Part 3
Saat itu Seungmin baru saja selesai berlatih vokal dengan Chan. Chan berpamitan untuk pergi ke studio, kini Seungmin sendirian di apartemen Chan. Lelaki itu duduk di atas ranjang di kamarnya. Kemudian dia melirik gitarnya yang dia sandarkan pada dinding kamar.
Dia tersenyum. Segera dia beranjak dari posisinya, menuju kamar mandi untuk membasuh muka, sikat gigi, dan sedikit merapikan rambutnya. Setelah itu dia berganti baju yang lebih rapi, lalu dengan semangat meraih gitarnya dan keluar dari kamar.
Hari ini Seungmin akan melakukan busking.
Seungmin berjalan menuju taman di pusat kota yang kebetulan terletak tidak terlalu jauh dari apartemen Chan. Cukup ramai di sana. Entah tiba-tiba Seungmin merasa sangat gugup.
Dia menarik dan membuang nafas, berusaha menenangkan dan meyankinkan dirinya sendiri.
“A, a, o, ooooo,” Seungmin melakukan tes pada vokalnya.
Sekali lagi dia hembuskan nafas, lalu mulai melangkahkan kakinya untuk mencari tempat yang cukup strategis.
Dia menengok sekitar. Ada beberapa busker yang bermusik dengan penuh percaya diri. Seungmin menggigit bibirnya. Dia merasa kecil. Sekali lagi Seungmin menarik nafas dalam dalam dan menghembuskannya perlahan. Dia pun duduk di atas pembatas taman, mulai meletakkan jemarinya di atas fretboard.
Seungmin tidak memiliki mikrofon. Sedangkan para busker lain bernyanyi menggunakan mikrofon. Keadaan cukup ramai, Seungmin khawatir jika suaranya tidak akan terdengar.
“Alright, Seungmin. Just sing for yourself,” dia memberi tahu dirinya sendiri.
Alunan melodi dari gitarnya mulai terdengar. Beberapa orang yang lewat sempat menoleh ke arahnya, namun kemudian berpaling lagi dan memilih untuk lanjut berjalan.
“Help me, it's like the walls are caving in..”
“Sometimes I feel like giving up but I just can't..”
“It isn't in my blood..”
“Laying on the bathroom floor, feeling nothing. I'm overwhelmed and insecure, give me something..”
Mata Seungmin bergerak-gerak melihat sekelilingnya, tak ada satu orang pun yang menoleh untuk memperhatikannya, apalagi mampir sejenak untuk mendengarkan dirinya bernyanyi.
“I could take to ease my mind slowly..”
Jemari Seungmin semakin lincah memainkan senar gitarnya.
“Just take a drink and you'll feel better. Just take her home and you'll feel better. Keep telling me that it gets better..”
“Does it ever?”
Ujung bibir Seungmin mulai terangkat. This is it, the feeling has come.
“Help me, it's like the walls are caving in. Sometimes I feel like giving up no medicine is strong enough, someone help me.”
“I'm crawling in my skin. Sometimes I feel like giving up but I just can't.”
“It isn't in my blood.”
“It isn't in my blood.”
Dari ujung matanya, Seungmin dapat melihat beberapa orang yang mulai menaruh perhatian kepadanya. Bahkan ada sedikit orang yang berhenti untuk melihat penampilannya.
Seungmin tersenyum tipis.
“I'm looking through my phone again, feeling anxious. Afraid to be alone again,”
Mata Seungmin melirik seorang berambut pirang sebahu yang familiar. Dia tesenyum miring.
“I hate this.”
“I'm tryna find a way to chill, can't breathe, oh...”
“Is there somebody who could help me?”
Pada saat itu juga sorot mata Seungmin menangkap seseorang lain yang juga familiar. Mentornya, orang yang membagikan apartemennya untuk dia tinggali bersama Seungmin.
Bang Chan, terlihat sedang bertanya kepada orang-orang di jauh sana.
“It's like the walls are caving in. Sometimes I feel like giving up, no medicine is strong enough. Someone help me.”
Beberapa orang mulai memasukkan uang pada topi Seungmin yang dia letakkan terbalik.
“I'm crawling in my skin. Sometimes I feel like giving up but I just can't,”
Pemuda pirang itu kini memicingkan matanya, melihat sosok familiar yang duduk bermain gitar dengan banyak orang mengitarinya. Sosok yang menabraknya di tempat audisi Heart Eagle.
Hwang Hyunjin, dia sedikit berjalan mendekat agar dapat melihat lebih jelas sosok dugaannya itu.
Dan Kim Seungmin, dia sadar bahwa Hwang Hyunjin sedang memperhatikannya.
“It isn't in my blood.”
“It isn't in my blood.”
“I need somebody now.”
“I need somebody now.”
“Someone to help me out.”
“I need somebody now.”
Tepuk tangan terdengar riuh dari orang-orang yang melihat penampilan Seungmin. Topinya pun kini terisi dengan lembaran-lembaran juga koin-koin uang. Walaupun tak terisi penuh, namun Seungmin tetap mensyukurinya, paling tidak usahanya hari ini membuahkan hasil.
Lelaki manis itu membungkuk sopan, berkali-kali mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang bersedia melihat penampilannya tadi, apalagi sampai memberikan imbalan. Senyum cerah tidak pernah lepas dari bibir merah mudanya.
Orang-orang mulai beranjak untuk bubar. Dari balik kerumunan orang, Seungmin dapat melihat sosok Chan yang melontarkan senyum hangat kepadanya. Seungmin menunduk, tersenyum malu.
“Chan, you're here.”
Chan menggumam, dia berjalan mendekat kearah Seungmin.
“It was amazing. I love that.”
Seungmin mengulum senyumnya. Bagaimana dia tidak tersipu, dipuji oleh mentor sekaligus pengujinya ketika audisi tepat di hadapannya secara langsung.
Chan pun ikut duduk di sebelah Seungmin. “Why didn't you tell me that you went busking?”
Seungmin mendongak, senyumnya perlahan luntur.
“Do I need to do so?”
Raut muka Chan berubah. “You know, Seungmin. Kau tinggal bersamaku. Tentu aku akan khawatir kalau kau pergi tanpa pamit. Besides, I'm your mentor. Wajar kalau aku perlu tahu ke mana perginya orang yang aku dampingi karena bagaimana pun juga kau masih menjadi tanggung jawabku.”
Entah kenapa detak jantung Seungmin terpacu begitu cepat. Dia meremas jemarinya, sebuah kebiasaan yang dia lakukan ketika gugup.
“A-alright. I'm sorry.”
Chan tersenyum. “It's okay. Just don't do that again. I was so worried about you.”
'I was so worried about you.'
Satu kalimat yang mampu membuat detak jantung Seungmin terpacu semakin cepat. Demi Tuhan, Seungmin ingin menenggelamkan dirinya ke dalam lautan.
“Oh, right. Find the new one already, I see.”
Pemuda pirang itu, Hwang Hyunjin, menyesap batang rokoknya dan menghembuskan asap hingga mengepul di langit malam yang dingin itu. Kemudian dia menunduk, meremat rambutnya frustrasi.
“Is it that easy for you, Chris..”
“Lluvi!”
Hyunjin mendesah sebal ketika dia mendengar suara rekannya yang memanggilnya dengan nama panggungnya. Rekannya itu berjalan mendekatinya, lalu duduk di sampingnya.
“What the heck bothers you again, huh? You look awful.”
“Shut up, Minho.”
“Well, lusa kau audisi lagi, kan?”
Hyunjin hanya mengangguk lesu sebagai jawaban.
“Man, don't be discouraged like this. Bukannya Lluvi penari yang handal? Ayo lah, you gotta lift your mood up!”
“I know, Minho, I know. Tapi bukan itu masalahnya.”
Pria yang bernama Minho itu mengernyit. “So?”
“Tadi aku melihat Chris dengan pacar barunya. And guess what? Lusa aku akan bertemu dengan pacar baru Chris.”
Minho membulatkan matanya. “What the fuck?!”
.