Model's QnA
Bekerja sebagai jurnalis, Bang Chan tak pernah menyangka akan mendapat job mewawancarai teman lamanya yang saat ini bekerja sebagai model majalah dewasa, Hwang Hyunjin.
Yang mana pria yang kerap disapa Chan itu ternyata adalah kolektor majalah yang menampilkan potret-potret 'nakal' Hyunjin di sana.
“Sip, good job, Hyunjin. Mantap banget! Thanks for today, yeah?” Oliver, fotografer berdarah Amerika Serikat itu mengacungkan jempolnya sebelum merapikan seperangkat kamera yang ia gunakan untuk memotret Hyunjin hari ini.
“Thanks juga, Oliv!” Hyunjin tersenyum ramah, kemudian dia pungut dan kenakan sebuah jubah satin untuk menutup tubuh polosnya.
Sesuai jadwal hari ini, Hyunjin akan langsung melakukan sesi wawancara dengan media setelah dia menyelesaikan pemotretannya.
“Perlu pake proper clothes atau gini aja?” Hyunjin bertanya kepada manajernya.
“Gini aja, wawancaranya di sini. Langsung aja temui jurnalisnya, dia nunggu di lobi,” manajernya menjawab. Hyunjin mengangguk, lantas segera ia temui jurnalis yang akan mewawancarainya hari ini.
Mata yang dipakaikan softlens biru langit itu sedikit terbelalak, tak menyangka ketika akhirnya ia bertemu sosok jurnalis itu. Seorang teman lama, sebenarnya lebih dari sekedar teman, yang telah bersama-sama selama lebih dari 3 tahun.
“Chan?”
Yang dipanggil memasang senyum hangat.
“Yes, it's me. Ketemu lagi, ya? Haha,” ucapnya.
Hyunjin pun duduk pada sofa di hadapan Chan. Sebuah set kamera, set lighting, set mikrofon, sebuah buku catatan dan bolpoin telah siap. Ternyata sembari menunggu sesi pemotretannya selesai, Chan bersama krunya telah menyelesaikan segala persiapan yang diperlukan. Untung menyingkat waktu, katanya.
“Iya, udah lama banget. Gimana kabar?” Hyunjin berbasa-basi.
“Baik. Banget. Currently I'm living my best life,” jawab lawan bicaranya.
Hyunjin mengangguk.
“Kalo kamu, udah pasti baik juga lah ya,” sambung Chan, disertai kekehan kecil setelah pria itu menyelesaikan kalimatnya.
“Hahaha, baik udah pasti. Cuma ya, masih ada aja orang yang nyinyir tentang pekerjaanku. Tapi aku bodo amat aja lah, yang lakuin aku, yang dapet uang aku. Not them,” Hyunjin menjawab.
Chan mengangguk, masih terkekeh. Sebagai bentuk setuju atas ucapan Hyunjin.
“Well, mau langsung dimulai aja?” Ucapnya kemudian.
“Boleh.”
Dengan begitu, mereka melakukan sedikit briefing dan persiapan lain sebelum memulai recording.
Tentang hal yang Hyunjin suka tentang Chan, pria itu sangat tenang dan terbuka. Dia selalu terbuka menerima orang-orang di sekitarnya, tak peduli dengan what and how kind of people they are. Menurut Chan, semua hal layak di apresiasi. Entah sekecil apa pun.
Hyunjin mengencangkan tali jubahnya sebelum menyamankan diri pada tempat duduknya. Sebuah mikrofon telah terpasang pada jubahnya.
“Udah siap?” Chan bersuara, diikuti anggukan dari Hyunjin.
“Kamera, cue!”
.
Q: Jadi model majalah dewasa adalah salah satu pekerjaan yang cukup 'risky'. Kenapa kamu milih pekerjaan ini?
“Ada beberapa alasan, sih. Pertama, itu karena I love being photographed. Ada kesenangan tersendiri ketika orang lain bisa nikmatin keindahan dari fotografi yang mana di situ adalah aku yang jadi modelnya. Kedua, for me, nude is art. Jadi, gak perlu dijelasin lebih panjang lagi. Hahaha.”
Chan mencatat inti dari ucapan Hyunjin, diselingi dengan sedikit gurauan untuk menanggapi jawaban Hyunjin, juga agar suasana menjadi santai.
Q: Kalo bisa diungkapin, what kind of feeling or thought you have when you see your nude picture are all over the magazine?
“Hm, rasanya kayak, gak tau ya, seneng aja. Ada rasa bangga juga. Rasanya kayak aku berhasil tunjukin keindahanku ke orang lain and the fact that people like it, they love it, they enjoy it, buat aku mikir kalo aku diterima dan diakui oleh orang-orang.”
Chan memperhatikan Hyunjin dengan seksama. Sesekali tangannya sibuk menuliskan deretan kalimat pada buku catatannya.
“So it's like, you feel accepted? They acknowledged your beauty?”
Hyunjin mengangguk, sebuah senyum menawan yang merupakan salah satu daya tarik utamanya terukir pada bibir seksinya. “Exactly.”
“Bener. Apa yang kamu rasain emang bener, Hyunjin. Penikmat foto-fotomu emang udah pasti mengakui keindahan kamu,” ucap Chan, membuat Hyunjin terkikik malu.
Ucapan Chan baru saja sedikit keluar dari script sebenarnya, tapi para kru Chan membiarkan saja untuk menciptakan suasana yang luwes dan terkesan tidak dibuat-buat.
Q: Sejauh ini, tanggapan orang-orang terdekatmu tentang pekerjaanmu?
Hyunjin diam sejenak. Mata Chan masih setia terpaku pada Hyunjin, memperhatikan kecantikan model yang sedang duduk di sebelahnya itu.
“Keluargaku, awalnya nggak setuju. Tapi aku tetep nekat lanjut, so they have no choice but to accept my job. Saat ini walaupun mereka nggak bisa dibilang suportif, tapi seenggaknya mereka udah nerima aku dan pekerjaanku, so it's all good. Temen-temenku, well, ada yang kaget awalnya, ada yang biasa aja, ada juga yang mandang aku aneh, ada juga yang suportif. Lebih ke beragam sih tanggapan mereka.”
Chan tersenyum. Dia tatap Hyunjin dengan penuh arti. Namun kemudian dia segera membalik lembar buku catatannya untuk melontarkan pertanyaan lain kepada Hyunjin.
Q: Hal yang kamu rasain pas lagi difoto dalam keadaan telanjang?
Hyunjin menatap Chan, dia lihat pria itu memasang senyuman yang..., sedikit nakal?
“Awalnya canggung. Karena itu hal baru buat aku, menantang juga. Tapi lama-lama aku mulai enjoy. I love the feeling, the sensation. Kalo diungkapin, seakan kayak ada kejutan-kejutan listrik di tulang punggung. Dan saat difoto, itu adalah saat aku merasa paling indah. Satisfying. Juga kadang aku terlalu menghayati, jadi selesai sesi pemotretan aku harus ritual biar bisa 'tidur', hahahaha.”
Keduanya tertawa. Tentu saja, sebagai dua orang dewasa, mereka sangat paham tentang kiasan-kiasan seperti yang dilontarkan Hyunjin.
“Sangat Too Much Information, ya, hahahaha,” Chan menanggapi, diikuti tawa renyah dari Hyunjin.
“Oke, next,” Chan membalik lagi lembaran buku catatannya.
Q: Ada nggak cerita behind the scene sewaktu pemotretan telanjang?
Hyunjin menatap Chan lekat-lekat. Memperhatikan ketampanan dan daya pikat pria itu yang sedari dulu tak pernah berubah. Yang tak pernah gagal membuatnya luluh terpesona.
“Semacam cerita tentang kejadian yang lucu, atau mengesankan, atau mendebarkan, apa pun, deh.”
Hyunjin tersenyum simpul. “Well...”
“Pernah waktu itu, aku ada pemotretan yang harus pose lumayan vulgar. Kayak, buka kaki cukup lebar, nungging, selama pemotretan itu aku lihat fotografernya agak 'tegang' gitu, hahahaha,” pipi Hyunjin memerah.
Tapi berbeda dengan Chan, senyum pria itu yang sedari tadi terpasang justru perlahan luntur.
“Terus waktu dia arahin aku harus pose kayak apa itu nggak jarang dia sentuh-sentuh badan aku juga. Tapi aku nggak masalah, I mean, don't blame the photographer karena akunya nggak masalah,” Hyunjin melanjutkan.
Chan menatap Hyunjin begitu lekat. Mendadak terdapat tension yang kental di sana. Bahkan salah satu kru sempat berbisik, “Chan, chill out.”
“So, you like it?”
Hyunjin membalas tatapan Chan. Sedikit meremang karena melihat tatapan itu berubah. Dari yang awalnya lembut, menjadi menusuk.
“It's not that I like it, it's just I don't mind it.”
Chan mengangguk. “Oke, pertanyaan terakhir. Sekaligus sebagai penutup. Kita bisa skip yang ini kalo kamu keberatan buat jawab. Nanti bakal dicut sama tim editor.”
Q: Do you mind it if you get laid by the photographer or anyone works with you after the photo sesion ends?
Kedua manusia dewasa itu bertatap-tatapan. Untuk sejenak, suasana hening. Atmosfer santai dan hangat yang terbangun sejak awal kini menguap begitu saja.
“I don't mind it.”
Chan tersenyum. “Oke, karena pertanyaan terakhir udah dijawab, sesi QnA hari ini selesai. Makasih banyak buat Hyunjin, juga buat para kru, good job everyone!“
“Hyunjin.”
Hyunjin menghentikan langkahnya. Di belakangnya, Chan berdiri. Ternyata pria itu belum pergi dari studio pemotretan Hyunjin hari ini itu.
“Ya?”
“How about me?”
Hyunjin berbalik. Dia tatap Chan dengan alis mengerut. “Maksudnya?”
“Kamu bilang tadi, kamu nggak masalah if you get laid by the photographer. Then how about me? Do you mind it or not?“
Ujung bibir Hyunjin terangkat untuk membentuk sebuah senyuman. Senyuman nakal, menggoda.
“Hotel XX, kamar 617. I'm free tonight.“
“Ahh...”
Chan tidak pernah berubah. Cara pria itu bermain, cara pria itu memperlakukannya, semua masih tetap sama. Dan Hyunjin suka itu.
Jika ada hal yang berubah, itu hanya kini pria itu lebih 'tanpa ampun'.
“Chan, udah ah..”
Chan tidak berhenti. Dengan tempo yang dia ubah sesuka hatinya, jari-jarinya masih bergerilya di permukaan lubang milik Hyunjin. Sang pemilik lubang tengkurap beralaskan paha yang dominan, dengan pinggul sedikit terangkat.
“Kamu tuh cemburu apa gimana? Karena aku bolehin fotografer buat main sama aku-hahh shh..”
Chan tidak menjawab.
“Nghh.. jawab dong..”
Chan berdiri. Dia biarkan Hyunjin tengkurap di ranjang, sedangkan dirinya berjongkok dengan muka menghadap lubang pantat yang submisif.
“Ahh!”
Hyunjin mendongak, memekik. Secara tiba-tiba Chan menjilat permukaan lubangnya. Lalu dengan sesuka hatinya memainkan lidah itu di sana. Tak memedulikan Hyunjin yang bergetar kegelian, desperate.
Dengan jahilnya, Chan masukkan lidahnya ke dalam lubang Hyunjin, lalu dia tarik keluar. Begitu terus hingga yang diperlakukan seperti itu hampir menangis karena terus-terusan dijahili.
Namun Chan memiliki rencana lain. Dia pun berdiri. Celana yang masih dia kenakan pun diturunkan. Batang tegak mengacung dengan ujung basah karena cairan precum.
“Iya, aku cemburu dikit,” ucapnya.
“Tapi kita gak punya hubungan apa-apa sekarang.”
Chan tersenyum miring. Dia basahi penisnya dengan ludahnya sendiri, dia kocok perlahan. Setelah itu, ujung penisnya dia gesek dan tekan pada pintu lubang Hyunjin.
Hyunjin menggigit bibirnya.
“Kalo aku 'masuk' ke kamu, like this,” Chan mendorong pinggulnya pelan, membiarkan penisnya perlahan masuk ke dalam lubang milik Hyunjin.
“Aaahhh..”
Chan dorong pinggulnya agar penisnya masuk semakin dalam. Mendengar desahan Hyunjin, Chan cabut penisnya. Desahan gelisah bercampur kecewa keluar dari mulut Hyunjin.
“Apa kita tetep gak ada hubungan apa-apa? Yakin kamu gak akan minta lebih dari sekedar 'gak ada hubungan apa-apa'?”
Hyunjin tak menjawab. Napasnya terengah-engah, sibuk merengek agar Chan masukkan kembali batang keras itu hingga sesak memenuhi lubangnya.
Hyunjin suka itu. Hyunjin suka sensasi penuh di dalam lubangnya, ketika penis Chan memenuhi seluruh ruang di dalam sana tanpa sisa.
“Aku gak mau masukin lagi kalo kamu gak jawab aku.”
“Nghh.. aku.. make me yours.. Chan, make me all yours..“
“Kita perjelas. What kind of relationship are we, then? Just fuck buddies? I don't like that.“
Hyunjin pun membalikkan badannya. Dia beranjak, duduk di ranjang. Tangannya menarik tengkuk Chan, bibir pria itu dia raup.
“I love you. Ayo pacaran.”
Mendengar bagaimana Hyunjin mengucapkan itu dengan suara parau, serak basah, Chan tak mampu menahan senyumnya. Lantas dia balas ciuman Hyunjin, dengan lembut dia kulum bibir manis yang selalu jadi candunya itu.
“I love you too. Dari dulu, emang seharusnya kita tetep bersama. Well, mulai malam ini, kita pacaran.”
Hyunjin ikut tersenyum, senang. Kemudian dia baringkan badannya sembari menarik lengan Chan agar menindihnya.
“Tiduri aku.”
Chan menerima perintah itu, tentu saja dengan senang hati. Kedua kaki Hyunjin dia buka lebar. Dia posisikan penisnya pada lubang Hyunjin, lalu dia masukkan secara perlahan dan pasti.
Desahan keluar dari mulut Hyunjin, membuat Chan semakin bersemangat. Kali ini dia gerakkan pinggulnya dengan tempo konstan, tak lagi main-main seperti sebelumnya.
Hyunjin mendekapnya begitu erat, seakan tak mau dirinya berhenti. Kaki yang melingkar indah di sekitar pinggulnya seakan memintanya untuk memberi lagi dan lagi.
Dan Chan sama sekali tak keberatan. Dengan senang hati, dia tingkatkan kecepatannya. Dia cari-cari titik surgawi sang submisif.
“Aaahh! Yes there-ahh..“
Tentu saja Chan sudah hafal letak titik itu.
Maka dengan tanpa ampun, dia tumbuk titik itu berkali-kali. Dinding Hyunjin di dalam sana meremasnya brutal, membuatnya semakin dekat dengan puncak.
Begitu pula dengan Hyunjin. Tak tahan dengan titik paling nikmatnya ditumbuk tanpa henti.
“Chan- ahh!”
“Ahh..”
Keduanya mencapai puncak secara bersamaan. Senyum penuh kebahagiaan dan kepuasan, hembusan napas hangat yang beradu, peluh yang telah menyatu, hal itu yang menjadi kesukaan mereka.
“Chan,” tangan Hyunjin meraih dada bidang yang dominan, dia belai dengan sentuhan menggoda. “Belum puas..”
Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang panjang bagi Chan dan Hyunjin.