A Little Dirty Secret at the Workshop
fem!satoru x suguru x sukuna x toji
tags: genderswap, 4some, gangbang, local porn, local dirty talk, dirty thoughts, fantasizing, age gap, subtle teasing, semi public sex, virgin sex, fingering, pussy licking, dick sucking, blowjob, facial, satoru is shy but secretly slutty here, it's a little bit of comedy, porn with plot, out of character (OOC), informal dialogue, automotive themed
Words: 4,2K+
All casts belong too Gege Akutami. Enjoy!
Sudah beberapa hari berlalu sejak kejadian Satoru kehujanan yang berakhir dibawa ke kediaman Toji. Oh, tentang motor Satoru, tenang, dia sudah baik-baik saja. Kondisinya sudah prima dan siap digunakan untuk touring nonstop dari Sabang sampai Merauke saking primanya.
Setelah peristiwa beberapa hari yang lalu itu, jujur saja Satoru jadi sering kepikiran tentang mas-mas bengkel yang kemarin memperbaiki motornya itu. Satoru itu anak yang tergolong jarang keluar rumah. Keluar hanya untuk ke kampus, beli jajan, disuruh mamah ke minimarket, main ke mall saat weekend, dan ke cafe untuk nongkrong dengan teman-temannya. Selain itu, sebagian besar waktunya dia habiskan di rumah. Wajar saja kalau orang yang dia temui ya hanya itu-itu saja. Istilahnya, dia mainnya kurang jauh.
Sampai-sampai ketika dia bertemu dengan mas-mas bengkel kemarin, dia membatin, 'Oh.. mas-mas bengkel ternyata ada yang ganteng juga.. aku kira yang di bengkel tuh cuma bapak-bapak.'
Tidak dong sayang, mas-mas bengkel banyak yang ganteng kok. ;)
Berhari-hari Satoru masih kepikiran tentang cara mas yang gondrong (Suguru) dan mas yang mohawk (Sukuna) mengerjakan motornya. Bisepnya, pundaknya, lengan dan urat-uratnya, semua mengkilap karena keringat, juga otot punggungnya yang nyeplak di balik kaos yang mereka kenakan.
Oh, omong-omong Satoru juga tidak lupa tentang om-om tinggi besar yang menyelamatkannya beberapa hari yang lalu itu (Toji). Walaupun si om juga terlihat cukup menarik, ganteng juga, lumayan, kalau kata Satoru, tapi jujur saja Satoru masih takut-takut kalau sama om-om. Jadi setiap kali bayangan Om Toji muncul di otaknya, Satoru cepat-cepat menepis.
Dia bakal cemberut dan menggerutu, 'Ih, gak mau sama om-om!'
Hehe. Iya, kah, sayang? Kita lihat saja nanti.
Hari itu Satoru merasa ada dorongan pengen ketemu dengan mas-mas bengkel ganteng itu. Tapi Satoru tidak punya alasan buat datang ke sana. Masa iya, dia harus pura-pura kendaraannya rusak lagi?
Memutar otak, akhirnya Satoru punya ide.
“Papa!” Dia lari keliling rumah untuk mencari papanya.
Pak Gojo, papa Satoru muncul dari balik kamar beliau.
Satoru menaikkan alis ketika melihat penampilan papanya yang super duper rapi, seperti mau menghadiri rapat kedutaan besar.
“Wuih! Rapi amat,” celetuknya.
“Kok jadi Rapi Ahmat? Jelas-jelas ini Papa. Papa belom sekaya dia, ya, walaupun Papa lumayan kaya, sih,” sengaja, Pak Gojo mengangkat lengan dan memamerkan jam tangan Relox Hulk yang beliau pakai di pergelangan tangannya.
Satoru mendengus. Mulai, banyolan bapak-bapak.
“Mau kemana sih, Pa?” Tanya Satoru, basa-basi.
“Mau jemput Mama di tempat arisan. Habis itu sekalian lunch. Maaf ya, kamu gak diajak dulu. Ini acara kencan Papa sama Mama.”
Satoru mendelik, “Yeee siapa juga yang mau ikut. Tapi kalo gitu aku boleh main ya, Pa?”
“Kemana?”
“Ke tempat temen. Aku pinjem Paginale boleh?”
Pak Gojo langsung melotot. “Yakin, dek?”
“Why not? Toh aku bisa pakenya,” Satoru menyergah.
“Bukan gitunya, nak, tapi itu moge. Yakin kamu mau bawa ke jalan raya? Bisa beneran? Nanti kalau hilang kendali gimana? Itu motor tarikannya gak sama kayak Mmax-mu loh,” Naluri seorang ayah Pak Gojo pun muncul.
“Gak papa, Pa. Aku bisa kok. Nanti aku bawanya pelan-pelan,” jawab Satoru, meyakinkan papanya.
Pak Gojo diam sejenak. “Gak. Gak boleh. Kamu pake Mmax aja sampe bobrok gitu kemaren. Gimana mau pake Paginale. Pake Carrara aja. Biar lebih aman kalau tiba-tiba hujan. Kuncinya di tempat biasa.”
Dengan begitu, Pak Gojo kembali masuk ke kamar dan menutup pintunya, tak lagi mau mendengar protes dari anak perempuannya. Sementara Satoru, dia manyun. Bagaimana tidak kesal? Pengennya naik motor, malah disuruh naik mobil.
Ya sudahlah, apa boleh buat. Naik Porches 9II Carrara tidak buruk juga.
Jadi, sebenarnya niat Satoru main ke bengkel Om Toji membawa kendaraan keren itu untuk caper sekalian tebar pesona. Dia pikir, masih jarang ada cewek yang main pakai moge. Jadi dengan cara ini, dia berharap bisa menarik perhatian mas-mas ganteng yang kerja di bengkel Toji itu.
Dan dalih yang dia pakai awalnya adalah untuk konsultasi perawatan moge. Tapi gagal total karena tidak diperbolehkan mengendarai moge oleh papanya. Sehingga sekarang dalih yang dia pakai berganti menjadi, konsultasi perawatan sportscar.
Satoru pun melancarkan aksinya. Dia bergegas menuju bengkel Om Toji.
Setelah perjalanan sekitar 30 menit dari rumahnya, akhirnya dia sampai juga di lokasi. Perlahan dia parkirkan mobilnya di pinggir jalan, karena teras bengkel Om Toji penuh dengan motor yang antri untuk diservis.
Satoru merasa sedikit pengen nakal hari ini. Makanya dengan sengaja dia pakai kaos croptop ketat dan rok mini. Tapi dia tetap membawa jaket jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
Sebelum keluar dari mobil, dia lihat dulu keadaan bengkel Om Toji dari kaca mobilnya. Cukup ramai, beberapa orang sedang duduk di waiting room untuk menunggu kendaraannya diservis.
“Huh? Kak Gondrong sama Kak Mohawk mana, ya?” Satoru celingak-celinguk mencoba mencari keberadaan Suguru dan Sukuna.
Dia cemberut, karena tidak menemukan orang yang dia cari. Tapi kemudian dia melihat sosok Toji. Matanya bersinar lagi.
“Hehe, tanya Om itu aja, siapa tau ada,” dengan bersemangat, dia bergegas keluar dari mobilnya.
Oh, betapa orang-orang memperhatikan Satoru bagaikan supermodel yang sedang berjalan di catwalk. Cantik, tinggi semampai, pakaian seksi, plus keluar dari mobil kece yang super mahal. Siapa yang tidak terpana?
“Om Toji!”
Yang dipanggil kaget luar biasa. Bagaimana tidak? Tiba-tiba ada bidadari menghampirinya dan memanggil namanya.
“E-eh, adek cantik, kok kesini? Ada yang mau diservis lagi, ya?” Tanya pria yang berusia 40-an itu kepada Satoru.
“Nggak kok, Om. Aku mau konsultasi aja. Boleh, nggak?” Jawab Satoru.
Suara Satoru begitu nikmat masuk di telinga. Halus, terdengar sedikit centil, manja, dan menggemaskan. Duh, siapa yang tidak meleleh, coba? Sampai-sampai klien yang tadinya sedang ngobrol dengan Toji ikut senyum-senyum seperti orang gila saat mendengar suara indah Satoru.
“Aduh adek manis, ya boleh, dong. Mau konsultasi apa, nih?”
Satoru senyum-senyum malu. Entah kenapa di matanya hari ini Toji terlihat lebih menawan dari pada yang kemarin.
“Itu, aku kan baru dikasih pegang Porches Carrara sama Papa. Tapi aku kurang tau tentang maintenance-nya gimana, Om. Jadi aku mau konsultasi tentang itu,” Satoru menjawab lagi.
“Buset dah, Carrara lagi,” Toji terkekeh. “Iya boleh, nantian dikit tapi ya, manis, ngantri. Hehehe. Kamu boleh duduk dulu di sana. Ada teh sama kopi, kalau haus boleh diminum,” Toji menginstruksikan kepada Satoru untuk menunggu di VIP waiting room.
Satoru menurut. Tapi sebelum bergegas, Satoru menanyakan hal terpenting yang harus dia tanyakan.
“Om, Kak Gondrong sama Kak Mohawk mana?”
“Hah? Siape?” Toji cengo.
“Emm... itu,” Satoru menggaruk tengkuknya canggung. “Kakak yang kemarin servis motorku. Yang rambutnya gondrong sama mohawk, warna pink, tatoan.”
Tawa Toji meledak. “Oh, itu. Suguru sama Sukuna? Ada. Itu lagi kerjain mobil di dalem. Kebetulan nanti kalau mau konsultasi tentang mobil bisa ke mereka juga kalau mau. Jago mereka.”
Satoru terkekeh. “Hehe, iya, Kak Suguru sama Kak Sukuna maksudnya. Maaf Om, aku belom tau nama mereka. Um.., kalau gitu aku boleh nunggu di dalem aja.., boleh gak, Om?”
Toji menaikkan sebelah alisnya. “Oh? Mau liat mereka kerja, ya?”
Satoru mengalihkan muka malu-malu. “Ungg nggak gitu! A-anu, kayaknya di dalem lebih adem..”
Toji tertawa gemas melihat tingkah Satoru. Pun matanya yang sedari tadi curi-curi pandang pada gundukan yang menonjol di balik croptop ketat Satoru.
“Ya udah gak papa, tunggu di dalem aja. Di sana ada tempat duduk, kok. Temenin gih itu dua bujang biar makin semangat kerjanya. Hahaha. Dah ya, Om balik kerja dulu. Kamu masuk aja ke sana.”
Satoru mengangguk. Dia bergegas menghampiri tempat Suguru dan Sukuna bekerja. Jantungnya berdegup kencang, membayangkan hal-hal sedikit nakal yang mungkin akan terjadi.
Belum juga Satoru membuka mulut, tatapan Suguru dan Sukuna sudah menyambut kedatangan Satoru. Satoru makin gugup, dia menunduk malu-malu.
“Hei,” sapa Suguru, sejenak menghentikan pekerjaannya. Wajahnya sumringah.
“Halo kak,” Satoru menyapa balik.
“Kenapa nih, cantik, kok kesini?” Kali ini Sukuna yang berbasa-basi.
“Um.., mau konsultasi tentang mobil, Kak. Tadi sama Om Toji suruh nunggu di sini,” Satoru menjawab, malu-malu.
Gemas sekali. Suguru dan Sukuna punya pikiran yang sama, saat ini Satoru terlihat seperti kucing putih yang lucu, malu-malu dengan pipi yang merona kemerahan.
Seperti ingin menerkam rasanya.
“Oh, gitu. Ya udah. Gini aja, sambil ngobrol,” Jawab Sukuna. Pria itu berdiri, dia berjalan menuju pintu dan menutupnya.
“Kenapa ditutup, Na?” Itu suara Suguru.
Sukuna melirik Suguru, seakan mengisyaratkan hal yang hanya mereka berdua mengerti. Benar saja, Suguru tersenyum sekilas, lalu mengangguk.
Sukuna berjalan kembali, tapi kali ini dia duduk di sebelah Satoru. Sedikit terlalu dekat, hingga membuat Satoru sedikit tersentak.
“Sorry,” ucap Sukuna sambil tersenyum tipis. “Jadi mau konsul apa nih, exactly?“
Satoru terkesan, dalam hati dia membatin, 'Woah! Kak Mohawk bisa Bahasa Inggris!'
“Um.. itu, mobil aku kan Porches 9II Carrara, Kak. Pemakaiannya yang baik gimana ya biar gak cepet rusak? Terus maintenance-nya?”
Sukuna mengangguk. “Hmm, sportscar, ya? Well, selama mobilnya beli dalam kondisi baru, menurutku gak perlu banyak dikhawatirkan sih. Dipakai sewajarnya aja. Kalau servis, ikuti saran dari dealer. Atau bisa lihat di buku panduan. Kan ada tuh pedomannya, ganti oli di setiap berapa km, ganti filter udara, AC, itu setiap jangka waktu berapa, ganti kampas rem juga, itu semua ada pedomannya.”
Sukuna terkekeh melihat muka Satoru yang terlihat ngang-ngong.
“Gini deh, kalau gak mau ribet, kamu dateng ke service center Porches buat tanya baiknya setiap berapa bulan sekali harus check up rutinan. Waktu check up kamu minta buat cek semuanya ada masalah apa enggak. Udah gitu aja.”
“Biasanya cukup servis rutinan 6 bulan sampe 1 tahun sekali. Kalau pemakaian intens bisa setiap 6 bulan, kalau pemakaian biasa dan cenderung jarang, 1 tahun sekali cukup,” kali ini Suguru menambahkan.
“Itu biasanya kalau Porches, misal ada yang salah mobilnya pasti muncul peringatan. Kalau udah ada peringatan, baiknya bawa ke bengkel aja. Jangan asal bengkel, gak semua bengkel bisa servis mobil Eropa, apalagi sportscar,” Sukuna menambahkan lagi.
Satoru itu, sebenarnya dia sudah tau dan paham. Dia basa-basi menanya seperti itu hanya untuk modus saja. Jadi, penjelasan Sukuna dan Suguru tadi masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.
“Kalau servisnya di sini bisa nggak?” Celetuk Satoru, mengundang tawa Sukuna dan Suguru.
Suguru yang awalnya jongkok untuk memasang velg, sekarang dia berdiri dan kemudian duduk di moncong mobil yang sedang dia perbaiki. Tangannya dia silangkan di depan dada, matanya tertuju pada logo mobil yang terdapat di sebelah pahanya.
“Ini, yang kita perbaiki kan BMVV. Kalau BMVV bisa, mestinya Porches juga bisa,” jawab Suguru sambil menatap Satoru.
Tiba-tiba Sukuna mencondongkan badannya ke arah Satoru, membuat Satoru sedikit terkejut.
“Emang kenapa, sih? Kok kayaknya maunya di sini banget?” Suara Sukuna kini terdengar sedikit lebih dalam, pun terdapat seringaian tipis di bibirnya.
Buset, Satoru gugup setengah mati. “E-eh..., itu.., soalnya kenal sama Omnya..”
“Hm? Abah Toji, ya? Yah, kirain karena montirnya ganteng,” Sukuna pura-pura kecewa, padahal aslinya dia masih semangat ingin menggoda Satoru.
Saat ini mata Sukuna sudah jelalatan kemana-mana. Satoru sadar penuh diperhatikan seperti itu. Grogi, tapi jauh di dalam hati dia suka.
Oh, jangan lupakan bagian bawahnya yang mulai berkedut, padahal hanya ditatap oleh pria di sebelahnya.
“Hah.., gerah, gak sih?” Sukuna tiba-tiba melepas kaosnya. Satoru terkejut, tapi dia tidak melakukan protes apa-apa. Faktanya, matanya justru diam-diam melirik badan berotot Sukuna, yang terlihat makin seksi karena tato garis-garis di sana.
“Kamu gak gerah?” Tanya Sukuna ke Satoru.
“E-eh em, i-iya dikit,” jawab Satoru tergugup.
Sukuna memperhatikan paha Satoru yang pelan-pelan bergerak saling menggesek antara satu sama lain, terlihat sedikit gelisah. Dia menyeringai tipis, melirik Suguru sebentar sebelum matanya memperhatikan lagi gerakan paha Satoru.
Membaca situasi, Suguru yang berada di seberang Satoru perlahan melebarkan kakinya. Seperti sengaja memperlihatkan ada yang mulai bangun di sana.
Sukuna terkekeh kecil. Dia lirik Satoru, gadis manis itu mulai bernapas dengan berat dan pelan. Paha gadis itu makin bergerak gelisah. Dan Sukuna makin menyeringai ketika matanya mendapati terdapat dua titik menonjol di bagian dada Satoru, nyeplak dari balik croptopnya.
Suguru mengulum senyumnya ketika matanya juga menangkap puting Satoru yang mulai menegang.
Sukuna ikut melebarkan kakinya. Sesuatu di antara kedua kakinya bahkan lebih menonjol daripada punya Suguru.
“Satoru. Bener Satoru, kan namamu?”
Satoru mendongak saat Sukuna sebut namanya. “E-em, iya. Aku Satoru. Kenapa, kak?”
“Kamu umur berapa?”
“Um.., 21.”
Sukuna mengangguk. “Harusnya cewek umur segitu udah gak terlalu naif dong, buat paham apa yang bakal terjadi kalau kamu ditinggal sendirian di dalem ruangan tertutup sama dua cowok yang sama-sama dewasa.”
Sukuna memberi jeda, sebelum dia lanjutkan. “Belom lagi.., pakaian kamu. Crop top ketat, puting nyeplak, perut keliatan, rok mini yang cuma nutup ¼ paha kamu, dibuat nunduk aja pantat kamu pasti keliatan.”
Melihat Satoru tidak melontarkan perlawanan apa-apa, kini tangan Sukuna mulai berani menggerayangi paha Satoru.
“Na,” Suguru melihat itu memperingatkan.
“What? Come on, you want it too.”
Suguru hanya terkekeh mendengar sahutan Sukuna.
Sukuna kembali beralih pada Satoru. “Kamu gak ngelawan. Gak papa kan, cantik, kalau kita main-main dikit?”
Satoru cuma menunduk. Jujur dia ingin, tapi dia tidak yakin. Masih ada perasaan takut di lubuk hatinya. Tapi lain di hati, lain di nafsu. Bagian bawahnya makin berkedut, bahkan sekarang terasa sedikit becek.
“Hm? Diem berarti mau.”
Sukuna tersenyum nakal, sebelum tangannya pelan-pelan naik ke atas, kini menangkup sebelah buah dada Satoru.
“A-ah..”
Ternyata nafsu mengalahkan akal sehat Satoru. Dia menikmati sentuhan Sukuna.
“Oh, cantiknya..,” puji Sukuna, tangannya meremas lebih kuat buah dada Satoru. Kini dia menggunakan kedua tangannya untuk bermain-main dengan bongkahan menggemaskan itu.
Satoru memejamkan matanya. Ketika Sukuna mulai memainkan putingnya dari luar, Satoru meloloskan desahan yang cukup keras. Hingga ketika dia buka matanya, dia sudah melihat Suguru berjongkok di hadapannya.
“Ssstt,” pria itu meletakkan jari telunjuknya pada bibirnya. Sembari tersenyum, “Jangan keras-keras. Nanti kedengeran dari luar.”
Benar, Satoru seketika sadar kalau dirinya masih berada di bengkel. Dia langsung membungkam mulutnya dengan kedua tangannya.
Namun tampaknya Sukuna tidak mendukung hal itu, jarinya makin nakal memelintir dan menggaruk puting Satoru.
“Hmp- hm- hngg..,” sekuat tenaga Satoru mencoba menahan desahannya.
Suguru terkekeh. “Kasian tau, Na.”
Kontradiktif dengan ucapannya, justru pria gondrong itu kini membuka kedua paha Satoru lebar-lebar. Ia dekatkan mukanya di antara kedua paha itu, membuat Satoru membelalakkan matanya.
“K-kak tunggu..”
Menutup telinga, Suguru pelan-pelan mencium area vagina Satoru yang masih dilapisi celana dalam. Satoru menggelinjang, dan Suguru kegirangan melihat reaksi Satoru. Kini dia gunakan lidahnya untuk menyapu area itu dari bawah ke atas, lalu berputar-putar di area klitoris.
“Ahh..,” Satoru tidak lagi mampu menahan desahannya.
Takut-takut gadis itu mendesah terlalu kencang, Sukuna segera meraup bibir Satoru. Dia kulum dengan panas bibir sang gadis sembari tangannya kini perlahan mengangkat croptop yang dikenakaan gadis itu.
Payudara berukuran sedang itu kini terekspos di depan mata Sukuna dan Suguru. Sebuah bra tanpa cup menyangga buah dada cantik itu. Dengan lapar, Sukuna segera melahapnya. Mengulum putingnya, memainkan lidahnya di sana. Tangannya masih meremas-remas dengan gemas.
Sedangkan Suguru di bawah sana, dia gunakan jarinya untuk mengusap-usap vagina Satoru yang masih dilapisi celana dalam. Hingga saat Satoru mendesah dan menggelinjang makin hebat, Suguru menarik ke bawah celana berenda yang dikenakaan gadis itu.
Sebuah vagina merah muda terang terpampang nyata di hadapannya. Masih sempit, terlihat jelas belum terjamah sama sekali. Suguru membuka perlahan labia Satoru, kemudian dia sapu bagian tubuh itu dengan lidahnya. Dia jilat dan hisap vagina gadis itu seperti binatang yang lapar.
Satoru seperti gila. Masih seperti ini saja, rasanya sudah seperti melayang ke langit tujuh. Dia tak berhenti mendesah, walau dengan suara pelan karena takut terdengar dari luar.
Suguru kini perlahan memasukkan satu jari ke dalam vagina Satoru. Gadis itu memekik, sepertinya sedikit kesakitan.
“Rileks, sayang. Kakak bantu longgarin,” ucap Suguru, pelan-pelan mendorong jarinya makin dalam.
Setelah Satoru lebih rileks, dia mulai menggerakkan jarinya keluar masuk untuk melonggarkan dinding vagina Satoru.
“Ahh.. ahh.. e-enak..”
Suguru dan Sukuna tersenyum mendengar desahan Satoru.
“Iya sayang, enak. Makanya, mau ya, dibikin lebih enak lagi?” Sukuna berbisik di telinga Satoru sebelum dia cium dan hisap leher jenjang Satoru.
“A-ahh mau,” Satoru mengangguk dan mendesah manja.
Suguru dan Sukuna terkekeh.
“Good girl,” ucap Suguru sebelum dia ciumi paha dalam Satoru.
Melihat Satoru makin menikmati, Suguru memutuskan untuk menambah satu lagi jari ke dalam vagina Satoru. Sepertinya gadis itu tak lagi kesakitan, justru vaginanya kini mengeluarkan semakin banyak cairan manis yang begitu Suguru suka.
Tak tahan, Suguru hisap cairan Satoru sembari kedua jarinya masih bergerak keluar masuk.
Sedangkan Sukuna, pria itu kini mulai menurunkan celananya. Penis besar yang sudah bangun dengan tegak paripurna itu dia dekatkan pada mulut Satoru.
Lagi-lagi dia terkekeh melihat ekspresi terkejut Satoru. “Baru pertama kali liat burungnya cowok, ya?”
Satoru tidak menjawab, tangannya malu-malu meraih batang keras milik Sukuna.
“Pinter,” puji Sukuna, mengusap rambut Satoru sembari perlahan mendorong pinggulnya ke depan, membuat kepala penisnya menabrak mulut Satoru.
“Ayo sayang, diemut permennya, suka permen, kan?” Dengan jahil Sukuna berkata. Bahkan ucapannya sampai menggundang tawa renyah dari Suguru.
Satoru manyun malu-malu, tapi akhirnya tetap dia masukkan kepala penis Sukuna ke mulutnya.
“Aahh.. sialan, enak banget,” desah Sukuna.
Dia biarkan Satoru bermain-main dengan penisnya, membiarkan mulut gadis itu terbiasa dengan ukuran dan bentuk dari penisnya. Saat Satoru pelan-pelan memasukkan penis Sukuna lebih dalam, Sukuna ikut mendorong pinggulnya dan menggerakkannya maju mundur.
“Ahh.. bajingan. Enak. Sampe kayak pengen mati gue saking enaknya.”
Ucapan provokatif Sukuna membuat Suguru iri, pria itu kini menurunkan celananya untuk membebaskan penisnya yang tak kalah besar dan keras dari milik Sukuna.
Dia kocok batang miliknya, kemudian dia gesek-gesekkan pada bukaan milik Satoru di bawah sana.
“Nghh..,” Satoru mendesah, suaranya bergetar di antara penis Sukuna di dalam mulutnya.
Tak tahan lagi, Suguru pelan-pelan mendorong penisnya memasuki lubang Satoru. Sang gadis reflek memekik, sedangkan Suguru merasakan kepuasan sendiri ketika melihat sedikit darah mengotori batangnya.
Dia bangga menjadi pria yang pertama bagi Satoru.
Suguru diam sejenak, membiarkan vagina Satoru menyesuaikan diri dengan penisnya. Desahan keluar dari mulutnya merasakan bagaimana dinding Satoru meremas-remas batang penisnya.
“Aku gerak ya, sayang?” Tanya Suguru pada Satoru, direspon dengan anggukan lemah dari sang gadis.
Dengan begitu, Suguru mulai mengerakkan pinggulnya maju mundur. Tangannya memegang kedua paha Satoru, dia menunduk untuk menghisap puting Satoru.
Sukuna menarik penisnya keluar sejenak untuk memberi kesempatan Satoru untuk mengambil napas. Lantas, desahan-desahan indah langsung keluar dengan bebas dari mulut si cantik.
Baik Suguru dan Sukuna mengerang mendengar desahan cantik nan erotis itu. Suguru bergerak semakin cepat, Sementara Sukuna mengocok penisnya sendiri sambil menggesek-gesekkan kepala penisnya pada puting Satoru.
Suguru menaikkan tempo gerakannya, bersamaan dengan itu Sukuna kembali memasukkan penisnya ke dalam mulut Satoru. Kedua pria itu menghajar goa hangat satoru dengan ritme yang selaras.
Satoru sudah benar-benar pasrah. Bukan pasrah karena apa-apa, tetapi karena tubuhnya merasakan sensasi nikmat yang luar biasa, perasaan baru yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
Rasa-rasanya, Satoru akan kecanduan dengan ini.
Dan saat itu juga, Suguru menggenjot vagina Satoru semakin dalam. Pria itu hampir mencapai klimaksnya. Sementara Sukuna, dia keluar lebih dulu. Sperma kentalnya memenuhi mulut Satoru, sisanya dia keluarkan di wajah Satoru.
Tak lama, Suguru menyusul Sukuna. Dia buru-buru mengeluarkan penisnya, dia kocok dan semburkan spermanya pada perut Satoru.
Ketiga manusia dewasa itu memenuhi ruangan dengan suara desahan dan erangan mereka.
Sukuna beranjak dari posisinya. Dia tepuk pundak Suguru. “Gantian,” katanya. Suguru menurut saja, toh dia juga ingin merasakan mulut Satoru.
Namun kelihatannya Sukuna bosan dengan posisi seperti ini. Dia gendong tubuh Satoru, dia turunkan menghadap hood mobil yang tadi sedang dia servis dengan suguru. Pria itu lalu membungkukkan punggung Satoru, dia berdiri di belakangnya dan menyibak roknya. Dia posisikan penisnya pada lipatan vagina Satoru, perlahan dia dorong pinggulnya hingga penisnya masuk dengan sempurna ke dalam vagina Satoru.
Satoru mendesah sampai ngiler. Ditusuk dari belakang memang beda rasanya.
Suguru tak tinggal diam. Dia raih dagu Satoru untuk menghadap selangkangannya. Dia sodorkan penisnya ke mulut Satoru agar dilahap oleh gadis itu.
Lagi-lagi Sukuna dan Suguru menghajar goa hangat Satoru secara bersamaan.
“Ahh.. bangsat,” umpat Sukuna, merasakan dinding vagina Satoru meremas-remas penisnya. “Sempit banget.”
“Ya, kan? Emang. Seenak itu. Ah.. gila. Kamu enak banget sayang,” Suguru menyahut. Tangannya membelai rambut Satoru, memberi senyum kepada gadis itu sebelum dia genggam rambut si cantik dan menggerakkan pinggulnya maju mundur.
“Ahh.. mulutnya gak kalah enak,” desah Suguru.
“Masih enakan memeknya,” jawab Sukuna, membuat Suguru terkekeh dan mengangguk setuju.
Suguru mengeluarkan penisnya dari mulut Satoru. Dia belai pipi si cantik yang sudah merona sempurna.
“Suka nggak, sayang?” Tanyanya.
Satoru mengangguk malu-malu. “Ung ung.., tapi.., pelan-pelan kalo masukin di mulut..”
Suguru tersenyum lembut, dia kecup bibir Satoru dan membelai rambutnya untuk menenangkan si cantik. “Iya maaf ya, nanti pelan-pelan. Kamu sih, seksi banget. Jadi kebablasan kita.”
Satoru cemberut lucu. “Bukan salahku. Aku udah dari lahir kayak gin- aahh!”
Genjotan keras tiba-tiba dari Sukuna di bawah sana membuat Satoru memekik. Suguru sontak menendang lutut Sukuna.
“Pelan-pelan anjir! Anak orang!”
“Aduh maap, kebablasan. Ih, ih, ih,” Sukuna menampar-tampar pantat Satoru dengan gemas. “Gemes banget habisnya.”
Masih asik bermain, tiba-tiba pintu terbuka. Ketiga orang disana lantas mematung.
“Woy ada apaan sih berisik amat- heh! Ngapain lu pada?! Astaga naga... anak customer langganan gue..”
Satoru masih menegang, panik, takut, kaget, khawatir, tapi tidak dengan Suguru dan Sukuna yang langsung rileks ketika mendengar suara siapa itu tadi.
Pria yang baru datang itu tadi lantas menutup pintu di belakangnya, dia kunci, dan berjalan menghampiri mereka bertiga.
“Hehe.. hai bah,” kekeh Suguru.
Toji, pria yang baru datang itu tadi menoyor kepala Sukuna dan Suguru.
“Buset dah buset, anak customer langganan gue malah dientot bareng-bareng. Mana di atas mobil orang lagi. Parah dah parah... gak ngajak-ngajak,” Toji melepas seluruh pakaiannya. Dia kocok penis setengah tegang miliknya.
“Minggir lu,” dia dorong pundak Sukuna yang masih belum selesai menyetubuhi Satoru.
“Yaelah bah gue belom selesai!” Protes pria mohawk itu.
“Ya selesein pake coli kek apa kek, gantian gue mau ngewe juga.”
Sukuna mengerang tidak suka, tapi cepat-cepat ditatap tajam oleh Toji. “Lu protes, gue pecat.”
“Hadeehhh,” Sukuna makin mengerang. Frustrasi karena belum puas merasakan vagina Satoru tapi sudah direbut oleh bosnya.
Baru saja Sukuna akan mendekat ke mulut Satoru, pria itu dicegah Suguru. “Jangan. Kasian. Mulutnya udah kecapekan tuh. Sampe robek dikit bibir dia.”
Melihat sedikit robekan di tepi bibir Satoru, Sukuna tertegun dan menghentikan niatnya. Mau tidak mau, akhrnya dia berdiri bersandar pada badan mobil sembari mengocok penisnya, matanya melihat bagaimana Satoru disetubuhi oleh Toji. Begitu juga dengan Suguru yang melakukan hal sama dengannya.
Toji membalik badan Satoru, kini gadis itu berbaring telentang. Toji mengangkat kaki Satoru, lalu dia buka lebar-lebar. Pria itu mengocok dan menggesekkan penisnya pada vagina Satoru hingga tegang sempurna sebelum perlahan dia dorong masuk.
Satoru mengerang lemah, penis Toji terasa sesak di dalam karena memang ukurannya yang lebih besar dari milik kedua pria montir tadi.
“Sakit ya, manis? Maaf ya, om bakal pelan-pelan,” ucap Toji, mengecup kening Satoru.
Satoru menggeleng. “Enggak.. capek..”
“Capek?” Ulang Toji lembut. “Yaudah kalo adek capek adek diem aja, nikmatin aja ya. Biar om yang bikin adek enak.”
Satoru mengangguk. Dia merengek pelan ketika Toji mulai bergerak. Melihat itu, Suguru terdorong untuk mendekat. Dia belai rambut Satoru, dia cium dan lumat dengan lembut bibir Satoru, sembari satu tangannya meremas lembut payudara Satoru.
“Nghh.. Kakak,” Satoru merengek lagi.
“Iya, Kakak di sini,” jawab Suguru lembut.
Sukuna yang menyaksikan pun berpikir, oh, mungkin Satoru memang lebih suka dilembutin daripada di kasarin. Dia pun ikut mendekati Satoru, dia belai dengan lembut lengan si cantik.
“Maaf ya kalo aku tadi terlalu kasar.”
Mendengar suara Sukuna, Satoru menoleh. Kemudian dia mengangguk. “Iya kak Sukuna, gak papa. Ahh.. om.. enak..”
Sial, masih sempet desah. Begitulah kira-kira batin Suguru dan Sukuna.
Sementara Toji tersenyum bangga, dia kecup paha Satoru sembari menggenjot wanita itu pelan tapi pasti. “Enak, kan? Iya dong, om, gitu loh. Om paling paham cara enakin perempuan. Gak kayak dua itu, masih bujang. Mana paham cara puasin perempuan.”
Mulai tengilnya.
Satoru terkekeh. “Tapi kak Suguru sama kak Sukuna juga enak tadi om.”
Mendengar itu Sukuna langsung menjulurkan lidah ke Toji untuk mengejek yang lebih tua. Sementara Suguru menaik turunkan alisnya bangga.
Toji mendengus sebal. Merasa tertantang, pria itu kini menggerakkan pinggulnya dengan sangat lihai. Penisnya menumbuk titik surgawi Satoru dengan tepat, membuat si cantik memekik dan menggelinjang keenakan.
Merasa bangga telah menemukan titik kenikmatan Satoru, Toji mulai menambah intensitas tumbukannya. Dia tumbuk berkali-kali tepat di titik itu hingga tubuh Satoru bergetar dan merinding.
Gadis itu keenakan sampai menangis.
“Pria yang berpengalaman itu tau dimana letak surga dunia perempuan. Sini sayang, ayo, keluarin buat om. Lepas,” ucap Toji lembut, penisnya masih menumbuk Satoru di titik itu sambil jarinya memainkan klitoris Satoru.
“A-ahh.. om.. aahh!”
Akhirnya, untuk pertama kali, Satoru merasakan orgasme. Seluruh badannya mengejang, kakinya bergetar, rasa nikmat memuncak hingga ke ubun-ubunnya. Sungguh luar biasa.
Toji tersenyum bangga. Dia kecup lembut perut Satoru sebelum menarik keluar penisnya. Dia kocok dan keluarkan spermanya di perut Satoru.
“Pinter.”
Dari sini, Suguru dan Sukuna yang menyaksikan hanya bisa pasrah menerima kekalahan mereka dari Toji. Ya, mereka akui, skill mereka dalam memuaskan wanita memang masih jauh jika dibanding dengan Toji.
Saking turn off-nya, penis kedua pria itu yang tadinya masih tegak, kini mulai melemas dan jatuh lunglai tak berdaya.
Sukuna menepuk dada Suguru. “Dah, dah, Sug. Balik kerja.”
Toji terkekeh dengan nada meledek, melihat kedua anak buahnya kembali memakai pakaian mereka dan melanjutkan pekerjaan seakan tidak terjadi apa-apa.
Kemudian dia mengalihkan perhatiannya ke Satoru. “Anak pinter. Kamu cantik banget sayang. Mau main sama om terus, gak? Nanti gantinya setiap kamu servis di sini, om gratisin. Biar uang saku dari papa bisa kamu tabung buat hal lain. Mau?”
Satoru terdiam, terlihat menimang-nimang. Dengan sabar Toji menunggu jawaban Satoru.
“Um.., tapi.., aku boleh main sama kak Suguru sama kak Sukuna juga, ya, om?”
Sukuna dan Suguru jelas mendengar jawaban Satoru. Mereka berdua sumringah. Yes! Setidaknya masih ada harapan.
Sementara Toji, pria itu mengangguk. “Iya, boleh dong sayang. Tapi om tetep prioritas. Paham?”
Satoru mengangguk lucu. “Ung! Paham om.”
Dan ya, seperti itulah kisah asal muasal Satoru bisa servis gratis selamanya di bengkel milik Toji.
END.
Thank you very much!