Sore itu, Chan dan Hyunjin sudah sampai di tempat tujuan. Yang mana hanya Chan yang tahu.

Mereka berdua pun keluar dari mobil milik Chan.

“Uh? Ini tempat wisata apa?”

Chan menggandeng tangan Hyunjin setelah selesai memarkirkan mobilnya.

“Ayo, masuk aja. Nanti kamu tau,” ucap Chan sembari mengajak Hyunjin menuju tempat untuk membeli tiket.


Membeli tiket sudah. Membeli snack dan minuman untuk disantap sembari berkeliling juga sudah.

“Brrr, kok dingin ya di sini,” Hyunjin merapatkan jaketnya.

Chan tersenyum, dia genggam erat tangan Hyunjin.

Sebuah tempat wisata taman bunga mereka kunjungi. Banyak kebun bunga dengan berbagai macam jenis di taman ini. Ada pula toko yang menjual bunga, toko souvenir, gubuk-gubuk untuk beristirahat, kolam-kolam yang indah, serta spot foto yang telah didekorasi sedemikian rupa.

Chan terus menggandeng tangan Hyunjin, membawa lelaki manis itu untuk berjalan menaiki tangga menaiki sebuah bukit kecil.

“Huhh mas, capek,” Hyunjin berhenti, napasnya tersenggal-senggal.

“Hihi capek, ya? Oke, kita istirahat dulu.”

Mereka berdua duduk di pinggir tangga. Chan memberi Hyunjin minuman, kemudian si cantik itu memakan snack dengan lahap.

“Kamu tau? Di puncak nanti ada kebun dandelion sama kebun daisy. Katanya di sana spotnya bagus banget. Kita nanti lihat sunset dari sana, oke?” Ujar Chan.

“Waaa, aku suka daisy..,” Hyunjin memasang mata layaknya anjing kecil yang lucu.

Chan mengelus puncak kepala Hyunjin. “Iya sayang, makanya nanti kita ke sana. Tinggal dikit lagi kok.”

Tiba-tiba Hyunjin berdiri.

“Ayo mas! Jalan lagi sekarang!”

Chan terkekeh. Hyunjin begitu menggemaskan.


Akhirnya Chan dan Hyunjin telah sampai di puncak tangga. Langit sudah berwarna jingga ketika mereka sudah berada di puncak sana.

“Waaahh..,” mulut Hyunjin menganga ketika menyaksikan hamparan padang bunga daisy di depan matanya.

“Mas ini bagus banget,” cicitnya pelan.

Chan mempererat genggamannya pada tangan Hyunjin. Senyumnya tak pernah hilang dari bibirnya.

“Suka?”

Hyunjin mengangguk cepat. “Suka banget! Aku sampe mau nangis,”

Chan pun mengajak Hyunjin untuk berjalan ke tengah. Keduanya berjalan beriringan di antara hamparan bunga daisy di bawah langit sore hari itu.

Terkadang Hyunjin akan berlari-lari dan melompat-lompat sambil memekik girang.

Pemandangan yang begitu meneduhkan bagi Chan. Keduanya tertawa, tersenyum, menikmati momen berharga ini.

Ketika langit menggelap, dua insan itu duduk di pinggiran bukit menghadap ufuk barat.

Hyunjin menyandarkan kepalanya pada pundak Chan sembari merapatkan jaketnya.

“Dingin?” Chan menoleh.

“Huum. Jadi lebih dingin dari tadi,” jawab Hyunjin.

Chan pun membawa Hyunjin ke dalam dekapannya, memeluk si manis itu erat untuk menyalurkan kehangatan. Tak peduli dengan beberapa orang yang mungkin melihat mereka berdua. Toh, dunia hanya milik mereka berdua.

Sebentar lagi matahari akan terbenam. Ah, mungkin ini saat yang tepat.

“Dek, mas ke toilet dulu sebentar boleh? Bentaarrr aja, kamu tunggu di sini nanti mas balik lagi. Ini kamu bawain kunci mobil mas,” ucap Chan, kemudian beranjak dari duduknya.

Hyunjin sedikit cemberut. “Hmm, oke. Cepet balik, ya.”


Chan segera berlari menuju toko bunga yang terletak di dekat puncak tangga. Dengan terburu-buru, dia masuk ke dalam toko itu.

“Mbak mbak! Ini saya yang titip gandum tadi, mau saya ambil sekarang,” ucapnya pada penjaga toko.

“Oh, iya Mas, ini,” penjaga toko itu memberikan sebuah buket gandum dengan pita yang mewah kepada Chan.

“Makasih banyak, ya, Mbak. Saya duluan.”

Chan berlari sekencang mungkin kembali ke tempat Hyunjin, tidak ingin melewatkan matahari terbenan.

Tepat ketika dirinya sudah sampai, matahari berada di ufuk barat, mendekati garis horizon.

Buket gandum itu dia sembunyikan di balik punggungnya.

“Dek Hyunjin,” panggilnya sembari mendekati Hyunjin.

“Eh, cepet banget?” Hyunjin menoleh.

“Hehe. Sini kamu berdiri.”

“Um?” Meskipun bingung kenapa Chan menyuruhnya berdiri, tetapi Hyunjin tetap melakukannya.

Lalu tiba-tiba Chan berlutut di hadapannya. Tangannya meraih tangan Hyunjin, lalu dia kecup.

“E-eh? M-mas?”

Kemudian dia buka telapak tangan Hyunjin, dia taruh buket gandum itu pada genggaman Hyunjin.

“M-mas? Ini a-apa?”

“Dek Hyunjin, jadi kekasih mas, mau, ya?”

“H-hah?” Hyunjin menatap Chan tidak percaya. Tangannya menggenggam buket gandum itu dengan gemetaran.

“Iya sayang, mas serius nembak kamu. Jadi pacar mas, ya? Mas nggak peduli kamu mau sayang sama mas atau enggak, tapi mas beneran mau kamu jadi miliknya mas. So, will you?

Air mata Hyunjin menetes. “M-mas..”

Sekali lagi Chan kecup punggung tangan Hyunjin, lalu dia berdiri dan membawa Hyunjin ke dalam pelukannya.

I love you, I really do. Kamu mau terima mas, kan?”

Hyunjin menyembunyikan wajahnya pada dada Chan.

“H-hiks.. ih! Kenapa pake nanya, sih?!” Hyunjin memukul lengan Chan.

So, your answer?

Hyunjin mendongak, dia tatap Chan dengan mata yang basah dan memerah. Kemudian dia mengangguk pelan.

“Mau,”

Chan tersenyum gembira.

“Huaaaa!!”

Chan sedikit tersentak ketika tiba-tiba Hyunjin menerjang tubuhnya, memeluknya erat sembari mencengkeram jaketnya.

“H-hiks, aku, aku juga sayang Mas.., aku udah nunggu saat kayak gini, Mas, hiks..”

Chan balas memeluk Hyunjin erat. “Well, now you're mine and I'm yours.

Mendengar itu Hyunjin menangis semakin kencang. Chan hanya terkekeh melihat tingkah menggemaskan kekasihnya itu, walaupun dia sedikit panik, takut orang yang melihat mereka mengira dia mengapa-apakan anak orang.

“Hiks.., um, tapi Mas,”

“Iya?”

“Kenapa harus pake gandum?”

“Hehe, itu..,”

Pada akhirnya mereka menyaksikan matahari terbenam dengan Chan yang menjelaskan makna dirinya memberi Hyunjin sebuah buket gandum seperti apa yang disarankan oleh Lino.