No Pantie! (Part 2)

”...gue tebak...”

“10 cm?”

Chan terlihat menopang dagunya sambil pura-pura berpikir.

“Nope,” seringaian muncul di bibirnya. “So let's play here. Nggak ada penolakan.”

Dalam hati pria itu tertawa. Sudah pasti Hyunjin tahu kalau ukuran 'miliknya' tentu tak sekecil itu. Maka dari itu Chan menyimpulkan, Hyunjin sengaja asal menebak agar jawabannya salah.

“So naughty,” bisiknya sembari membalikkan badan Hyunjin agar memunggunginya.

Hyunjin memekik karena pergerakan tiba-tiba dari Chan. “Aakh! Apa, sih?! Kan gue cuma nebak? Bagian mananya yang nakal, huh?!”

Chan tidak peduli. Kini bibirnya menelusuri kulit halus leher dan pundak Hyunjin, meninggalkan jejak kemerahan yang basah.

Perlakuan Chan membuat seluruh badannya menegang, namun pada saat yang bersamaan, kakinya terasa sangat lemas. Hyunjin tidak pernah menyangka sebelumnya kalau dirinya akan dicumbu oleh teman dekat kakaknya yang hampir setiap hari mampir ke rumahnya itu.

“Nghh, Kak.. ahh, lo- ahh, lo suka sama gue, ya?”

“Hm?”

“Jangan ihhh.. nanti diliat orang- ungh!”

“Jangan, jangan, tapi lo sengaja asal nebak biar jawabannya salah. Biar kita bisa main di sini.”

Suara berat dan basah dari Chan membuat seluruh badan Hyunjin serasa tersengat oleh aliran listrik.

Dan, ya. Memang benar. Hyunjin sengaja asal menebak. Melakukan kegiatan seksual di tempat umum dan terbuka adalah salah satu fantasi terbesar Hyunjin. Ketika kesempatan besar datang, bagaimana mungkin dia sia-siakan?

Kini tangan Chan menelusup masuk ke dalam dress Hyunjin. Dia singkap sedikit dress itu, mengekspos pantat dan selangkangan Hyunjin. Chan mendorong tubuh Hyunjin ke depan dengan tubuhnya sendiri, membuat penis mungil milik Hyunjin bersentuhan dengan pagar besi yang dingin.

“Ahhhh..”

“You playing hard to get when actually you want me so much.”

“Nghh..”

“Padahal juga belom gue sentuh. Udah desah-desah gitu. Apa yang lo pikirin? Hwang Hyunjin? Tell me. What are you fantasizing about me?

“Kakak- ahhh.. you're so hot that- unghh.. gue- gue nggak bisa buat nggak-”

Pada saat itu juga, Chan menyentuh lubang anal Hyunjin dengan ibu jarinya. Dia putar-putar ibu jarinya perlahan dia atas permukaan yang empuk dan hangat itu.

”-aahh!”

“Nggak apa?”

Kini jari tengah dan telunjuk Chan yang bermain-main di permukaan lubang Hyunjin.

“Hahhh.. nggak- umhh.. nggak bisa buat nggak mikirin kakaaaahhh!”

“So loud,” Chan menyeringai. Hyunjin memekik, pasalnya kini kedua jarinya itu dia dorong masuk ke dalam lubang milik Hyunjin.

“Bahkan gini aja, nggak usah pake pelumas, lubang lo udah licin. Kok bisa gini, sih? Jangan-jangan lo udah prepare, lo balurin lube ke dalam lubang lo sebelom berangkat ke sini?”

“Nghh..,” Hyunjin menggigit bibirnya. Dia menggeleng lemah, merasa tak berdaya karena permainan Chan. Hanya permainan sederhana, namun karena itu Chan yang melakukannya, permainan sederhana itu berubah berkali-kali lipat lebih nikmat.

“Jawab gue, Hyunjin.”

“Nooo..,” rintih Hyunjin pelan.

“Jadi?” Chan menggerakkan jarinya perlahan, mendorongnya semakin dalam.

“Nghh! Lubang gue- ahh.. emang selalu basah.. mmhh,” kemudian Hyunjin berbalik badan. Dia raih kerah baju Chan, lalu dia tarik. Dia raup bibir pria itu.

Baiklah, Chan akan mengikuti permainan Hyunjin. Dia ingin tahu sejauh mana, seliar apa seorang Hwang Hyunjin.

Chan membiarkan Hyunjin menjamah bibirnya. Yang lebih muda meremas rambut yang lebih tua, dengan tangan yang lain bermain-main dengan kancing kemeja yang lebih tua.

“You like playing slow?” Bisik Chan dalam ciuman keduanya.

Hyunjin melepas kontak bibir keduanya. Tangannya meraba-raba dada dan perut Chan yang begitu atletis dengan sentuhan sensual.

“Humhh, apa aja. Asal gue enak, gue mau main kayak apa aja.”

“Is that so?”

Hyunjin mengangguk. Dia membuka satu persatu kancing kemeja Chan, lalu menyibak kain berwarna merah itu. Tangannya menyusuri perut berotot Chan, dia bawa turun ke batang keras yang masih terbalut kain itu.

“Hmm, gue agak kurang suka doggy, jadi,”

Hyunjin merosot. Dia duduk di lantai dengan punggung bersandar pada pagar. Dia buka kakinya lebar-lebar.

“Sini, Kakak,” dia tatap Chan dengan tatapan sayu.

Chan berlutut di antara dua kaki Hyunjin yang terbuka lebar. Pria itu mengeluarkan penisnya, dia urut dan kocok sambil sebelah tangannya membaluri lubang Hyunjin dengan salivanya.

“Gede banget aahh..”

Chan tersenyum bangga. “22 cm.”

Hyunjin mengangguk. “Mmhh.. masukin~”

“Uhum?” Chan menggesekkan penisnya pada lubang Hyunjin yang sudah berkedut. “Lo yakin bisa tahan ini?”

“Ahh! Gue suka yang gede~ nghh! Makanya gue kalo beli dildo selalu yang ukurannya gede~”

“Nakal banget.”

Dengan begitu Chan memasukkan perlahan penisnya ke dalam lubang Hyunjin. Dia dorong pinggulnya pelan-pelan, tak ingin membuat yang lebih muda kesakitan.

“Aaaahh! Sialan! Ih! Kak Chaaan~ ahhh~ kok enak banget, sihhh~ aahh~”

Chan tersenyum miring. Kelihatannya Hyunjin sama sekali tidak merasa kesakitan. Dia jadi penasaran, sudah berapa banyak penis yang memasuki lubang anak itu.

“Udah pernah diewe berapa kali, hm?”

“Ahh.. ahh.. emang penting buat Kak Chan tau? Just- hmhhh fuck me 'til you're satisfied, Kakak sayang~”

“Sial. Adeknya Minho sebinal ini ternyata. Nggak ada malu-malunya diewe temen kakaknya sendiri,” Chan mempercepat gerakan pinggulnya.

“Aaahh! Ahh! Ahh! Umhh, biarin ajaaa ahh~” Hyunjin meremas-remas kuat rabut Chan.

Ekspresi, desahan, dan gerakan badan Hyunjin begitu menggairahkan. Chan tahu betul Hyunjin memang seksi, tetapi dia tidak pernah mengira adik temannya akan seseksi ini ketika disetubuhi. Gairahnya terpacu semakin tinggi setiap Hyunjin mendesah dan memekikkan namanya.

“Kak aahh! Kak Chaan~ lagiihh~ ahh! Mau lagihh!”

Tak ada pilihan lain bagi Chan selain bergerak semakin liar. Dia dorong pinggulnya, membiarkan penisnya mengoyak lubang lembap Hyunjin hingga lelaki cantik itu terus-terusan mendesah tak karuan.

Terkadang Chan akan bermain-main. Dia cabut seluruh penisnya keluar, membuat Hyunjin mendesah kecewa. Namun setelah itu dia masukkan lagi seluruh penisnya dengan sekali hentakan. Hal itu membuat Hyunjin benar-benar menggila.

Hyunjin tak lagi peduli dengan sekitarnya. Persetan. Sangat persetan. Dia merasa terlalu nikmat. Tak ada lagi celah bagi hal lain untuk memasuki pikirannya. Hanya Chan, Chan, dan Chan. Serta bagaimana pria itu menggarapnya seakan tak ada hari esok.

Keduanya sungguh tidak peduli lagi dengan sekitar mereka.

“Aahh! Iya- iya aah! Di situ ahh.. di situ, Kakak, jangan berhenti aahh! Unghh!”

Rancauan Hyunjin memberikan sinyal bagi Chan untuk terus menumbuk titik itu. Pinggul yang lebih muda dia cengkeram erat, pundak yang lebih muda dia gigit.

Pria itu menggeram rendah, bersamaan dengan desahan dan pekikan tiada henti dari yang lebih muda.

“Kak Chaan~ ahh! Keluar- ahh! Mau keluar!”

“Nghh.. bareng-bareng, sayang,”

“Ahh! Hiks- aahh! Enak banget hiks- aaaahh~ Kakak keluarin di dalem yaaahh? Mau rasain peju Kakak~”

Dengan begitu Chan mengeluarkan spermanya yang melimpah itu di dalam lubang hangat Hyunjin. Pada waktu bersamaan, Hyunjin juga menumpahkan spermanya, mengotori perut Chan dan perutnya sendiri.

“Ahhh...”

Hyunjin terkulai tak berdaya. Penampilannya berantakan, namun itulah yang membuatnya terlihat semakin menggoda.

Chan mencabut penisnya. Sisa sperma menetes dari lubang Hyunjin, karena lubang itu tak mampu menampung keseluruhan volume sperma yang Chan tembakkan.

“Kakak..”

“Hm?”

“Makasih..”

“Buat apa?”

“Udah buat fantasi gue jadi kenyataan,” Hyunjin tersenyum.

Menderngarnya, Chan ikut tersenyum. Tangannya terulur untuk mengusak rambut adik temannya itu.

“Kalo emang pengen gini, kenapa nggak bilang dari dulu? Kan kita bisa main di kamar lo, atau gue ajak ke rumah gue,” ujarnya kemudian.

Hyunjin menggeleng. “Takut ketauan abang.”

Chan terkekeh. “Gue yakin abang lo nggak akan kaget kalo lo suka main sama cowok. Apalagi sama gue.”

“Kok gitu?”

Chan mengendikan bahunya. “Ya dia orangnya sama aja, soalnya. Suka main. Dia juga sadar kalo lo, well, a bit naughty- no, very very naughty.

Hyunjin tertawa malu-malu. “Kak Chan tau kenapa gue nggak suka pake celana dalem?”

“Kenapa?”

“Hmm, selain ribet, gerah, um, Hyunjin mau godain Kak Chan. Tapi kayaknya lo nggak sadar, jadi ya, lama-lama jadi kebiasaan. Suka aja gitu liat ekspresi orang waktu kaget liat gue. Hihi.”

“Tuh kan, nakal.”

“Emang, wleee,”

“Ya udah. Mau sampe kapan ngangkang gitu? Lo nggak berpikir mau ronde 2 kan?”

Tiba-tiba mata sayu Hyunjin berubah menjadi mata yang berbinar-binar, layaknya kucing yang sedang menunggu diberi makan.

“Mau~”

Chan tertawa tidak percaya. “Kalo di sini lagi nanti masuk angin, Hyunjin. Ke rumah gue aja, gimana?”

“Di mana aja boleh asal sama Kak Chan~”

.

.

.