Selama menonton, Chan tidak pernah mengira Hyunjin akan sehisteris ini.

Entah sadar atau tidak, si manis itu memeluk lengannya dan mencengkeram bajunya erat. Bahkan saking eratnya, dia sampai susah bergerak.

Namun dia biarkan saja, karena Hyunjin gemas.

Setelah film horor itu selesai, Hyunjin mengajak Chan menonton Cinderella untuk mengusir memori menyeramkan dari film horor itu. Ketika film kedua sudah selesai, Hyunjin tertidur pulas.

Dengan kepala berbaring di paha Chan, menyebunyikan wajahnya pada perut Chan, dengan kedua tangan mencengkeram erat jaket pria itu.

Chan menunduk untuk menatap Hyunjin yang sedang tertidur. Dia tersenyum, dia elus pelan rambut Hyunjin, tak ingin mengganggu tidur lelap si cantik.

“Le, Chan,” terdengar suara mama Hyunjin.

Chan menoleh. “Nggih, Buk?”

“Oh, pantes ndak ada suaranya. Anaknya tidur toh,” mama Hyunjin terkikik pelan.

Chan ikut tersenyum. “Iya, Buk. Udah dari tadi ketiduran. Pulas banget lagi.”

Mama Hyunjin mengamati mereka berdua sejenak. Kemudian beliau duduk di sebelah Chan.

“Le, tak ceritain.”

Chan mengalihkan perhatiannya pada beliau.

“Kemarin, Nak Hyunjin ketiduran di meja belajar pas lagi nugas. Akhir-akhir ini kegiatan dia di sekolah banyak, jadi di rumah gampang ketiduran. Pas Ibuk cek, ada buku jatuh di lantai. Kebetulan bukunya ngebuka. Kamu tau? Itu diary punya Nak Hyunjin, isinya kamu semua,” ujar mama Hyunjin.

Mata Chan membulat, mulutnya sedikit menganga.

“E-eh, nggih, Buk?”

“Iya, di halaman halaman terakhir isinya kamu semua. Dia nulis semua tentang kamu. Pengalaman dia, perasaan dia sama kamu. Udah keliatan jelas, dia suka sama kamu, Le,” beliau menatap dirinya dengan teduh, disertai dengan senyuman lembut.

“Nak Hyunjin belum pernah pacaran. Dulu beberapa kali dia deket sama orang, tapi belum pernah sekali aja jadian. Soalnya selalu gagal di tengah jalan, istilahnya dia kena PHP terus. Makanya itu, dia jadi agak judes sama orang yang keliatannya mau deketin dia,” beliau menambahkan.

'Oh, jadi karena itu..'

Tiba-tiba mama Hyunjin memegang tangan Chan.

“Tapi Ibuk lihat, Nak Hyunjin percaya sama kamu. Dia selama ini belum pernah sampe berani ngajak orang yang deket sama dia main ke rumah, bahkan sampe tidur kayak anak koala gini ke orang yang diajak ke rumah.”

Chan tersenyum canggung. Dia garuk tengkuknya. Rasanya campur aduk ketika calon mertua mengatakan hal itu empat mata dengan dirinya.

“Karena itu, Ibuk minta tolong boleh, kan?”

“E-eh, iya, Buk? Boleh, boleh tentu aja,”

Mama Hyunjin menatap putra semata wayang beliau.

“Tolong jagain dia, jangan kecewain dia, ya, Le? Ibuk titip Nak Hyunjin ke kamu.”


Malam sudah menunjukkan pukul 22.00. Kaki Chan mulai kram.

“Le, Hyunjinnya angkat aja ke kamar. Udah malem lho, kamu harus pulang,” ujar mama Hyunjin yang telah mengenakan baju tidur.

“Nggih, Buk. Kamarnya Hyunjin dimana, ya?”

“Di lantai dua, deket sama tangga, kok. Pintunya warna putih ada tempelan stiker kartun-kartun gitu pokoknya.”

Chan mengangguk sopan, kemudian berusaha sekuat tenaga untuk mengangkat badan Hyunjin dan menggendongnya tanpa membangunkan tidur lelap si cantik.

Sesampainya di kamar, Chan meletakkan Hyunjin di ranjang dan menyelimuti badan yang lebih muda dengan selimut hingga sebatas bahu.

Chan menatap meja belajar Hyunjin. Ada buku dengan tulisan 'Dear Diary' tergeletak di sana.

Ah, jadi itu diary yang dibicarakan mama Hyunjin.

Chan pun berbalik, dia usap dan kecup sekilas kening Hyunjin sebelum pergi.

Sleep tight, sayang. Tunggu Mas nanti bakal jadiin kamu milik Mas seutuhnya.”