No Pantie!
Hwang Hyunjin suka melakukan cross dressing. Dan di atas itu semua, Hwang Hyunjin tidak suka memakai celana dalam.
“Hyunjin ke kampus nggak pake celana dalem lagi, ya?”
Minho menghela napas. Pertanyaan dari Chan, rekan satu organisasinya itu membuatnya memijit pangkal hidung. Dia sudah lelah akan kebiasaan buruk adik tirinya itu.
“Ya...., gitu. Mau dibilangin sampe benua Asia dan Amerika menyatu pun gak bakal didengerin,” jawab Minho pasrah.
“Emang kenapa, sih? I mean it's not a bad thing. Nggak akan rugiin siapa-siapa juga,” Chan memberi tanggapan.
Minho menoleh ke arah Chan, sedikit meliriknya sinis. “Ya emang nggak akan rugiin siapa-siapa. Tapi bahaya buat dia, Chan. Kalo ada yang cabulin gimana? Mana anaknya juga, ya, gitu lah. Lo tau sendiri.”
“Apa? Nakal?” Chan melirik Minho sekilas.
Minho menghela napas lagi. Sebuah kotak rokok dan pemantik api dia ambil dari dalam saku celananya.
“Bagi.”
Minho menurut, dia beri sebuah batang rokok kepada Chan, kemudian dia letakkan satu batang lagi di antara bibirnya sendiri. Dia menyalakan batang rokok miliknya dan milik Chan.
Kepulan asap menguar dari dalam mulut Minho ketika pria yang kini telah menginjak semester 7 itu menghembuskan napas.
“Ya, gitu. Bukan nakal suka godain orang, sih. I can say he's a bit bitchy.“
Chan terkekeh. Dia ingat betul ketika suatu malam dirinya iseng menonton live streaming Hyunjin ketika anak itu bermain video game. Ketika kalah, bukannya berteriak frustrasi, malah memekik dan mendesah seakan sedang digempur oleh penis besar.
“Setuju. Dia bukan suka godain orang terang-terangan. Tapi diem-diem bikin orang tergoda. Itu hal yang beda, kan,” Chan menimpali.
“Gue harus apa lagi dong, Chan? Jujur gue nggak tegaan orangnya. Jadi gue paling nggak bisa marahin Hyunjin, agak keras ke dia, gue beneran nggak bisa.”
Chan diam sejenak. Matanya menelisik koridor gedung Fakultas Seni, gedung tempat biasa Hyunjin menghabiskan waktunya selama kuliah.
Lelaki itu baru berumur 20 tahun, tepatnya menginjak semester 3. Setiap pergi ke kampus, dia akan memakai kemeja kebesaran yang berwarna terang dan berbahan tipis. Setiap waktu istirahat atau ketika menunggu jadwal kelas, dirinya akan membuka 2 hingga 3 kancing kemejanya dengan alasan cuaca panas.
Tak hanya itu, dia akan memakai celana bahan cukup ketat dengan warna terang pula, yang mana akan mencetak belahan pantatnya.
“Biarin aja kalo kata gue. Mungkin emang itu cara dia berpakaian. Dia bukan anak kecil lagi, jadi nggak selayaknya terus-terusan diatur,” Chan berujar.
Benar juga. Setelah dipikir-pikir, perkataan Chan ada benarnya juga.
“Lagi pula kalo Hyunjin berpakaian kayak gitu, bukan salah dia. He just dresses up as he pleases. Kalo misalnya dia dicabuli, gue bisa bilang itu sama sekali bukan salah dia. Dia punya hak buat berpakaian gimana pun sesuka dia. Yang bermasalah adalah orang yang punya niatan buat ngecabulin dia,” Chan menambahkan.
Minho setuju. Pria itu mengangguk pelan.
“Lo nge-aslab sampe kapan?”
“Hmm, nunggu sampe wisuda. Tapi kayaknya habis wisuda gue masih mau nge-aslab terus sampe gue dapet kerjaan mapan. Pengabdian kepada kampus lah ya istilahnya, hahahaha.”
Minho menyesap rokoknya. “Hahh, enak banget skripsi lo udah beres, semua udah beres, tinggal wisuda. Gue, masih stuck di bab 3.”
“Makanya, duit juga harus main, dong. Jaman sekarang kalo nggak pake duit bakal susah, bray!”
Minho tertawa. “Lo tuh, ya.”
“Abaaaaaaaaaaang!”
Teriakan dari Hyunjin membuat Minho yang saat itu sedang membelai adik kecilnya tersentak kaget. Pintu kamarnya lupa dia kunci, yang mana Hyunjin bisa saja masuk ke kamarnya kapan saja anak itu mau.
Minho cepat-cepat memasukkan penisnya yang masih tegang ke dalam celananya, takut-takut kalau kepergok Hyunjin.
“Abaaaaaaang!! Dimana, sih?????!!!!!”
Minho berdecak kesal. Dengan malas dia berjalan ke arah pintu.
“Di kamar, dek!!!!!!!! Kenapa????!!!!!”
“Gue mau keluar dulu, ya!!!!!!! Jangan dicariin!!!!! Jangan ditelfon!!!!!!”
“Mau kemana????!!!!!”
“Clubbing!!!!!!!”
Minho menghela napas. Benar, malam ini adalah malam Sabtu. Saat di mana bar dan club banyak beroperasi.
Dan satu hal yang Minho yakini, adik tirinya itu pasti saat ini tengah mengenakan mini dress dan yang paling penting adalah, tidak memakai celana dalam lagi.
“Ya udah, hati-hati!!!!!!! Jaga diri loh, ya!!!!!” Tak ada pilihan lain selain mengizinkan adik tirinya itu melakukan hal sesukanya.
Dress favorit Hyunjin adalah mini strap dress berwarna dusty. Dia suka dress yang bisa mencetak lekuk tubuhnya dengan apik. Dengan mengenakan pakaian semacam itu, tingkat kepercayaan diri Hyunjin akan naik berkali-kali lipat.
Hyunjin memiliki banyak relasi di dunia clubbing seperti ini. Entah bagaimana caranya. Mungkin karena dirinya sering berkunjung ke club yang sama, ditambah dengan pribadinya yang suka berbaur.
Musik dari DJ menggema ke seluruh ruangan. Tanpa memikirkan hari esok, sebagian besar pengunjung club menari dan minum sepuas hati mereka. Tak sedikit pula yang berduaan, melakukan gerakan-gerakan dan tarian nakal.
Tak lain Hyunjin dan kawan-kawan satu frekuensinya, sambil tertawa lepas mereka menari-nari 'kotor' sembari menyentuh tubuh satu sama lain.
“Haaahh anjing!!!! Gue sange, mau kontol gede!”
Seruan salah satu dari mereka membuat Hyunjin dan kawan-kawannya yang lain tertawa semakin kencang.
“Kalian bayangin deh, kita lagi asik gini tiba-tiba ada kontol gede yang nyodok kita dari belakang. Mumpung kita-kita lagi ga pake celana dalem, nih! Hahahahahahaha!”
Hah, dasar mulut orang mabuk.
Lautan manusia, bau alkohol dan asap rokok yang memenuhi ruangan tertutup itu membuat atmosfer menjadi sesak. Hyunjin yang sudah merasa pengap pun berpamitan untuk pergi ke balkon.
Langkah kaki jenjangnya membawa dirinya menjauh dari hiruk pikuk di dalam ruangan club. Musik yang memekakkan telinga itu kini tak lagi terdengar setelah dirinya berada di balkon.
Sebuah rokok dan pemantik api dia keluarkan. Lelaki muda itu menyalakan sebatang rokok dan menghisapnya sembari menikmati pemandangan kota malam hari dari pagar balkon itu.
“Adeknya Minho bukan main ternyata.”
Ada suara bariton menginterupsinya. Sembari sedikit memicingkan mata, Hyunjin menoleh ke arah sumber suara.
“Hm? Lo siapa?”
Pria itu mendekat. Terdengar tawa kecil mengalun dari bibir pria itu.
“Mabuk?”
“Oooooh! Kak Chan. Kebetulan banget, sih? Bisa ketemu di sini.”
“Ya lo pikir aja, Hyunjin. Ini malam Sabtu. Who doesn't go to club? Terlebih club ini paling terkenal di sini,” Chan, pria itu, kini berdiri tak jauh dari Hyunjin.
“Hm. Iya juga,” Hyunjin bergumam.
Hyunjin berbalik. Lelaki itu menyandarkan lengannya pada pagar balkon, membelakangi Chan yang sedang berdiri di belakangnya. Sedangkan Chan, mata pria itu menyusuri lekukan punggung Hyunjin hingga ke bongkahan pantat yang tercetak di balik mini strap dress satin berwarna beige itu.
'Masih nggak pake celana dalem, ya,'
Kemudian Chan meletakkan kedua lengannya masing-masing di sebelah kanan dan kiri pinggang Hyunjin hingga posisi badan Hyunjin saat ini berada di antara dua lengan kekar Chan.
“Ih, ngapain sih, Kak, tangannya,”
“Kenapa emangnya? Nggak boleh, ya?”
“Bukan gitu,”
“Terus?”
Hyunjin diam saja. Mukanya memerah sekarang. Kakinya sedikit bergerak-gerak gelisah. Jujur saja, sebenarnya Hyunjin telah menaruh ketertarikan kepada teman dekat kakak tirinya itu. Hanya saja Hyunjin tidak mau memberi tahu siapa-siapa.
Dan bohong jika Chan tidak mengerti arti dari gerakan kaki Hyunjin.
Chan sedikit mencondongkan badannya ke depan, membuat wajahnya mendekat ke perpotongan pundak dan leher Hyunjin.
“One puff,”
Hyunjin memberikan batang rokoknya pada Chan, mempersilahkan yang lebih tua menyesap batang itu satu kali. Hembusan napas dari yang lebih tua menyapa lehernya, membuat dirinya bergidik.
“Kuliah gimana?” Chan berbasa-basi.
“Ya gitu. Capek, banyak tugas.”
Chan tertawa kecil. “Kalo aja kita satu jurusan, udah gue bantuin lo ngerjain tugas.”
Hyunjin semakin merinding ketika pantatnya menubruk selangkangan Chan. Dia dapat merasakan kain celana Chan menggesek kulit pantatnya.
“Emh, jangan sentuh-sentuh,” ujar Hyunjin lirih.
“Apa?”
“Munduran dikit ih, itu lo nyentuh pantat gue,” kali ini Hyunjin berujar lebih keras.
Chan tersenyum nakal. “Itu? Itu apa?”
“Hih, ya itu, itu!”
“Hahaha, sejak kapan Hwang Hyunjin jadi malu-malu gini. Biasanya juga kemana-mana nggak pake celana biasa aja. Di depan gue kenapa malu-malu, eh?”
“Nggak malu-malu, tau,” protes yang lebih muda.
“Hyunjin.”
“Hm?”
“Gede nggak rasanya?”
“Apa, sih? Apanya?”
“Punya gue.”
Pipi Hyunjin memanas. Namun dia sama sekali tidak punya niatan untuk menarik pinggulnya agar lepas kontak dari selangkangan Chan. Malah-malah, dia semakin menekan pantatnya agar semakin bisa merasakan batang keras dari balik celana itu.
“Hmm, paling juga kecil. Kalo lagi ngaceng palingan juga cuma 15 cm.”
Chan mengelus pinggang ramping Hyunjin. “Hm? Yakin?”
“Ya kan gue cuma nebak.”
“Gimana kalo kita buktiin langsung?”
Seketika bulu kuduk Hyunjin meremang. Dia tahu, Chan pasti sedang bercanda. Tidak mungkin pria yang hampir setiap hari dia lihat itu tanpa malu akan menunjukkan penisnya di hadapannya.
Atau juga tidak.
Pasalnya Hyunjin mendengar sebuah resleting yang ditarik turun. Sembari menggigit bibir, Hyunjin berbalik untuk menghadap Chan. Yang benar saja, kini resleting celana pria itu telah terbuka.
“Sialan, ah. Lo kenapa nggak pernah pake celana dalem, sih? Bikin ngaceng, tau nggak?”
Ah, sepertinya Hyunjin ingin mengikuti permainan Chan.
Lelaki cantik itu tersenyum nakal. “Hmm, kenapa ya? Hmm, ribet soalnya kalo pake celana dalem. Enakan juga gini, kalo mau colok lubang tinggal ngangkang atau nungging aja.”
Chan memijit pelan tonjolan di selangkangannya.
“Lo doyan anal, emang? Gue kira cowok kayak lo cuma doyan memek,” ujar Hyunjin sambil sedikit menarik ujung dress-nya ke atas.
“Semua lubang mah hajar aja kalo gue.”
“Oh ya? Jadi lo mau sama lubang gue?”
“Asal lo tau, Hyunjin. Gue coli sambil bayangin elo.
Hyunjin tertawa. Namun tak bisa dipungkiri, jantungnya berdetak begitu kencang. Juga bagian bawahnya yang mendadak terasa lebih lembap dari sebelumnya.
“Kalo abang tau gimana ya,”
Chan mendecih. “Lupain aja abang lo, now let's have fun with me, will ya?“
Hyunjin menggigit bibirnya. Entah secara refleks atau bukan, tangannya terulur untuk menyentuh selangkangannya sendiri. Dia pijat dan usap perlahan sambil menatap Chan malu-malu.
“Kenapa? Sange, ya?”
Hyunjin mengangguk.
“Tebak ukuran kontol gue dulu. Kalo bener, kita cari kamar. Kalo salah, kita main di sini. Oh iya, nebaknya ukuran pas ngaceng, ya,”
“Ih! Masa main di sini? Diliat orang, dong?”
“Ya itu yang bikin seru. Gue tau lo suka pantat lo diliatin orang-orang, kan? That's why you never wear pantie.“
Hyunjin kini menggigit jarinya. Bagian bawahnya sudah meronta-ronta ingin disentuh.
“Hmm, oke, gue tebak nih. Gue tebak....”