di dalam otakmu.
Just wait after the show ends.
“Mbak,” pundakmu ditepuk oleh seseorang. Ketika kamu menoleh, ternyata itu adalah salah satu staff. “Nanti ke backstage bentar, ya? Yang minta Bli Gibran.”
Kamu mengangguk, sedikit gugup karena pikiran kotor yang tadi masih saja bertengger pada otakmu. “Oh, iya, Mas. Makasih, ya,” jawabmu.
Lalu setelah Elang membawakan tiga lagu lagi, konser malam itu pun selesai. Seperti yang disampaikan oleh staff tadi, sebelum pulang kamu menyempatkan untuk pergi ke backstage Elang.
‘Mana sih?’ Matamu mencari-cari keberadaan pacarmu. Tak lama kemudian enam lelaki muncul, berjalan dengan sedikit gontai dengan keringat mengucur pada badan mereka.
Kamu pun merutuki otakmu. Melihat pemandangan seperti itu saja, badanmu sudah merinding gara-gara pikiran jorok yang lagi-lagi muncul.
“Hai,” Sapa lelaki berambut pirang ombre yang berjalan paling depan, Oki. Yang lain ikut tersenyum sekilas untuk menyapamu.
Kamu pun membalas sapaan mereka, hingga lelaki yang kamu cari—yang berjalan paling belakang—pun menghampirimu. Lengannya merengkuh pinggangmu, membawamu ke tempat yang mana tak banyak orang berlalu-lalang.
“Did you have fun?” Tanya Gibran.
Kamu mengangguk. “I did!”
Tangan Gibran nakal. Ia terulur menuju bongkahan pantatmu dan meremasnya pelan.
“Heh! Tangannya,” kamu menepis lengan Gibran, tapi percuma. Tenagamu tak seberapa dibanding kekuatan lengan lelaki itu.
“Uhum? Tadi siapa yang gigit bibir, jilat bibir, waktu aku solo?” Gibran berbisik di telingamu.
Mendengar suara yang sedikit serak itu kamu pun merinding. Napas dari lelaki itu dapat kamu rasakan pada daun telingamu, membuatmu semakin menggelinjang.
“Ihh Mas Gib..,” gumammu pelan.
Kemudian lelaki itu menarikmu menuju sebuah ruangan yang berada tak jauh dari tempat kalian berdiri. Terdapat tulisan ‘Elang Rest Room’, menandakan ruangan itu adalah ruangan khusus member Elang untuk beristirahat.
Gibran menutup pintu ruangan itu rapat-rapat. Lalu dia duduk di sofa, merentangkan tangannya agar kamu menghampirinya. And so you did, kamu menerjang badan Gibran, duduk di atas pangkuannya.
Gibran terkikik. Karena kaosnya dipenuhi keringat, ia pun melepasnya. Ia lempar ke sembarang arah, membuat tubuh berototnya yang sedikit mengkilap karena keringat itu terekspos. Pipimu merona. Gibran yang melihatnya tergerak untuk mencubit pipimu.
“Sayang,” ucap Gibran. “You know what?” Tangannya pun menelusup ke dalam atasan yang kamu kenakan. Punggung dan pinggangmu dielus dengan lembut.
“Mas Gibran.., no, jangan sekarang,” desismu. Tapi raut mukamu tak bisa berbohong. Kamu menikmati sentuhan itu.
“Why? Don’t you want it? It’s not like anyone will come.”
Kamu menoleh ke arah pintu. “Tapi ini kan tempat istirahat member Elang?”
Gibran menangkat alisnya. “Tapi aku juga member Elang?”
“No no, maksudnya kan ini bukan ruangan kamu doang. Ya, kan? Gimana kalo yang lain dateng?”
Gibran meraup bibirmu, bermaksud untuk membungkammu yang terus-terusan khawatir. Karena Gibran tak peduli. Ia ingin menikmati pacarnya saat ini juga.
Dan kamu terbuai. Semua hal yang dilakukan Gibran, segala hal tentang Gibran, tak pernah gagal membuatmu terbuai. Maka mau tak mau, atas dorongan birahimu sendiri, kamu pun mengikuti permainan Gibran.
Gibran pun membuka menyibak pakaianmu hingga seatas dada. Kedua payudaramu ia keluarkan dari dalam bra yang kamu pakai.
“M-mas Gibran!”
“Apa?” Lelaki itu menahan kedua lenganmu.
“B-beneran di sini?” Seluruh wajahmu memerah karena malu.
Gibran menangkup payudaramu, meremasnya. Desahan pelan keluar dari mulutmu, namun cepat-cepat kamu tutup mulutmu rapat-rapat, mengingat di luar masih banyak orang.
“It’s okay, yang lain gak bakal ke sini,” kemudian lelaki itu menjilat putingmu, mengisapnya.
“Ahh..,” tanganmu meremas rambut panjang Gibran yang basah oleh keringat. Kamu benar-benar menikmati bagaimana lelaki itu memainkan payudaramu.
Setelah puas dengan payudaramu, tangan lelaki itu terulur untuk meremas pantatmu dari balik rok yang kamu kenakan. Saat ini kamu sudah terbuai, nafsu dan birahi mengambil alih akal sehatmu. Maka dari itu, kamu hanya bisa pasrah dan membiarkan Gibran melakukan apa pun sesuka hatinya.
Pinggulmu diangkat, ia turunkan celana dalammu hingga terlepas sepenuhnya. Kamu sudah basah. Maka tak susah bagi Gibran untuk menelusupkan jarinya ke dalam vaginamu.
Pahamu bergetar. “Umhh… Mas Gibran,” napasmu memberat. Gibran menggerakkan jarinya keluar masuk. Pelan-pelan, namun makin lama makin cepat.
Nikmat. Rasanya begitu nikmat. Kamu sangat suka ini. Matamu terpejam, mulutmu terbuka, lidahmu sedikit terjulur. Merasa puas karena akhirnya lubang vaginamu terisi oleh jari-jari Gibran. Kamu mendapatkan apa yang kamu inginkan.
Hingga kamu merasa semakin dekat dengan klimaks, Gibran menarik jari-jarinya keluar. Kamu pun mendesah kecewa.
“Now it’s my turn,” lelaki itu menarik ke bawah resleting celananya. Kamu yang sudah tidak sabaran itu segera mengeluarkan batang keras dari dalam celana lelaki itu.
Gibran tersenyum miring. Tangannya membelai tengkukmu, membiarkan tanganmu memompa kejantanannya.
Kamu pun merosot, berlutut di antara kedua kaki Gibran. Penis Gibran masih kering. Kamu pun berinisiatif untuk melumasinya dengan salivamu. Maka kamu pun membelai penis Gibran dengan lidahmu. Sesekali ujungnya kamu masukkan ke dalam mulutmu.
Gibran terkekeh. “Kok cuma ujungnya yang dimasukin?”
Bibirmu mengerucut. “Mas Gibran.., it’s too big.”
Walaupun bukan pertama kali kamu melakukan oral dengan Gibran, tetap saja kejantanan lelaki itu terlalu besar untuk mulut kecilmu. Dengan panjang nyaris 20 cm dan diameter nyaris 3,5 cm, tak sampai setelah dari batang itu yang dapat kamu masukkan ke dalam mulutmu.
Gibran mengangkat rahangmu lembut, kemudian mengecup bibirmu sekilas. “Try again. You can do it. At least try until the half of it fits inside your mouth.”
Dan kamu menurutinya.
Cklek
“Woy, Gib lu- anjing…”
Sontak kamu menghentikan kegiatanmu. Badanmu menegang, panik mendengar ada suara lelaki lain bergabung masuk ke dalam ruangan tempat kalian berdua berada.
“Ung mas?!”
Namun kontras dengan respon Gibran, lelaki itu kelewat santai. “Gak papa. It’s just Gilang.”
“Woy anjing, lo berdua ngapain?! 'It’s just Gilang', kata lo? Mata gue cok!” Terdengar suara melengking Gilang karena memergoki dirimu dengan Gibran.
“Apa sih, Gil? Berisik lo,” Gibran kembali beralih kepadamu. “Lanjutin aja, sayang.”
Kamu bimbang. Bagaimana bisa kamu melanjutkan kegiatan tak senonoh seperti itu ketika jelas-jelas di situ adalah member Elang yang lain sedang berdiri di sekitar kalian? Namun di sisi lain, nafsu mendorongmu kuat untuk melanjutkannya.
Dan ya, nafsumu menang melawan akal sehatmu.
Mulutmu kembali bergerilya pada kejantanan Gibran. Justru semakin bersemangat, entah kenapa, ketika kamu mengetahui ada Gilang di situ.
“Look at her, Gil. Her mouth is too small but she’s trying her best. Pengen gak lo?” Ujar Gibran, membuatmu merasakan sengatan-sengatan aneh pada tulang belakangmu.
“Diem anjing…”
Tiba-tiba Gibran tertawa. Matanya mengarah pada selangkangan Gilang. “Ngaceng, bang?”
“Gibran lo kek tai,” tak henti-hentinya Gilang mengumpat, dibalas tawa lagi oleh Gibran.
Kemudian Gibran mengangkat wajahmu. Saliva mengalir dari ujung bibirmu, dan Gibran suka melihat itu. Lelaki itu lalu mengarahkan wajahmu untuk menengok kepada Gilang.
“Gil, kontol gue kebesaran di mulut dia. Kasian, pipinya pegel. Mungkin kontol lo pas di mulut dia, mau coba?” Ucap Gibran.
“Ini maksudnya lu bilang kontol gua lebih kecil dari punya lu?” Sahut Gilang tidak terima.
“Kan kenyataannya gitu.”
Gilang mendesis gelisah. “Haish! Fuck it,” ia pun menurunkan celananya. Lelaki itu mendekatimu, mendekatkan pinggulnya di depan wajahmu.
“Go ahead, sayang. Take his cock,” titah Gibran kepadamu yang entah kenapa tak pernah bisa kamu tolak.
Kini mulutmu pun memanjakan kejantanan Gilang. Memang benar, ukurannya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan milik Gibran. Namun tetap saja, penis Gilang tidak bisa dikatakan kecil. Mulutmu masih kewalahan dengan ukuran milik Gilang.
Pada waktu yang sama, Gibran menggesek-gesekkan penisnya pada bibir vaginamu. Perlahan, lelaki itu memasukkan penisnya ke dalam vaginamu.
Sungguh, terasa penuh dan sesak. Kedua lubangmu kini dipenuhi oleh batang besar dan keras. Luar biasa rasanya. Tak pernah terbayang olehmu sebelumnya, jika kamu akan merasakan ‘digarap’ oleh dua laki-laki sekaligus.
“Gibran sama Gilang di dalem?”
“Iya, gue liat mereka masuk situ tadi. Masuk aja dah.”
“Oke, makasih bro.”
Cklek
“Woy wak waktunya—” Rio berdiri terpaku di ambang pintu.
“Oi, setan minggir lah kau, ngapa pintu kau halangin?” Di belakangnya, Oki mendorong-dorong punggung Rio.
“—ngewe… PUKIMAK!”
Mendengar umpatan nyaring dari Rio, Oki pun penasaran. Dengan paksa ia dorong badan Rio untuk menyingkir dari pintu. Dan akhirnya ia melihat sendiri pemandangan dirimu yang sedang disetubuhi oleh Gibran dan Gilang.
“Demi Tuhan… ngewe pun tak tau tempat ini setan-setan..., woy gabung! Na ayo na! Rame-rame!” Oki pun melepas kaosnya, celananya ia turunkan.
“Gil! Gantian!”
“Asu gua belom puas!”
Sedangkan Rio masih terpaku. Tapi tak dapat dipungkiri, ada tonjolan di balik celananya.
Gibran menengok kearah Rio. “Gak sekalian?”
“Gib. Beneran?”
“Kalo gak beneran, dari awal gue gak bakal kasih ijin Gilang sama Oki buat nyentuh cewe gue, Na.”
“Asli? Itu cewe lo…”
Gibran terkekeh lagi. “Dia gak nolak, tuh?”
Dan benar, sangat benar. Kamu tidak menolak. Kapan lagi kamu akan mendapat kesempatan disetubuhi oleh empat member Elang sekaligus?
Rio menelan ludahnya susah payah. Tapi karena telah diberi izin oleh Gibran, Rio pun akhirnya mendekat. Lelaki itu berlutut di belakang punggungmu. Tangannya menangkup kedua payudaramu, meremas-remasnya sambil sesekali mengecup pundak dan lehermu.
“Gib, gue pengen nete ke cewe lu. Boleh?” Kali ini Oki yang bersuara.
“Jujur gue juga, Gib,” Gilang menimpali.
“Well,” Gibran pun mengisyaratkan Rio untuk menjauh dulu, karena dirinya akan berubah posisi. Lelaki itu sedikit merebahkan badannya, kemudian menyuruhmu untuk memutar badan dan berbaring di atas badannya. Ia membawa tanganmu untuk telentang, dibantu Rio yang membuka lebar kedua kakimu.
“Mantap,” segera saja Oki disusul Gilang mengambil posisi masing-masing di samping kanan dan kirimu dan bergerilya pada payudaramu.
Bersamaan dengan itu, “Na minta tolong kasih lubang pantat cewe gue pelumas, dong. Botolnya gue taroh di tas gue. Tar gue bagian anal, lo yang eksekusi memek,” ucap Gibran.
Badanmu merinding, menggelinjang tak karuan. Merasakan semua permainan yang kamu terima, your mind absolutely goes blank.
Dan jadilah saat ini Rio mengoles pelumas pada lubang analmu, sesekali dua jarinya ia masukkan untuk melebarkan lubang sempit itu.
“Aaahhh~”
Sedangkan saat itu juga, puting kananmu digigit kecil dan dihisap oleh Gilang.
“She’s ready,” ucap Rio. Gibran mengangguk, lelaki itu memasukkan penisnya perlahan ke dalam lubang analmu.
“Aaahh! Mas Gibran pelan pelan… sakit…,” desahmu.
“Gib, gila. Desahan cewe lo enak banget,” celetuk Oki, ditanggapi tawa kecil oleh Gibran.
Gibran membiarkanmu terbiasa dengan penis besarnya di dalam lubangmu. Ketika rasa perihnya mulai mereda, ia mulai bergerak secara perlahan. Kemudian Rio bergabung, pria itu memasukkan penisnya ke dalam vaginamu.
Sementara itu, setelah puas dengan payudaramu, Gilang dan Oki mengocok penisnya tepat di depan wajahmu. Gibran menyuruhmu untuk membantu kedua laki-laki itu, sehingga kini kedua tanganmu mengocok penis Gilang dan Oki masing-masing pada tangan kanan dan kirimu.
Namun gerakan tanganmu berantakan, karena kedua lubangmu digempur tanpa ampun di bawah sana. Dirimu tak lagi bisa fokus.
Gilang mengambil alih penisnya sendiri, ia kocok dengan cepat. “Aghh..,” lelaki itu pun menyemburkan maninya pada wajahmu.
Begitu pula dengan Oki, penisnya ia kocok sembari sebelah tangannya meremas-remas payudaramu.
“So pretty,” gumamnya, sebelum akhirnya ia mengeluarkan ejakulasinya pada payudaramu.
“Ahh! M-mas wait- aahh! Kak Una bentar nghh aku mau- aaahhh!” Rio menarik keluar penisnya ketika merasakan dorongan benda cair yang kuat. Itu adalah orgasme pertamamu hari ini.
“That’s it, baby,” bisik Gibran, meningkatkan tempo pergerakannya. Rio pun juga belum puas, ia kembali memasukkan penisnya ke dalam vaginamu, menyetubuhimu dengan gerakan lebih cepat, lebih dalam.
Hanya butuh beberapa tumbukan, kamu sudah mendekati klimaks untuk yang kedua kalinya.
“Wait! Ahh! Wait- pull it out nghh! Aah aaahhh!”
Kali ini Rio mengabaikan dorongan cairan orgasmemu. Ia tetap bergerak di dalammu ketika dirimu berada pada puncak kenikmatanmu. Ditambah dengan tumbukan yang begitu nikmat dari Gibran, membuat cairan bening bercampur krim putih keluar dari sela-sela lubang vaginamu yang tersumbat oleh penis Rio.
“Gib, she’s cumming again,” Rio berkata dengan napas berat.
Gibran tersenyum miring, sembari membuat tanda pada pundakmu. “Cantik, kan?”
Di luar ruangan itu, Ken dan Koko berdiri dengan raut muka yang sulit dijelaskan.
“Gibran bawa cewenya masuk. Di dalem juga ada Gilang, Una, sama Oki. Lo tebak mereka ngapain?” Ujar Ken.
Koko mengusap dahinya. “Kalo lu kaga budeg, pasti lu bakal denger orang desah. Ngapain lagi kalo kaga ngewe rame-rame?”
Ken terkekeh. “Gimana ya, Ko,”
“Paham gua, Ken. Pengen, kan? Tapi di sisi lain akal sehat masih bilang ‘Woy jangan, tahan, tahan,’ gitu. Ya, gak?” Koko menanggapi. “Mana udah ngaceng, lagi.”
“Menurut lo mending ke kamar mandi aja atau gas gabung mereka?”
Tiba-tiba pintu terbuka, menampilkan Oki dan Rio yang keluar dengan bertelanjang dada dan celana yang dipakai asal-asalan.
“Wong edan,” gumam Koko, bergurau. Dibalas juluran lidah mengejek dari Rio.
“Gabung ke dalam bang, ada pesta,” ucap Oki, ditujukan kepada Ken dan Koko.
“Pesta pala kau pesta,” Rio menjitak kepala Oki. Sembari bercanda, Oki dan Rio berlalu. Tinggal Ken dan Koko yang masih setia berdiri dengan keadaan hati yang bimbang.
“Ken.”
“Hm?”
“Taruhan. Malaikat atau setan yang menang?”
Ken terdiam untuk beberapa saat. Begitu pula Koko yang ikut terdiam. Namun kemudian, “Just fuck it all,” Ken langsung melepas satu persatu kancing kemejanya dan bergegas masuk ke dalam ruangan.
“Oke, setan yang menang,” Koko menyusul Ken masuk, kemudian menatap pintunya rapat-rapat dari dalam.
Kamu, Gibran, dan Gilang yang masih berada di dalam menoleh ketika dua laki-laki lagi masuk untuk bergabung.
“Weheheheheyyy! Cowo alimnye Elang kegoda setan juga, nih?” Goda Gilang.
“Bacot. Minggir lo. Giliran gue,” sahut Ken.
Saat ini keadaanmu sudah lemas. Badanmu basah karena keringat, dengan wajah, dada, dan daerah sekitar selangkanganmu dipenuhi sperma.
Gibran, kekasihmu, pun mendekatkan mulutnya pada telingamu. “Sayang, just one more round. Masih kuat, kan?”
Kamu melirik Ken dan Koko. Ya, kamu tak bisa menolak. Maka anggukan pelan dan lenguhan lirih kamu keluarkan.
“Ehhh…, I mean, kenapa gak sekalian, kan?” Ucapmu.
.
.
.
FIN.