Hyunjin mengecup tangan ibunya, berpamitan untuk berangkat ke sekolah bersama Chan. Ini adalah pertama kalinya dia berangkat ke sekolah bersama dengan orang lain selain keluarganya, terlebih ini adalah Chan, yang mana lelaki itu adalah gebetannya.

Sungguh hari yang spesial.

“Nggak pake jaket?” Tanya Chan pada Hyunjin, melihat lelaki manis itu tidak memakai jaket, padahal cuaca pagi itu terasa cukup dingin.

“Um, enggak. Ribet pake jaket,” jawab Hyunjin sambil memakai helmnya.

Chan hanya mengangguk mengiyakan. Dia pun naik ke jok motornya, diikuti Hyunjin yang sedikit kesusahan untuk naik ke belakang Chan, karena motor lelaki itu adalah Yamaha MT-09.

“Ih Mas kenapa pake motor ginian, sih?! Susah aku naiknya!” Si manis itu bersungut-sungut ketika pantatnya sudah berhasil mendarat pada jok motor milik Chan itu.

“Hehe, maaf ya, habisnya motor yang biasa udah dipake, jadi tinggal ini sama moge yang lebih gede dari ini di rumah. Ya udah, pake ini aja,” jawab Chan.

Sebenarnya ada satu motor matic di rumahnya, tapi Chan memang ingin ngeksis saja, mumpung jalan bareng gebetan. Begitu pikirnya.

“Udah siap?” Tanya Chan sebelum menjalankan motornya.

“H-huum.”

Chan pun mulai menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. Sedangkan Hyunjin, anak itu sudah deg-degan tidak karuan. Pasalnya Chan dengan moge, jaket kulit, dan helm full face, serta cara lelaki itu mengendarai motornya, di mata Hyunjin terlihat amat sangat atraktif.

Terlebih dengan desain jok yang menyebabkan dada dan perutnya berjarak amat sangat dekat dengan punggung Chan. Jujur saja dia tidak tahu harus meletakkan tangannya di mana. Maka dari itu dia letakkan saja tangannya di atas pahanya, walaupun posisi seperti itu tidak nyaman baginya.

Setelah berjalan sejauh beberapa kilometer,

“Hsszzszsszs.... brrrrr..”

Chan merasakan sedikit getaran dari punggung belakangnya.

Chan pun memeriksa jam tangannya, pukul 6.20. Masih ada waktu cukup banyak untuk berhenti sebentar. Maka dari itu, Chan pun menepikan motornya, lalu berhenti.

“Eh, kenapa, Mas?” Tanya Hyunjin kebingungan.

Alih-alih menjawab, Chan melepas jaketnya. Kemudian dia berikan jaket itu pada Hyunjin.

“Salah siapa hayo nggak pake jaket tadi? Sekarang kedinginan, kan?”

Hyunjin menerima jaket Chan malu-malu. “Y-ya t-tadi ga begitu dingin, sih! Kan aku juga udah bilang kalo pake jaket ribet!”

“Mau dipake nggak, Adek, jaketnya?” Tanya Chan sekali lagi.

“U-um,”

“Udah pake aja, kasian kamu menggigil sampe kerasa di punggung Mas tadi.”

“T-tapi M-mas gimana nanti kalo d-dingin?”

“I'm good. Pake aja, Dek.”

Akhirnya Hyunjin memakai jaket kulit milik Chan. Sedikit canggung, jaket itu masih terasa asing di badannya. Wangi parfum maskulin dari jaket milik lelaki itu menguar, Hyunjin suka dengan baunya. Tidak terlalu menyengat seperti parfum milik ayahnya.

Kemudian keduanya melanjutkan perjalanan dengan tenang hingga sampai ke sekolah Hyunjin.


“Helmnya mau aku bawain? Biar kamu nggak ribet bawa helm ke kelas.”

“Um, b-boleh?”

Chan mengangguk. “Kan nanti pulang bakal aku jemput juga, jadi sekalian aku bawain helmnya.”

Hyunjin tersipu malu. Terlebih beberapa siswa-siswi di sekolahnya yang melihat ke arahnya.

“Um, y-ya udah, um, bawain ya Mas, hehe,” Hyunjin menyodorkan helm berwarna putihnya kepada Chan.

“Huum. Nanti pulang jam berapa?”

“Jam 2 kalo nggak ada kumpulan. Soalnya kadang kalo mau kumpulan ngabarinnya dadakan. Nanti kalo udah mau pulang aku kabarin deh, Mas.”

Chan mengangguk. “Oke sip, dah sana. Belajar yang bener ya Cantik, bye~”

Tanpa menjawab apa-apa, Hyunjin hanya mengangguk dan segera berlari menghilang dari hadapan Chan. Sedangkan Chan terkikik geli melihat tingkah lucu Hyunjin.

Anak itu gampang sekali salah tingkah, pikir Chan. Dan itu sangat menggemaskan.

Kemudian terlintas sesuatu di otak Chan. Mengingat tentang hubungannya dengan Hyunjin, Chan merasa dirinya harus meluruskan satu masalah sebelum dia melangkah lebih jauh dengan Hyunjin.

Chan pun mengendarai motornya keluar area sekolah Hyunjin. Dia menuju sebuah coffee shop. Sebenarnya Chan tidak yakin coffee shop itu sudah buka, tapi setahunya coffee shop itu memang buka lebih pagi daripada coffee shop pada umumnya.

Setelah sampai, ternyata coffee shop itu baru saja buka dan belum ada pelanggan yang berkunjung.

Setelah memarkirkan motornya, Chan pun memasuki coffee shop itu. Ya, coffee shop tempat Flora, mantannya, bekerja. Kebetulan, orang yang dia cari sedang berada di meja bar.

“Flo,” panggilnya sembari mendekati meja bar.

Wanita yang berusia satu tahun lebih muda darinya itu menoleh. “Chan. Mau ngopi?”

“Warm matcha latte satu, warm espresso satu. Dua-duanya cup grande.”

Flora mengetikkan pesanan Chan.

“Ada lagi?”

Chan menggeleng.

“Pesen dua satu buat siapa?”

“Nyokap.”

“Masih ngga suka minum kopi, ya?”

Chan terkekeh. “Nggak. Gue mah sukanya sama Hyunjin.”

Flora ikut terkekeh pelan.

Kemudian Chan mengambil ponselnya, lalu layarnya dia perlihatkan kepada Flora. “Flo, ini akun twitter lo?”

Flora menghela napas melihat layar ponsel Chan yang menampilkan sebuah profil akun twitter dengan username florange dan foto profil bunga berwarna oranye.

“Chan, gue beneran minta maaf. Waktu itu gue lagi PMS, makanya gue liat sesuatu yang ga sreg dikit aja di gue bakal langsung kesel. Ya lo tau sendiri lah gimana gue kalo lagi PMS. Dan ya, kebetulan waktu itu mutual gue ada yang interact sama tweetnya Hyunjin itu, jadi lewat di tl gue. Gue, ngerasa annoyed gitu liat kalian kek apa ya, being loud di tl. Jadi gue tanpa pikir panjang qrt aja tweetnya..”

Chan memperhatikan Flora dengan seksama, mencari kebohongan pada wanita itu.

“Trus kan temen lo nge qrt tweet gue yang salty itu, gue ga expect bakal rame. Gara-gara itu sampe sekarang gue udah ga main twitter lagi. Asli sih itu murni gara-gara gue yang bodoh. Beneran gue ga ada maksud lain, Chan. Gue waktu itu cuma kesel aja liat tl isinya orang pacaran gitu,” Flora menambahkan.

“Lagian kalo lo pikir gue cemburu sama kalian, buat apa, sih? Orang gue 3 bulan lagi bakal nikah.”

Kini Chan membulatkan matanya tidak percaya.

“Hah, asli lo?!”

Flora mengangguk sambil tertawa kecil. Wanita itu lalu memperlihatkan jari manisnya yang telah terlilit sebuah cincin pertunangan.

“Lucu kalo gue bohong, Chan.”

“Anjir kok lo ga kabar-kabar, sih?”

Flora terkekeh. “Emang berita tunangan gue cuma buat orang-orang terdekat aja. Maaf ya, tapi nanti kalo lo mau, lo boleh dateng ke nikahan gue. Jangan lupa bawa gandengan tapi.”

Chan tertawa. Agak miris. Karena mendadak dia teringat dengan hubungannya dengan Hyunjin yang masih menggantung.

“Ya, gampang deh.”

Tak lama kemudian minuman pesanan Chan datang. Setelah membayar dan menerima nota pesanan, Chan pun berpamitan untuk pulang.

Setidaknya dia lega, semua masalah yang menghalangi hubungannya dengan Hyunjin sudah selesai. Tinggal menunggu tanggal mainnya saja.