Rokok dan Permen Kapas Basah

Felix masih meringkuk di ranjangnya, walaupun kini keadaannya sudah jauh lebih baik. Ia dibantu Changbin untuk menenangkan dirinya. Dan kini sang pria sedang berada di balkon kamar Felix, telanjang dada. Satu batang rokok terselip di antara jari telunjuk dan jari tengahnya.

Cedarwood dan Clove. Feromon kepunyaan Changbin masih terasa menyelimuti seluruh ruangan kamar Felix.

Sebagian teman satu kostnya, terutama Hyunjin, menyebut feromon Changbin berbau seperti rokok. Mungkin karena pengaruh dari bau cengkeh dari feromon alpha itu. Tapi bagi Felix, feromon Changbin sama sekali tak berbau layaknya rokok. Aroma kayu aras dan cengkeh terasa segar dan menenangkan baginya.

“Kak Changbin,” Felix bangun dari ranjangnya, masih mengenakan celana dalam saja.

“Oit,” sahut Changbin.

“Kenapa ngerokok terus? Perasaan tadi pagi udah.”

Changbin kembali menyesap rokoknya. “Kamu gak suka asapnya?”

Felix mengambil selimut, lalu ia balut tubuh setengah telanjangnya dengan selimut itu. “Selain itu, ngaruh di bau kamu, Kak.”

“Oh ya?”

“Kalau Kak Changbin lagi marah atau bad mood, bau Kak Changbin emang jadi kayak rokok, sih. Bisa lebih pait dari itu, bahkan.”

Lalu Changbin mematikan rokoknya yang kebetulan sudah tinggal sedikit itu. “Emang dulu sebelom aku ngerokok kalo marah baunya gak kayak gitu?”

Felix menggeleng. “Baunya mirip resin.”

“Which one is better?”

Felix terkekeh kecil. “Paling baik Kak Changbin jangan marah, biar baunya wangi terus. Hihi.”

Melihat senyum manis Felix, Changbin tak bisa untuk tak ikut tersenyum. Ia pun melangkahkan kakinya masuk ke kamar Felix, ia terjang badan yang lebih kecil hingga keduanya jatuh ke ranjang milik Felix.

“Lu jangan gemes-gemes dong, ah.”

“Udah dari lahir?”

Lalu Changbin hujani wajah Felix dengan kecupan-kecupan ringan. Feromon manis kepunyaan Felix dapat ia hirup dalam-dalam. Dan ia berani bersumpah, feromon Felix adalah hal paling manis yang pernah ia temui di dunia.

Cotton Candy dan Chocolate. Changbin sembunyikan wajahnya pada ceruk leher Felix untuk menghirup dalam-dalam aroma manis milik sang omega.

“Kak Changbin, kalo aku lagi marah gimana baunya?” Felix berkata.

“Masih manis, tapi bau coklatnya jadi lebih mirip ke bau kopi. Bau permen kapasnya jadi kayak permen kapas kena air. Gak fluffy lagi.”

“Emang permen kapas yang masih fluffy sama permen kapas yang udah kena air baunya beda?” Felix memain-mainkan rambut Changbin, sesekali ia sisir.

“I don't know, menurutku beda baunya. Kayak, kalo permen kapas basah baunya lebih berat gitu. Ah, susah jelasinnya.”

Felix tertawa kecil.

Lalu Changbin mendongak. “Besok, liburan mau?”

“Liburan?” Felix menatap Changbin.

“Hahaha. Bukan liburan, sih. Istilahnya kita ngungsi bentar. Semingguan aja. You know, kalian para omega bisa kayak gitu tadi gara-gara ngebau feromon Om Lin, kan? Jadi, biar kita semua gak repot, kalian juga gak susah karena adanya kemungkinan jadwal heat kalian jadi berantakan, selama Om Lin rut kita ngungsi dulu,” Changbin menjelaskan.

“Pak Chan udah pesen guest house,” tambahnya.

Felix berkedip untuk beberapa saat, sebelum akhirnya membuka suara. “Mmm, okay! Pusing juga kalo harus ngebau feromon Om Lin terus, hehe.”

“Ahh!”

Changbin dan Felix saling bertatap mata ketika tiba-tiba terdengar suara desahan dari kamar sebelah.