SUBWAY...

Tags: genderswitch, fem!hyunjin, dom!chan, sub!hyunjin, age gap, nsfw, public sex, sex on train, sneaky sex, quickie, chan and hyunjin are (not really) strangers, hyunjin is a student, chan is an office worker, groping, harsh and vulgar words, breast play, nipple play, a little bit of fingering, squirting

Words: 2,2K+

Pernah lihat film porno tentang seorang murid yang diperkosa di dalam kereta?

Hwang Hyunjin, seorang siswi 19 tahun yang sedang menjalani semester kedua kelas terakhirnya di SMA diam-diam suka menonton film semacam itu.

Pernahkah terbayang olehnya jika suatu saat hal itu terjadi padanya?


Sore hari, waktu umum bagi para pelajar tingkat menengah dan para pekerja untuk pulang setelah melakukan aktivitas seharian. Hyunjin salah satunya. Dengan jalan tergopoh-gopoh ia naiki kereta yang akan membawanya pada perjalanan pulang.

Hampir saja ia ketinggalan kereta jika dirinya tidak berlari kencang menuju stasiun. Untung saja ia jago lari, maka berlari bukanlah hal yang melelahkan baginya.

Sesak, cukup banyak orang menumpang di dalam kereta. Karena masuk di akhir, Hyunjin berakhir tidak kebagian tempat duduk. Maka terpaksa ia harus berdiri di dekat pintu.

Panas. AC di dalam gerbong tidak cukup untuk menyejukkannya karena padatnya manusia di sana. Hyunjin menghela napas. Keringat mengucur di pelipisnya, turun dan menetes dari ujung dagunya. Bahkan Hyunjin rasakan keringatnya mengalir pada sela-sela buah dadanya.

Sial. Pada saat berkeringat seperti ini, kenapa seragamnya yang sudah cukup ketat itu terasa lebih ketat?

“Hahh....,” desahnya lirih sembari mengelap keringat di pelipisnya. Rambut panjangnya yang semula diikat ponytail ia ubah menjadi messy bun.

Tak sadarkah Hyunjin jika ada yang diam-diam meliriknya, memperhatikannya ketika mengikat rambut?


Bang Chan, usianya 28 tahun. Pekerjaannya adalah sebagai pegawai kantoran. Bisa saja dia membeli kendaraan pribadi dan pulang pergi dengan kendaraan itu, tetapi dia memilih untuk menggunakan transportasi umum. Selain malas mengurus surat-surat, mengurangi kemacetan adalah salah satu alasan yang Chan pikirkan.

Dan beberapa jarak dari dirinya, seorang bidadari ia lihat. Perawakannya jenjang, lekukan tubuhnya indah, pantat dan dada yang terlihat bulat walau tertutup seragam sekolah ketat dan rok yang panjangnya hanya setengah paha.

Seragam sekolah macam apa itu? Kenapa terlihat seperti pakaian yang dikenakan aktris-aktris film porno yang biasa ia lihat?

Oh, dan lihatlah beberapa bagian seragamnya yang basah karena keringat, menjiplak lekuk tubuhnya yang elok itu. Hm, bahkan Chan dapat melihat tali bra berwarna ungu gelap dari balik seragam putih itu.

Setelah berpikir untuk beberapa saat, Chan pun mendekati gadis itu. “Ekhem.”

Gadis itu menoleh sekilas, Chan berdiri di belakangnya. Lucu, walaupun gadis itu terlihat jenjang, ternyata tinggi si gadis tak lebih dari dagunya.

“Itu, maaf bra kamu nyeplak,” ucap Chan. “Jadi kalo boleh saya berdiri di sini buat tutupin biar gak keliatan orang-orang.”

“O-oh, m-maaf, um, dan, uh, t-terima kasih,” gadis itu terbata-bata, kelihatannya gugup bercampur malu.

Lalu keduanya diam. Berdiri dengan canggung pada posisi masing-masing. Berniat untuk basa-basi, Chan pun bertanya.

“Namanya siapa? Kelas berapa?”

“Saya Hyunjin, Pak. Kelas 12,” jawab gadis itu.

Chan berpikir sejenak, terlihat seperti mengingat-ingat sesuatu sebelum akhirnya mengangguk sebagai tanggapan. Setelah itu, suasana kembali canggung. Walaupun tak hening sama sekali karena beberapa penumpang yang bercengkerama.

Dengan posisi seperti ini, Chan dapat melihat gundukan di dada Hyunjin yang cukup besar itu. Ia perhatikan bagaimana tangan lentik sang gadis yang membuka satu kancing atas seragamnya, mungkin karena kegerahan.

Chan menelan ludahnya susah payah. Bagaimana tidak, dari sudut pandang seperti ini, ia dapat melihat belahan dada gadis itu dengan jelas.

Sintal. Pasti jika diremas akan terasa sangat kenyal.

Chan ingin. Ia ingin mencoba. Paling tidak memegangnya saja.

Lalu pandangan Chan turun, menuju bongkahan pantat Hyunjin. Tak terlalu besar, tetapi terlihat kencang dan menggemaskan. Chan ingat bagaimana dari jauh tadi ia melihat bagian belakang rok Hyunjin yang sedikit terangkat karena mengikuti lekuk tubuhnya. Lalu ketika gadis itu membungkuk, celana dalamnya akan mengintip dari balik rok.

Chan kira gadis-gadis sekolah akan mengenakan celana pendek di balik rok sebagai safety kalau-kalau rok mereka tersingkap, tetapi ternyata gadis bernama Hyunjin tidak melakukan hal itu.

“Maaf, permisi,” ada orang lewat di belakang punggung Chan.

Karena cukup padat orang di dalam gerbong, Chan harus memajukan badannya untuk memberi cukup ruang bagi orang itu. Ketika Chan majukan badannya, tentu saja ia akan menghimpit Hyunjin dengan pintu kereta.

Seperti mencuri kesempatan dalam kesempitan, Chan letakkan kedua lengannya di antara pinggang Hyunjin dan menumpu pada pintu kereta. Kemudian ia dorong pelan pinggulnya hingga menempel pada pantat Hyunjin.

Dapat ia dengar sang gadis sedikit tersentak, namun juga tak memberikan perlawanan. Seperti pasrah saja diperlakukan seperti itu.

Hingga setelah orang yang tadi berlalu, selangkangan Chan masih menempel pada pantat Hyunjin. Entah kenapa posisinya seperti sangat pas. Jika saja tak ada kain yang melapisi, mungkin posisi penis Chan tepat berada pada sela-sela pantat dan selangkangan Hyunjin.

Chan melirik Hyunjin, ia lihat gadis itu menggigit bibirnya. Jari-jari lentiknya juga bergerak-gerak gelisah. Mengerti dengan situasi ini, Chan tergerak ingin memulai.

“Hyunjin, maaf saya penasaran. Kalo kamu nggak nyaman boleh nggak usah dijawab pertanyaan saya, ya. Ehm, kamu udah pernah nonton porno?”


Kaget tentu saja. Seorang pria asing tiba-tiba menanyainya pertanyaan semacam itu.

“Uh, um, sudah pernah sih, Pak,” namun anehnya Hyunjin tertantang untuk menjawab pertanyaan itu.

“Pernah nonton yang tentang gadis diperkosa di kereta?” Pria bernama Chan itu bertanya lagi.

Oh, andai Chan tahu jika film porno semacam itu adalah favorit Hyunjin. Dan Hyunjin mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan pria itu.

Lalu Hyunjin merasakan tangan Chan mengelus pinggangnya. “Gimana menurut kamu? Kalo misalnya hal kayak gitu terjadi ke kamu?” Pria itu mendekatkan mulutnya pada telinganya, berbisik.

“B-bapak emangnya mau perkosa saya?”

Demi palung Mariana yang dalam, Hwang Hyunjin. Pertanyaan macam apa itu?

Chan terkekeh. “Tergantung jawaban kamu. Mau diperkosa apa enggak. Eh, tapi kalo mau diperkosa jadinya bukan diperkosa, dong. Kan dua-duanya consent.”

Kemudian tiba-tiba tangan besar Chan sudah berada pada dua buah dadanya. Diremasnya bongkahan miliknya pelan, lalu dimainkan seperti menguleni sebuah adonan roti.

Hyunjin memang belum mengatakan kepada Chan bahwa ia memberi izin pria itu untuk menyentuhnya, tapi dengan bagaimana ia tidak menolak sudah cukup memberi kejelasan kepada Chan.

Ia suka disentuh seperti itu.

Kemudian tangan Chan bergerak untuk melepas seluruh kancing seragamnya.

“Uh.., Pak?” Hyunjin menahan tangan Chan, tapi pria itu tidak menggubris. Pria itu kembali meremas payudaranya yang masih terbalut bra.

Hyunjin menunduk. Bagaimana jika orang-orang melihatnya? Dia akan malu tentu saja. Tapi di sisi lain ia sama sekali tak mau menolak disentuh seperti ini. Rasanya terlalu memabukkan, dan ia telah menunggu lama untuk tahu rasanya disentuh.

“Pak.., nanti ada yang liat...,” gumam Hyunjin, suaranya sedikit terengah-engah karena rangsangan yang diberi oleh Chan.

“Gak ada, liat, semuanya sibuk sama urusan masing-masing. Asal kita diem, kamu diem, gak akan ada yang tau,” jawab Chan.

Baiklah, Hyunjin memilih untuk menurut. Lagi pula ia sudah terlalu terangsang jika harus menyelesaikan kegiatan seksual ini. Ia butuh pelepasan jika tak ingin pulang dalam keadaan sangat sangat needy.

Sementara Chan, pria itu masih sibuk meremas-remas payudara Hyunjin. Terkadang mulutnya akan mencumbu leher jenjang Hyunjin, memberi tanda-tanda tipis di sana.

Kemudian tanpa melepas bra milik sang gadis, Chan menarik keluar dua buah dada Hyunjin. Hyunjin sedikit tersentak, secara refleks buru-buru menutupi dadanya itu. Namun tentu saja pergerakan tangannya ditahan oleh Chan. Payudaranya kini terekspos tanpa balutan apa-apa dengan puting yang sudah menegak sempurna.

Sesekali Hyunjin loloskan desahan lirih ketika ujung putingnya bersentuhan dengan pintu kereta yang dingin. Dan Chan masih terus remas payudaranya itu dengan gemas.

Hyunjin tak bisa menahan desahannya ketika jari Chan beralih untuk memainkan putingnya. Buru-buru ia tutup mulutnya dengan kedua tangannya rapat-rapat agar tidak menimbulkan suara yang menarik perhatian. Susah payah ia tahan agar tak mendesah keras kala putingnya dielus menggunakan ibu jari, kemudian dipelintir, sedikit ditarik, dan disentil main-main.

“Pak...,” rengek Hyunjin.

“Hm?”

Hyunjin hanya mendesah lirih. Sungguh, ia tak tahan dengan sensasi nikmat sekaligus menegangkan yang ia rasakan.

“Sekarang ganti ini, ya?” Satu tangan Chan menyusup masuk ke dalam rok Hyunjin, menggenggam selangkangannya yang masih tertutup celana dalam.

“Ah!” Pekik Hyunjin tanpa suara.

Chan remas dan pijit perlahan vagina Hyunjin dari balik celana dalamnya. Kemudian tangannya menelusup masuk ke dalam kain tipis itu, membelai vagina sang gadis. Dapat ia rasakan bulu-bulu halus tipis di pada permukaan halus itu.

“Uh, Pak.., jangan.., s-saya belum s-shaving..”

Chan kecup telinga Hyunjin. “Saya nggak masalah. Yang penting ini,” Chan elus bibir vagina Hyunjin. “Masih bisa dimasukin.”

“Ahh,” Hyunjin memejamkan matanya.

Tak banyak waktu yang mereka punya di dalam kereta. Maka dari itu, langsung saja Chan turunkan celana dalam Hyunjin. Ia dorong masuk dua jarinya ke dalam lubang vagina Hyunjin yang sudah sangat basah itu.

“Udah pernah gini?”

Hyunjin menggeleng. “Um, c-cuma pernah m-main sendiri..”

Pantas, Chan sudah bisa menebak. Terlihat dengan bagaimana gadis itu menikmati setiap sentuhannya, sudah familiar dengan hal semacam ini.

Dan Chan tidak perlu melebarkan lubang Hyunjin. Pria itu buka ikat pinggang dan resleting celananya. Ia turunkan sedikit untuk mengeluarkan penisnya yang sudah mengeras, berdiri tegak.

“P-pak.. ini b-beneran?” Hyunjin menoleh ke belakang.

“Udah sejauh ini, masa nggak dilanjutin sampai selesai?”

Pak Chan, sungguh Hyunjin ingin. Hanya saja tadi, ada sekelebat rasa takut muncul di benak anak itu. Tapi ya sudah, toh sudah terlanjur sejauh ini. Ibaratnya tinggal dimasukkan saja.

Dan benar saja, perlahan Chan masukkan penisnya ke dalam lubang vagina Hyunjin dari balik rok gadis itu. Hanya kepala awalnya, ia biarkan sang gadis terbiasa dulu, pasalnya ukuran miliknya tak bisa dibilang kecil.

Chan pegang erat pinggang ramping Hyunjin, sedikit ia tarik agar punggung sang gadis melengkung ke atas. Agar lubangnya lebih mudah ia akses, juga agar terlihat lebih seksi, tentu saja.

Kemudian Chan dorong pinggulnya pelan-pelan agar penisnya masuk ke dalam lubang Hyunjin. Perlahan hingga seluruh batang berhasil masuk.

Hyunjin terengah-engah. Ia mendongak, matanya mulai berair. Berkali-kali ia gigit bibirnya sembari jemarinya mencengkeram erat handle pintu kereta yang untungnya dikunci.

Beberapa orang menoleh sekilas ke arah mereka. Buru-buru Hyunjin masukkan kembali payudaranya ke dalam bra, ia pegang ujung roknya, berharap tak ada yang melihat kalau di balik sana ia sedang dihajar.

Chan bergerak perlahan namun dalam. Temponya lambat, namun tumbukannya tepat sasaran. Dan Hyunjin hampir menangis karena hal itu. Nikmat, ia ingin lagi dan lagi. Tak pernah ia kira, persetubuhan pertama kalinya akan terjadi di dalam kereta, dalam keramaian.

“Sayang, cantik banget kamu,” bisik Chan sembari terus bergerilya.

Hyunjin hanya bisa mendesah tanpa suara. Sesak di tenggorokan sebenarnya, tapi apa boleh buat? Jika ia loloskan desahannya, maka perhatian semua orang akan beralih kepada mereka.

“Ungh! Uh..., Pak..,” tangan Hyunjin meraih celana Chan, ia cengkeram. Tak tahan ia menahan bagaimana pria itu menumbuk G spot-nya berkali-kali.

“Sini sayang,” Chan ulurkan satu tangannya untuk meraih sebelah payudara Hyunjin. Yang awalnya sudah tertutup oleh bra, kini ia keluarkan lagi. Dan Hyunjin pasrah saja. Pikirannya kosong, akal sehatnya direnggut oleh permainan Chan.

“Ahh..,” desahnya kala pria yang lebih tua meremas-remas payudaranya. Kini pria itu menambah tempo gerakannya, dan Hyunjin menggila.

“Suka sayang?” Lagi, Chan berbisik. “Kapan-kapan mau main lagi?”

Hyunjin mengangguk. Entah itu tanda mengiyakan atau tidak, Hyunjin sendiri tidak tahu. Saat ini Hyunjin benar-benar tak bisa berpikir apa-apa.

Lalu tangan Chan yang lain menyelinap masuk ke dalam roknya. Pria itu menyibak bibir vagina atasnya untuk mencari letak klitorisnya. Setelah berhasil ditemukan, biji yang sedikit membengkak itu ia elus dengan ibu jarinya.

“Ah- Pak!” Hyunjin memekik lirih.

Namun Chan tak peduli. Terus saja ia tumbuk titik di dalam sana sementara jemarinya mempermainkan klitoris sang gadis.

Kaki Hyunjin bergetar, ia tutup pahanya karena merasakan sesuatu seperti akan keluar dari vaginanya.

Napasnya makin terengah, dadanya bergemuruh. Kedua tangannya menutup rapat mulutnya. Gejolak di bawah perutnya semakin menjadi-jadi.

Hyunjin semakin dekat. Dan Chan semakin gerilya.

“Pak tunggu-ah! Pak-nghh.., Pak-ahh!”

Chan tarik penisnya keluar ketika merasakan benda cair yang mendorongnya. Dada Chan ikut bergemuruh melihat pemandangan itu. Bagian bawah pintu kereta dan lantai di sekitar mereka basah karena guyuran dari vagina Hyunjin.

“Ahh..,” desah Hyunjin dengan nada sedikit merengek. Ia rasakan paha dalamnya yang basah karena cairan itu. Takut-takut ia menoleh ke belakang.

“Pak.., i-ini gimana?” Suaranya sedikit bergetar.

Lalu Chan elus rambut Hyunjin yang berkeringat. “Gak papa. Kalo ditanyain, bilang aja itu minum kamu tumpah. Kita lanjutin sedikit lagi, ya?”

Hyunjin pun mengangguk.

Maka dari itu Chan kembali masukkan penisnya ke dalam vagina Hyunjin, ia setubuhi gadis itu sekali lagi. Tak butuh waktu lama untuk Chan dekat pada puncaknya. Sebelum ia keluar, ia singkap rok Hyunjin hingga pantatnya terekspos. Kemudian ia keluarkan penisnya, ia kocok sebelum akhirnya ia semburkan spermanya pada pantat sang gadis.

Lalu tak lama kemudian, Hyunjin squirt untuk yang kedua kalinya.

Napas keduanya terengah-engah. Hampir saja tubuh Hyunjin merosot jika saja Chan tidak menahannya.

“Pak..,” Hyunjin terkulai, dengan naluriah Chan dekap badan yang lemas seperti tak bertulang itu.

“Makasih banyak, Sayang. Kapan-kapan kita boleh ketemu lagi? Kamu tinggal sendirian apa masih sama orang tua?” Chan berkata.

Hyunjin menggeleng. “Sendirian, aku ngekos.”

Kesempatan bagus. “Kapan-kapan saya main ke kos kamu boleh?”

Hyunjin mengangguk saja. Setelah itu, keduanya bertukar kontak. Dan bel kereta berbunyi tak lama kemudian, pengumuman menyerukan bahwa mereka akan sampai pada stasiun tempat Hyunjin turun. Sebelum Hyunjin turun, Chan melepas jasnya untuk ia berikan pada Hyunjin.

“Itu, jas saya kamu pake aja. Bawa pulang dulu. Buat nutupin badan kamu nyeplak semua, keringetan soalnya,” kata pria itu.

Hyunjin tersenyum sekilas. “Makasih, Pak.”

Dan tibalah mereka pada stasiun tempat Hyunjin turun. Pintu kereta terbuka, sebelum Hyunjin turun ia sempatkan untuk pamit kepada Chan.

Chan lihat punggung si gadis cantik yang semakin menghilang ditelan keramaian. Pertemuan yang tak terduga.

“Hyunjin udah tumbuh jadi gadis yang cantik. Udah gede ya, sekarang. Udah ngerti barang-barang jorok,” gumamnya dalam hati.