tulisan mamat

“Gak mau bagi gue, nih?”

Seungmin memalingkan punggungnya untuk membelakangi Jeongin.

“Hhh,” Jeongin hanya bisa menghela napas. Ia heran, bingung, kenapa, sih? Setelah mini heat—istilah buatan Lino—Seungmin jadi irit sekali bicara, mana pelit lagi?

Beberapa menit Jeongin dan Seungmin saling diam-diaman di bangku taman belakang kost. Seungmin duduk membelakangi Jeongin sembari menyantap permen milkita rasa melon, sedangkan Jeongin hanya duduk dengan pasrah.

“Kak Mo,” lalu Jeongin coba menyolek pinggang Seungmin.

“Apa, sih?”

“Bagi, dong. Itu milkitanya di kantong hoodie lu ada lima.. masa mau lu makan semua? Gue yang beliin anjir,” protes Jeongin.

Seungmin menoleh ke belakang. “Oh, jadi gak ikhlas beliinnya?”

“Bukan gitu..,” Jeongin mengurut batang hidungnya.

Beberapa saat kemudian Seungmin berdiri, tiba-tiba ia tarik tangan Jeongin, ia bawa lelaki beta itu naik ke lantai dua, tepatnya menuju kamarnya.

“Eh eh?” Bingung Jeongin ketika keduanya telah sampai di kamar Seungmin.

“Peluk boleh?” Ucap Seungmin, membuat Jeongin terkejut.

“Maksudnya?”

Kesal, lantas saja Seungmin terjang badan Jeongin, ia tidurkan kepalanya pada pundak yang lebih muda. “Tolol. Masa gak ngerti peluk.”

Jeongin masih memaku di tempatnya, tidak percaya Seungmin memeluknya secara tiba-tiba. Tapi perlahan ia peluk kembali badan sang omega yang terasa lebih kecil di badan pas-pasannya itu.

“Kak Mo, gue beta. Gak bisa scenting.

Seungmin menggeleng pelan. “Geer. Gue gak pengen scenting. Pengen peluk aja, bau lu enak.”

Beta tetaplah memiliki feromon, walaupun baunya tak setajam alpha maupun omega. Feromon dari beta pun cenderung berbau netral, tak terlalu earthy, spicy, dan woody seperti feromon alpha, maupun terlalu manis seperti feromon omega.

Seungmin pun memang bisa gila ketika mencium feromon alpha yang sedang rut, tetapi menurutnya feromon Jeongin yang paling bisa membuatnya tenang. Tidak terlalu kuat baunya, justru itu yang membuat Seungmin suka.

“Ada yang pernah ngatain bau lu kayak stella jeruk, gak?”

Mendengar itu, tawa Jeongin meledak. Matcha dan Bergamot, itu adalah feromon milik Jeongin.

“Kenapa bisa mikir gitu, sih?”

Seungmin eratkan pelukannya pada badan Jeongin. Ia lesakkan wajahnya semakin dalam pada ceruk leher sang beta. “Bau lu kan citrus, siapa tau pas marah ada yang cium bau lu kayak stella jeruk.”

Jeongin tertawa lagi. “Selama ini gak ada, sih. Cuma pernah dikatain Kak Hyunjin bau gue kayak minyak kayu putih.”

“Mmmm,” gumam Seungmin. “Bau matchanya sih, emang rada kayak minyak kayu putih, kadang. Pas lu marah. Tapi masih enak di hidung gue.”

Kemudian Jeongin bawa tubuh Seungmin untuk duduk di ranjang. Pegel juga di kaki kalau harus terus-terusan berdiri. Setelah sampai di ranjang, Seungmin langsung menidurkan kepalanya pada paha Jeongin. Jeongin biarkan begitu saja Seungmin melakukan sesuatu sesuka hatinya.

Feromon manis menguar dari tubuh Seungmin. Bubblegum dan Vanilla. Bau yang sangat dessert sekali. Kalau saja Jeongin adalah alpha, mungkin ia tak akan bisa menahan diri untuk tak memakan Seungmin saat itu juga. Untung dirinya adalah beta. Sehingga aroma manis dari Seungmin tak cukup mampu membuatnya terangsang dan lepas kendali.

Tapi kalau ditanya sukakah dia dengan feromon sang omega? Jawabannya jelas, iya. Jeongin menyukai bau Seungmin. Ia bisa kenyang hanya dengan menghirup dalam-dalam bau manis itu.

“Kak Mo.”

“Hm?”

“Pas lu mini heat tadi, kenapa yang lu chat gue? Maksudnya kan ada yang lain gitu, kenapa harus gue? Tanya doang ini, jangan sensi lu.”

Seungmin memainkan tali hoodie Jeongin yang menjuntai. “Gak tau. Kepikirannya elu. Gue kan pas tadi gak bisa mikir panjang, jadi ya apa yang kepikiran aja.”

Jeongin menanggapi ucapan Seungmin dengan kekehan kecil. Lalu dalam hatinya ia mengira-ngira, apakah benar hanya itu alasan Seungmin?

Felix masih meringkuk di ranjangnya, walaupun kini keadaannya sudah jauh lebih baik. Ia dibantu Changbin untuk menenangkan dirinya. Dan kini sang pria sedang berada di balkon kamar Felix, telanjang dada. Satu batang rokok terselip di antara jari telunjuk dan jari tengahnya.

Cedarwood dan Clove. Feromon kepunyaan Changbin masih terasa menyelimuti seluruh ruangan kamar Felix.

Sebagian teman satu kostnya, terutama Hyunjin, menyebut feromon Changbin berbau seperti rokok. Mungkin karena pengaruh dari bau cengkeh dari feromon alpha itu. Tapi bagi Felix, feromon Changbin sama sekali tak berbau layaknya rokok. Aroma kayu aras dan cengkeh terasa segar dan menenangkan baginya.

“Kak Changbin,” Felix bangun dari ranjangnya, masih mengenakan celana dalam saja.

“Oit,” sahut Changbin.

“Kenapa ngerokok terus? Perasaan tadi pagi udah.”

Changbin kembali menyesap rokoknya. “Kamu gak suka asapnya?”

Felix mengambil selimut, lalu ia balut tubuh setengah telanjangnya dengan selimut itu. “Selain itu, ngaruh di bau kamu, Kak.”

“Oh ya?”

“Kalau Kak Changbin lagi marah atau bad mood, bau Kak Changbin emang jadi kayak rokok, sih. Bisa lebih pait dari itu, bahkan.”

Lalu Changbin mematikan rokoknya yang kebetulan sudah tinggal sedikit itu. “Emang dulu sebelom aku ngerokok kalo marah baunya gak kayak gitu?”

Felix menggeleng. “Baunya mirip resin.”

“Which one is better?”

Felix terkekeh kecil. “Paling baik Kak Changbin jangan marah, biar baunya wangi terus. Hihi.”

Melihat senyum manis Felix, Changbin tak bisa untuk tak ikut tersenyum. Ia pun melangkahkan kakinya masuk ke kamar Felix, ia terjang badan yang lebih kecil hingga keduanya jatuh ke ranjang milik Felix.

“Lu jangan gemes-gemes dong, ah.”

“Udah dari lahir?”

Lalu Changbin hujani wajah Felix dengan kecupan-kecupan ringan. Feromon manis kepunyaan Felix dapat ia hirup dalam-dalam. Dan ia berani bersumpah, feromon Felix adalah hal paling manis yang pernah ia temui di dunia.

Cotton Candy dan Chocolate. Changbin sembunyikan wajahnya pada ceruk leher Felix untuk menghirup dalam-dalam aroma manis milik sang omega.

“Kak Changbin, kalo aku lagi marah gimana baunya?” Felix berkata.

“Masih manis, tapi bau coklatnya jadi lebih mirip ke bau kopi. Bau permen kapasnya jadi kayak permen kapas kena air. Gak fluffy lagi.”

“Emang permen kapas yang masih fluffy sama permen kapas yang udah kena air baunya beda?” Felix memain-mainkan rambut Changbin, sesekali ia sisir.

“I don't know, menurutku beda baunya. Kayak, kalo permen kapas basah baunya lebih berat gitu. Ah, susah jelasinnya.”

Felix tertawa kecil.

Lalu Changbin mendongak. “Besok, liburan mau?”

“Liburan?” Felix menatap Changbin.

“Hahaha. Bukan liburan, sih. Istilahnya kita ngungsi bentar. Semingguan aja. You know, kalian para omega bisa kayak gitu tadi gara-gara ngebau feromon Om Lin, kan? Jadi, biar kita semua gak repot, kalian juga gak susah karena adanya kemungkinan jadwal heat kalian jadi berantakan, selama Om Lin rut kita ngungsi dulu,” Changbin menjelaskan.

“Pak Chan udah pesen guest house,” tambahnya.

Felix berkedip untuk beberapa saat, sebelum akhirnya membuka suara. “Mmm, okay! Pusing juga kalo harus ngebau feromon Om Lin terus, hehe.”

“Ahh!”

Changbin dan Felix saling bertatap mata ketika tiba-tiba terdengar suara desahan dari kamar sebelah.

Saat ini Chan, Changbin, dan Jeongin tengah berada di coffee shop dengan alasan menghindari keributan di kost.

“Kayaknya Om Lin beneran mau rut, deh,” Jeongin berbicara setelah menyedot kopinya.

Changbin mengangguk setuju. “Dia kalo mau rut sensian kan. Dia termasuk jarang rut, tapi sekalinya rut jujur iya jadi serem.”

“Umumnya alpha rut 2-3 kali setahun, kan? Selama ngekost sama dia, gue cuma liat dia rut sekali,” Chan menimpali, diikuti anggukan dari Changbin dan Jeongin.

“Makanya gue gak tau feromon dia apa. Gue baru bisa cium 'bau asli' feromon alpha sama omega kalo mereka lagi musim kawin. Kalo beta mah setiap hari sama baunya. Bau asli terus,” lanjutnya.

Changbin mengangguk lagi. “Sama.”

“Terus kenapa kemaren lu ledekin gue bau dupa kalo lu bisa cium bau asli gue?” Chan menoleh ke arah Changbin.

“Emang yang kemaren itu lu rut? Enggak kan? Di hidung gue emang bau dupa, Pak,” jawab Changbin.

Chan tidak menjawab, dia membuang muka sambil meneguk kopinya.

“Lu tau sesuatu tentang Om Lin sama Jiji gak Mas?” Jeongin bersuara. “Maksudnya, gue liat mereka kayak ada sesuatu. Kalian liat tadi terakhiran di gc mereka kek gimana.”

Changbin diam sejenak. “Hm, ini kalo gue kasih tau termasuk privasi gak ya?”

“Kalo emang privasi gak usah diceritain. Lama-lama bakal kebongkar juga kalo emang ada apa-apa,” sahut Chan. “Kek gak tau anak-anak gimana embernya.”


“YEAYYY!!! HAHAHAHA!!”

Tiga omega penghuni kost itu tengah bermain uno. Saat ini Seungmin yang kalah, diledek habis-habisan oleh Hyunjin dan Felix karena Seungmin harus menerima hukuman.

Apa itu hukumannya?

Mencucikan baju pemain yang menang selama satu minggu.

Seungmin pasrah saja, deh.

Ketika mereka hendak merapikan kartu uno yang berceceran di karpet, mendadak tubuh ketiganya menegang.

“Uhh..,” Felix mulai merintih. Mukanya memerah.

“Ini.., bau siapa?” Seungmin yang masih mampu mempertahankan kesadaran utuhnya bersuara. Tapi tak dapat dipungkiri, aroma pekat yang tercium ini begitu memancing hingga membuatnya pusing dan merinding di sekujur tubuh.

Sedangkan Hyunjin hanya diam, dia peluk erat kakinya sambil meringkuk. Rengekan-rengekan pelan keluar dari bibirnya yang bergetar.

Seungmin yang paling kuat berusaha menggoyang badan Hyunjin dan Felix, membantu kedua temannya untuk bangun.

“Guys, ayo ke atas aja. Kayaknya ini dari kamar Om Lin. Dia lagi rut.”

“Nghh...,” tapi Felix dan Hyunjin masih enggan bangun. Lebih tepatnya tak kuat untuk berdiri dan berjalan.

Feromon gaharu dan nilam yang menguar begitu terasa kuat dan memikat.

“Guys..,” Seungmin masih berusaha. Tapi kemudian dia ambil ponselnya untuk menelpon Jisung. Bermaksud untuk meminta bantuan pertama selama tiga anggota kost yang lain sedang keluar.

Tak ada jawaban. Panggilan masuk, tapi tidak dijawab.

“Jiji kemana sih..,” dan akhirnya Seungmin tak mampu menahan dinding pertahanannya. Ia ikut meringkuk bersama Hyunjin dan Felix.

Namun sebelumnya dia sempat meninggalkan pesan kepada Jeongin.

Tags: dom!toji, sub!hyunjin, jujutsu kaisen, stray kids, jujutsu kaisen & stray kids crossover, anime & kpop crossover, age gap, bahasa non baku, harsh words, toji isn't poor here, other skz members & jjk charas might be cameo, hyunjin has bad past, broken home, mention of suicide, (kinda) toxic relationship, unhealthy relationship, statutory rape, grooming, mention of underage sex, night club, alcohols, blowjob, fingering, public sexual activity, semi public sex, sweet ending (maybe)

Words: 3K+


Kalau dilihat dari sudut pandang kebanyakan orang, Hyunjin itu udah nggak waras. Gimana enggak? Usianya belum juga nginjak 22, istilahnya masih dewasa bau kencur. Tapi waktu ditanya tipenya, dia bakal jawab, “Minimal umur 40-an, lah. Paling minimal banget 35, itu masih bisa gue toleransi.”

Mencengangkan, ya nggak? Tapi di muka bumi ini ada 7 milyar manusia, manusia-manusia berjenis seperti Hyunjin pasti ada aja tersebar di berbagai penjuru dunia. Walaupun aneh, nggak lumrah, tapi mau gimana lagi kalau emang seleranya kayak gitu?

“Kemaren pas magang, bosnya beuh, kece cuy. Mau gue deketin tapi istrinya ke kantor setiap hari.”

Jisung hampir keselek pas denger ucapan Hyunjin. Salah sendiri, ketawa sambil minum coca cola.

Hyunjin ngupil. “Rambutnya blonde. Badannya bagus banget gila, kek proposional banget gitu loh. Gue bayangin nih Ji, ukuran burungnya berapa ya?”

“Lu itu sebenernya hunting cowo, yang lu liat sikapnya apa kontolnya, sih?” Tanya Jisung setelah dia kelar batuk-batuk.

“Sikapnya, lah! Tapi tetep, kontol, harta, visual, itu nomor satu. Kontol sama duitnya terutama.”

Jisung pun ngejitak Hyunjin. “Yeeee, lu mah,” lalu pemuda itu benerin posisi duduknya yang semula rebahan jadi duduk tegap, bersila di atas sofa. “Tapi yang lu bilang tadi kan udah punya istri. Bukannya lu suka cari yang duda?”

“Makanya itu gue gajadi deketin. Selain bukan duda, doi umurnya masih 32. Kurang tua,” Hyunjin nyahut.


Hyunjin itu semacam punya dua sisi. Terang dan gelap. Pagi sampe siang, sisi terang yang dia perlihatin. Magang jadi barista, seragam coffee shop yang dia pakai, senyum ramah dan manis yang dia tunjukin. Nampak kayak pemuda-pemuda pada umumnya. Tapi waktu malam, sisi gelap yang dia perlihatin. Kerja jadi waiter di club malam, baju ketat terbuka yang dia pakai, senyum nakal dan kerlingan mata manja yang dia tunjukin.

Hyunjin ini asalnya dari keluarga yang berantakan. Cukup tragis kisah hidupnya dulu. Bokap sama nyokapnya nggak pernah akur. Suatu hari mereka tengkar hebat, entah karena apa Hyunjin juga nggak paham. Tapi intinya, nyokapnya sampe bunuh diri. Dan nggak lama setelahnya, bokapnya ngilang entah ke mana.

Hyunjin jadi lontang-lantung, nggak keurus. Terpaksa dia harus putus sekolah dan lamar kerja di club malam demi nyambung hidupnya. Kenapa harus di club? Jelas-jelas saat itu dia masih di bawah umur.

Nggak ada tempat kerja mana pun yang mau nampung Hyunjin. Cobalah dia dateng ke club karena denger saran ngawur dari temennya, dan ternyata dia ditawarin buat kerja di sana. Hyunjin yang masih hancur, pikirannya nggak jernih, tentu langsung nerima tawaran itu. Karena saat itu Hyunjin gak peduli apa pun kerjaannya, yang penting dia dapet duit dulu kalo nggak mau mati kelaperan.

Hyunjin masih inget sosok orang yang nawarin dia pekerjaan itu. Orangnya udah om-om, umurnya kepaut 24 tahun sama Hyunjin. Bahkan orang itu lebih tua 2 tahun sama bokap kandungnya. Orang itu baik, Hyunjin diperlakuin manis banget.

“Kamu cantik, anak seindah kamu sayang banget buat disia-siain,” gitu kata om-om itu yang masih Hyunjin inget sampai sekarang.

Bahkan Hyunjin yang saat itu cuma numpang di rumah Jisung, diajak sang om buat tinggal di rumahnya. Om-omnya itu duda, punya anak satu yang usianya cuma 2 tahun lebih muda dari Hyunjin. Tapi semenjak cerai sama istrinya, anak si om ikut nyokapnya. Jadilah si om hidup sendirian dan jalanin bisnis club malam.

Hyunjin antara ingin ketawa sama bersorak gembira kalau inget alasan si om cerai sama si istri. Yaitu si om ternyata bi. Dan baru come out setelah 5 tahun nikah. Entah, mungkin istri si om kecewa karena si om gak jujur dari awal atau entah gimana, Hyunjin nggak ngerti. Bukan urusan dia juga sebenernya.

Selama tinggal sama si om, Hyunjin bener-bener dimanja. Fokus si om bener-bener tertuju ke dia seorang. Bahkan waktu malem atau di waktu-waktu tertentu, nggak jarang si om kasih servis spesial buat dia. Gak peduli umurnya yang saat itu baru 17 tahun.

Dan bodohnya, Hyunjin juga terima-terima aja. Bahkan dia suka diperlakuin macam jalangnya si om.


“Om kesayangan lo yang dulu itu kemana emang?”

Pertanyaan Jisung bikin Hyunjin yang tadinya santai-santai aja jadi mendadak murung. Semacam ke-trigger sama ucapan Jisung.


Sekitar 3 tahun Hyunjin tinggal sama si om. Lalu suatu hari, tanpa angin tanpa hujan, tanpa aba-aba maupun peringatan, si om tiba-tiba ngilang.

Hyunjin hancur lagi. Luntang-lantung lagi.

Mulai dari situlah sakit yang diderita Hyunjin ini muncul. Hyunjin jadi punya ketergantungan sama pria yang usianya jauh di atasnya. Pria duda, ya, pokoknya pria yang kayak om kesayangannya itu.

Dari sinilah Hyunjin jadi mengidap Duda Issues.


Hyunjin ngedengus. “Kerja kali? Tau deh, gak pamitan.”

“Cuk, kerja macem apa yang 2 tahun kagak balik?!” Sewot Jisung.

“Haha. Siapa tau doi dapet kerjaan yang lebih enak, hidupnya lebih mapan di tempat lain,” Hyunjin ketawa kecil, tapi kedengerannya justru miris.

“Terus lo gak marah, gak kecewa, apa gimana, gitu?”

“Ya, mau gimana lagi? Om Toji udah ngilang. Dihubungin gak bisa, udah terlanjur selama ini juga, kalo mau dicari. Lagian kita tuh apa? Om Toji cuma kasian sama gue. Sama karena kebetulan gue menarik di mata dia. Udah, itu aja. Gak ada hubungan apa-apa.”

Jisung diem, dia masih liatin Hyunjin yang natap kosong TV di depannya.

“Lagian Om Toji udah berjasa banyak banget buat gue. Udah mati kali ya gue sekarang kalo dulu gak ditolong Om Toji,” Hyunjin lanjutin ucapannya. “Kalopun Om Toji udah lupa sama gue, harusnya gue jangan nuntut lebih. Gue gak kasih apa-apa ke dia soalnya.”

“Lo kasih lubang sama keperawanan lo,” celetuk Jisung, dihadiahi tawa renyah dan toyoran pelan di kepala pemuda itu.

“Tolol lo. Tapi emang iya, sih.”


Toji Fushiguro. Sosok om kesayangan Hyunjin yang sedari tadi dibahas. Dulu waktu pertama ketemu Hyunjin, umurnya masih 40. Sekarang ini, kalau dia masih hidup, mungkin sekitar 44-45 tahun.

Tapi Hyunjin yakin Om Toji-nya masih hidup, kok.

Kalau ditanya apa Hyunjin masih ngarepin Om Toji?

Jawabannya tergantung. Hyunjin nggak punya jawaban pasti. Deep down tentu dia masih kadang suka ngarepin om kesayangannya itu. Tapi sisi logis di otaknya bilang, kalopun si om udah lupa sama dia, ya nggak papa. Toh Hyunjin jago rayu om-om ganteng seksi kaya raya. Om Toji bukan segalanya.

Hm, tapi masa, sih?

Malam ini seperti biasa Hyunjin harus kerja ke club. Masih di club bekas kepunyaan Om Toji, tapi sekarang kepemilikannya udah dilimpahkan ke kenalan si Om, Suguru Geto. Kak Geto, Hyunjin manggilnya.

Kak Geto nggak kalah smoking hot, lho, jika disandingkan dengan Om Toji. Tapi kembali lagi, cowok semacam Kak Geto bukan tipe Hyunjin. Kurang tua, belum nikah, kurang gede badannya, walaupun tingginya tipe Hyunjin banget.

“Malem, Hyunjin,” Geto nyapa Hyunjin yang baru masuk ke ruang kerjanya. Seperti biasa, Geto itu kayak nggak pernah nggak senyum. Senyum terus.

“Malem juga, Kak Get,” balas Hyunjin, sedikit lesu.

“Malem ini kamu gak layanin di dance floor. Ada tamu yang request kamu buat layanin dia,” kata Geto.

Hyunjin yang tadi masih sibuk ganti baju, iya, tanpa malu dia ganti baju di hadapan Geto, agak kaget. Dia hentikan kegiatannya sebentar, lalu noleh ke arah cowok yang 10 tahun lebih tua dari dia itu.

“It's like, gue dibooking?”

“Mmm,” Geto sedekap. “Kinda like? Tapi bukan literally dibooking, diminta ngamar bareng. Kamu cuma diminta jadi pelayan dia, kayak yang biasa kamu lakuin, tapi khusus buat dia. Bawain alkohol, makanan, temenin ngobrol, and so on.”

“Tapi ada kemungkinan gue bakal diewe gak, sih, Kak? Maksudnya ini kan club. Hampir mustahil kalo gue gak diewe.”

Geto ketawa. Dia setuju, sih. Hyunjin memang ewe-able.

“Tapi kamu nggak nolak juga, kan? You fucking like that. Or I might say, you like fucking.”

Hyunjin ikut ketawa kencing. “Asal orangnya duda, ganteng, seksi, ada duit, kontolnya gede, gue gak masalah.”


Hyunjin jalan menyusuri lorong yang diterangi sama LED strip warna merah menuju ruangan yang tadi udah dikasih tau sama Geto. Nggak tau kenapa, Hyunjin deg-degan. Pikiran tentang Toji tiba-tiba muncul di benaknya. Gimana kalau seandainya tamu yang Geto maksud ternyata adalah Toji?

Ah, tapi mana mungkin?

Hyunjin udah sampai di ruangan yang dimaksud Geto. Dia ketuk pintu dulu, setelah dipersilahkan, Hyunjin pun masuk.

“Permisi,” Hyunjin membungkuk hormat, satu rekan waiter di belakangnya membantunya membawakan nampan berisi satu botol alkohol dan satu buah gelas.

Perlahan Hyunjin mendongak, dalam hatinya dia mendengus kecewa. Sangat kecewa. Kecewa brutal.

Gimana enggak? Yang Hyunjin pikirkan, tamu itu adalah sosok om-om ganteng, seksi, dan kaya raya. Tapi ternyata? Kakek-kakek, pendek, mungkin cuma sepundak Hyunjin, perutnya buncit, kepalanya botak setengah.

Dia udah bergidik. Nggak bisa bayangin kalau kakek-kakek itu minta dia buat melayani.

“Pfftt,” Hyunjin noleh ke belakang ketika Felix, teman waiter-nya yang tadi menahan tawa. Dia kasih Felix tatapan seakan bilang, 'Bangsat, diem gak lu.'

“Good luck,” Felix ngebisik, lalu ngacir pergi.

Sumpah, Hyunjin pengen pulang aja. Dia tuh paling males kalo harus layanin tamu kakek-kakek kayak gini. Enggak banget, menurutnya.

Lalu kakek-kakeknya ngedongak, liatin Hyunjin. “Bos masih di kamar mandi. Tunggu sebentar ya, saya duluan.”

Hah? Hah?? Bos? Masih di kamar mandi? Jadi si kakek bukan tamunya? Cuma pelayan atau asisten atau bodyguard ya, intinya cuma bawahan si tamu, dong?

Hyunjin bersorak dalam hati. Masih ada harapan.

Si kakek pun keluar dari ruangan. Hyunjin sendirian, entah kenapa suhu ruangan jadi kerasa lebih dingin. Hyunjin berdiri, hendak nyari remot AC buat naikin suhunya sebelom dia dikagetin sama pintu kamar mandi yang dibuka.

Cowok. Tinggi. Kekar. Keliatan udah om-om. Pake kemeja item dan luaran jas warna item juga. Rambutnya panjang dikit, di-style turun.

Beberapa saat Hyunjin cuma bisa diem di tempatnya. Berusaha menganalisis pemandangan di depannya, si cowok yang kemungkinan besar adalah tamu yang dimaksud Geto.

Si cowok natap Hyunjin. Di saat itulah Hyunjin makin diem gak bisa berkutik.

Tolong, ini beneran, kan?

“Masih inget gue?” Cowok itu ambil kotak rokok dari saku celananya, lalu dihidupin.

Kalo ditanya gitu, rumput pun juga tau. Hyunjin masih inget dan akan selalu inget sama elu.

“Uhh.., Daddy- eh, ekhem, Om Toji?” Awalnya secara reflek Hyunjin mau desah, tapi jangan sekarang. Nanti aja.

Cowok itu, ya, Toji ternyata. Dia ketawa kecil. Terus doi duduk di sofa dengan gestur-gestur yang kelewat seksi. Di mata Hyunjin aja, sih. Segala gerak-gerik Toji keliatan seksi di matanya.

Lalu waktu Toji buka kakinya,

“Umhh..,” tuh kan, Hyunjin reflek desah lagi. Padahal nggak diapa-apain, disentuh aja enggak.

Kalau Hyunjin pikir Toji nggak denger itu, dia salah. Ruangan ini tertutup, mana di dalem cuma ada dua orang, diem-dieman pula. Hyunjin bisik-bisik aja akan kedengeran sama Toji.

Dan Toji cuma bisa senyum terhibur. Lucu banget, menurutnya. Hyunjin ini emang udah binal dari dulu, dan makin tumbuh dewasa kebinalannya makin menjadi-jadi.

“Kok diem aja? Gak kangen gue lu?”

Ada yang berubah. Kalau dulu Toji pake aku-kamu, sekarang jadi gue-lu. Ah, tapi itu nggak masalah. Yang penting Hyunjin ketemu Toji lagi setelah sekian lama nggak pernah ketemu.

“Um, kangen..”

Toji ketawa lagi. “Sini dong,” dia buka lengannya.

Hyunjin mau banget peluk Toji. Tapi kayak, malu aja. Tapi kemudian dia kaget setengah mati waktu tiba-tiba badannya diangkat sama Toji. Iya, si om samperin Hyunjin dan gendong dia layaknya angkat karung beras.

PLAK!

Bonus, pantat Hyunjin ditepok sama Toji.

“Ungh!”

“Hahaha. Kelamaan ah lu. Gendong aja biar cepet.”

Lalu Toji duduk lagi, Hyunjin didudukin di pangkuan dia, badannya ngadep satu sama lain. Toji liat bibir Hyunjin yang manyun.

“Kenapa?”

“Daddy- ah, anu, Om Toji ke sini kok gak bilang-bilang? Om kemana aja? Kan aku kangen..,” lirih Hyunjin.

PLOK!

Toji nepok dada Hyunjin dengan segepok uang.

“Eh?”

“Cari duit.”

Toji liat Hyunjin yang kebingungan. “Maaf ya, sayang? Om pergi gak bilang-bilang. Tapi waktu itu pas Om tiba-tiba pergi, Om jadi buronan. Alasannya, hm, Om gak bisa kasih tau. Om pergi buat cari relasi, cari tameng. Bonusnya dapet duit segini,” Toji mengayun-ayunkan uang itu, lalu dia kasih ke Hyunjin.

“Buat lu jajan.”

Hyunjin nggak bisa nahan senyumnya. “Makasih banyak, Om.”

“So, shall we have fun?”


“Ugh!”

Punya Toji tuh nggak main-main. Nggak muat di mulut Hyunjin. Rahangnya bakal kerasa pegel, beberapa kali dia mau muntah karena dinding kerongkongannya ditumbuk-tumbuk dengan brutal.

Tapi Hyunjin suka. Ini penis Toji, lagian.

Toji kumpulin rambut panjang Hyunjin jadi satu, lalu dia tarik pelan. “Hm? Gak muat, ya?”

Hyunjin pegang penis monster punya Toji, dia keluarin dari mulutnya. Dia tatap si om kesayangannya itu dengan tatapan super duper binal. Dia kocok penis si om, ujungnya dia jilat-jilat.

Sekarang posisi mereka itu, Toji duduk di sofa, Hyunjin berlutut di antara kaki Toji. Jas si om udah lepas, dan Hyunjin udah semi telanjang.

Kalian semua harus tau, Hyunjin basah banget di bawah sana. Sesak, kedutan parah.

“Aaangg~” Hyunjin lahap lagi penis Toji. Toji sisir rambut Hyunjin, dia senyum bangga. Si kecilnya pinter banget, he's doing a very good job.

CKLEK

“Ungh?!” Hyunjin sontak berenti waktu denger suara pintu dibuka.

“No no, lanjutin aja,” titah Toji.

“Bos, udah siap?” Itu adalah kakek yang tadi.

“Bentar lagi,” Toji ngejawab dengan santai.

Demi rumput yang bergoyang kayak pinggul Hyunjin yang goyang di atas selangkangan Toji, si om ini kok bisa santai aja, sih? Ini ada orang masuk, dia lagi di-blowjob, tapi sikapnya biasa aja. Hyunjin yang malu. Pantatnya yang saat ini cuma ditutupi g string mini terpampang jelas kalau diliat dari pintu.

Setelah si kakek pergi, Toji ngangkat badan Hyunjin. Dia usap mulut Hyunjin yang belepotan, lalu dia bantu si kecilnya buat rapiin pakaiannya.

“Yuk ikut.”


“Malem ini, XXX Club anniversary ke-7. Ada guest star spesial, tapi sebelumnya bos yang punya club ini mau kasih sambutan. Pak, silahkan,” Geto menyelesaikan pidatonya.

Toji senyum sekilas, dia naik ke panggung dan ambil alih mikrofon.

“Hai, guys. Gue Toji, yang punya club ini. Mau ngomong apa ya, gue bingung hahaha. Ya, intinya makasih dah buat lu semua. Kalo bukan karena kalian, club ini gak mungkin bertahan sampe selama ini,” ucapnya.

Para pengunjung riuh tepuk tangan. Beberapa ada yang teriak “Daddy!” “Rail me, Daddy!” dan semacamnya.

“Oh iya, gue mau kenalin seseorang ke kalian,” Toji lanjutin. Setelah itu dia tarik Hyunjin untuk ikut naik ke panggung. Kaget lah Hyunjin, Toji nggak bilang apa-apa sebelumnya.

“Ini Hyunjin. Yang selama ini jadi penyemangat gue.”

“Is that your sugarbaby?!” Teriakan dari para pengunjung terdengar.

Toji tertawa kecil. Dia rengkuh pinggang Hyunjin. “Bisa dibilang gitu, but he isn't. Dia lebih dari itu buat gue.”

Denger itu, hati Hyunjin menghangat. Tapi kemudian rasa hangat gak cuma dia rasain di hatinya, di pantatnya juga. Alias sekarang tangan Toji nyelip masuk ke dalam celananya.

“Umhh..,” Hyunjin nahan desahannya waktu jari Toji nyelip di antara dua pantatnya. Dia rasain lubang analnya dielus, lalu pelan-pelan jari itu masuk ke dalam lubangnya.

“Dia keliatan muda banget, Om! Umurnya berapa?!” Salah satu audiens bertanya.

“Hmm,” diam-diam Toji gerakkan jarinya keluar masuk lubang anal Hyunjin. “Gue gak mau jawab. Privasi. Tapi iya, dia emang masih muda.”

“Akh- uh..” Hyunjin sontak menunduk, dia tutup mulutnya. Kaget, soalnya tiba-tiba Toji tambahin satu jari.

“Why did he moaned tho?”

Toji denger itu. “Kalian liat dia desah? Well, dia anaknya emang sangean kalo di deket gue. Hahaha,” ujarnya.

“Om...,” Hyunjin ngerengek lirih. Dia pegangan kemeja Toji erat banget, soalnya kakinya lemes.

Tapi Toji nggak peduli. Dia lanjut ngobrol sama audiens sambil terus ngoyak lubang Hyunjin pakai jari-jarinya.

Singkat cerita, Toji udah beres sama sambutannya. Dia udah turun panggung, dan Hyunjin ngekor di belakangnya.

Toji noleh, “Kenapa, Hyunjin? Mau apa?”

Hyunjin natap Toji, wajahnya kayak mau nangis. Anak itu pegang erat celananya. “Om.. ini..,” Hyunjin nunduk. “Bantuin..”

“Hm? Bantuin apa?”

Hyunjin mendesah. Dia ngedeket ke Toji, tangannya ngeraih gundukan di selangkangan si om. “Mau ini..”

“Iya terus? Ini mau diapain? Buat bantuin lu apa?” Toji ikut pegang tangan Hyunjin yang lagi pegang selangkangannya.

Toji ini aslinya paham. Tapi dia pengen kerjain Hyunjin aja. Dan Hyunjin kayak udah gak sanggup ngomong. Saking sangenya dia.

Udah gak tahan, Hyunjin pun narik turun resleting celana Toji. Dia buka celana si om buat keluarin penisnya. Lalu dia turunin celananya sendiri. Udah gak peduli kalau sekarang mereka masih di koridor club. Hyunjin raih penis Toji, dia gesekin di antara pahanya.

“Om..,” dia tatap Toji, dan Toji diem aja.

“Om.., ya? Boleh, ya?” Ulangnya.

Toji mendengus. Dia matiin rokoknya, lalu dia buang. “Masa om gitu manggilnya? Panggil yang bener baru gue kasih.”

“Um.. Daddy, please?

Akhirnya Toji senyum. Dia angkat badan Hyunjin buat dia balik. Sekarang si kecilnya berdiri ngebelakangin dia. Pinggul si kecil dia tarik dikit, dia turunin lagi celana si kecil.

“Kalo ada yang mergokin, bukan salah gue. Lu yang minta.”

Hyunjin ngedesah. “Ahh.. gak peduli. Gak peduli, Dad. Masukin sekarang~”

Dengan gitu, Toji lumasin lubang Hyunjin pake ludahnya. Habis itu pelan-pelan dia masukin penisnya ke dalam, takut nyobek lubang itu karena udah lama gak dia gempur.

“Aaaahhh!” Si kecilnya desah keenakan.

“Suka? Ini kan yang lu mau?”

Hyunjin ngangguk cepet. “Iyah! Ahh..! Iyah, Daddy~”

Toji emang gak salah pilih simpanan. Hyunjin kecilnya ini emang yang paling cantik, paling binal, dan paling berharga buat dia. Denger gimana si kecil desah, Toji makin semangat buat gempur si kecil. Sampe rusak, sampe si kecil gak bisa jalan.

Toji narik rambut Hyunjin. Dia cepetin gerakannya, dia eksekusi si kecil lebih brutal. Jujur dia juga sange banget. Sengaja aja dia ulur-ulur, dia pengen liat si kecilnya mohon ke dia dulu.

“Daddy, lagiihh~”

Tentu, Hyunjin. Dengan senang hati Toji bakal ewe kamu sampe puas.

“Aahhh.. Daddy~ aku mau keluar- ahh! Ahh!”

“Sama sama gue, okay?

Toji tumbuk prostat Hyunjin lagi dan lagi sampe Hyunjin rasanya pengen melayang. Gak kuat banget pokoknya. Dan Toji juga, dia rasain dinding anal Hyunjin remes-remes penisnya tanpa ampun. Enak banget pokoknya.

“Daddy- ahhh!” Hyunjin keluar. Tak lama Toji nyusul, dia semburin benihnya di dalem Hyunjin.

Hyunjin lemes. Liat itu, Toji ngekeh. Gemes liat si kecilnya nggak berdaya gitu.

“Ke rumah gue mau? Kita pulang,” Toji gendong Hyunjin, kali ini bukan kayak ngangkat karung beras lagi. Digendong kayak lagi gendong koala, keliatan gemes pokoknya.

Hyunjin ngangguk aja sebagai tanggapan dari ucapan Toji. Lengannya ngelingkar erat di leher si om kesayangannya, kepalanya yang kerasa berat dia tidurin di pundak kokoh si om.

Toji ngecup dahi Hyunjin sekilas. “Gue janji, sayang. Habis ini gak bakal pergi-pergi dari elu lagi. Kalo pun harus pergi, gue bakal bawa elu sama gue.”

Tags: grinding, masturbation, fantasization

Sandalwood dan Musk. Hyunjin hirup dalam-dalam aroma itu dari baju-baju milik Chan. Saat ini ia berbaring di ranjangnya, ia letakkan baju-baju milik Chan di sekitar tubuhnya. Kaos yang ia kenakan tadi sudah berganti dengan kaos milik Chan.

Hyunjin melapisi gulingnya dengan kaos Chan yang lain, setelah itu ia peluk erat sembari ia tenggelamkan wajahnya di sana.

“Uhh..,” Hyunjin merasakan kedut di area genitalnya. Ia menggeliat. Feromon maskulin Chan merangsangnya.

Hyunjin pun tak tahan. Perlahan ia buka celananya, membiarkan area bawahnya polos tak tertutup apa-apa.

“Kak Chan.. maaf.. nanti habis ini baju-baju kamu aku cuciin,” ucapnya lirih. Kemudian ia letakkan beberapa baju Chan di antara pahanya. Ia gesek-gesek, membayangkan itu adalah Chan.

Desahan lirih lolos dari bibir Hyunjin. Merasa tak puas, kini ia letakkan guling yang telah berlapis kaos milik Chan di antara kedua kakinya.

“Ahh..,” Hyunjin peluk erat gulingnya sembari terus menggesek genitalnya pada permukaan guling, wajahnya tersembunyi di antara tumpukan baju Chan. Ia hirup dalam-dalam feromon sang alpha.

Masih belum puas, Hyunjin pun membawa tangannya untuk meraih penisnya. Sedikit tersentak ketika genitalnya itu akhirnya bersentuhan dengan kulit yang lain.

Perlahan ia kocok penisnya. Desahannya semakin menjadi ketika ia percepat tempo gerakan tangannya. Kedua pahanya tertutup rapat, punggungnya melengkung ke depan.

Tangannya yang lain terulur ke belakang. Perlahan ia lesakkan jari tengahnya ke dalam lubang-nya. Sudah sangat basah, memang semudah itu bagi omega untuk basah ketika sedang terangsang.

Hyunjin gerakkan jarinya keluar masuk. Tak juga puas, ia tambahkan satu jari lagi. Dua jari kini mengoyak perlahan lubang lembap dan hangat itu.

Hyunjin memusatkan pikirannya pada sosok Chan. Ia bayangkan wajah pria itu bersamaan dengan ia biarkan feromon sang pria melesak masuk ke dalam hidungnya.

Hyunjin pusing, tetapi ini nikmat.

“Umhh.. Kak Chan.. ahh!” Hyunjin sampai pada klimaksnya, tak butuh waktu lama.


Seungmin, dengan suasana hati yang tak cukup baik, berhenti di depan pintu kamar Hyunjin. Satu mangkok nasi dengan lauk telur goreng dan satu gelas air putih berada di tangannya.

Awalnya Seungmin akan mengetuk pintu itu, namun ia urungkan ketika ia dengar sayup-sayup suara Hyunjin menyebut nama Chan dari dalam sana.

Seungmin pun meletakkan mangkok dan gelas itu pada meja kecil yang berada di antara pintu kamar Hyunjin dan pintu kamar Felix. Ia menghela napas.

“Hah, ya udah, deh.”

“Kak, kenapa?”

Bingunglah Hyunjin, tanpa mengatakan ada apa, Chan membawanya ke dalam bilik kamar mandi.

“Kamu,” Chan meraih tangan Hyunjin.

Dan Hyunjin dapat melihat juga merasakan bagaimana tangan yang lebih tua bergetar.

“Beneran udah selesai heat?” Bahkan Chan tak berani menatap mata Hyunjin secara langsung.

“U-udah.., I'm fine. Apa ada yang salah?” Melihat Chan yang seperti ini, napasnya sedikit terengah-engah, dahi dan pelipisnya dipenuhi titik-titik peluh, dan tangannya yang bergetar, Hyunjin jadi khawatir.

“Aku masih kecium, ya, Kak?”

Chan mengangguk. “Kalo feromon kamu gak ngundang perhatian alpha lain, mungkin aku biarin aja. Tapi alpha-alpha di sana tadi pada liatin kamu.”

Hyunjin semakin khawatir. “Kenapa bisa gitu? Aku tadi udah pake suppressant padahal.”

“Mungkin dosisnya kurang,” Chan masih terengah-engah.

“Tapi aku udah selesai heat,” Hyunjin masih mengelak.

Chan menghembuskan napas kasar. Setelah itu ia rentangkan tangannya. “Sini, scenting. Paling enggak biar bau kamu keredam.”

Namun Hyunjin terlihat ragu. “Kak, gak papa?” Bagaimana pun juga Chan bukan siapa-siapanya. Tak ada hubungan keluarga, hanya teman satu kost. Selama ini ketika melakukan scenting, Hyunjin hanya meminta bantuan keluarganya. Entah itu ayah atau sepupu-sepupu alphanya.

Dan Chan mengangguk, tersenyum tipis. “Kalo aku kebablasan gigit atau cakar aja.”


Mengenakan jaket Chan, Hyunjin menyamankan dirinya di dalam dekapan Chan. Matanya terpejam, kepalanya ia sandarkan pada dada bidang sang alpha. Sementara sang alpha wajahnya, kadang juga lehernya, pada ceruk leher milik sang omega.

Sesekali darah Hyunjin berdesir ketika telapak tangan Chan mengelus lehernya. Secara naluriah ia akan merengek karena merasa nyaman.

Lima belas menit mereka bertahan pada posisi itu, kemudian Chan lepas kontak tubuh mereka. Feromon manis Hyunjin sudah jauh berkurang, tertutupi oleh feromon miliknya.

Dengan mata yang masih sayu, Hyunjin menatap Chan. Ia lihat dahi pria itu yang masih basah oleh keringat, juga tonjolan-tonjolan vena yang terlihat jelas di sekitar pelipis, leher, serta sekujur lengan.

'Kak Chan nahan diri sekeras itu?'

“Kak Chan, makasih banyak.”

Chan tersenyum. Ia lap keringat di dahinya. “Gak masalah. Langsung pulang aja?”

Hyunjin mengangguk. Ia tak ingin menyusahkan Chan lebih banyak lagi.


Yang terjadi pada Hyunjin tadi, residu feromon yang omega itu keluarkan ketika heat masih ada. Hyunjin adalah omega dominan, sehingga biasanya feromonnya akan lebih kuat daripada omega resesif.

Tak jarang ketika omega dominan sepertinya baru saja selesai heat, residu feromon mereka masih tertinggal. Biasanya feromon itu akan menguar ketika hormon seksual omega terstimulasi pasca heat.

Sederhananya, feromon residu pasca heat akan keluar ketika omega tersebut terangsang secara seksual. Horny.

“Ahh...”

Desahan siapa itu? Chan mendadak berhenti di depan pintu kamar yang ditempati Hyunjin.

“Anghh...”

Kenapa pake tanya, sih? Desahan itu terdengar dari kamar Hyunjin, tentu saja itu pasti desahan Hyunjin. Lalu Chan terdiam. Hyunjin lagi apa? Masturbasi? 'Membawa' orang ke kamar dan berkembang biak di siang bolong?

Lalu sayup-sayup bau manis melesak masuk ke dalam lubang hidung Chan.

“Unghh..”

Semakin lama semakin menyengat, hingga iris mata Chan berkilat merah dalam sekejap. Tetapi cepat-cepat ia sadarkan dirinya, ia tahan sisi hewani-nya agar tak keluar. Satu minggu yang lalu ia rut, tak lucu kan, kalau ia rut lagi karena terpancing feromon omega?

Buttermilk dan strawberry. Bau manis tadi sudah pasti adalah feromon omega, yang berasal dari dalam kamar Hyunjin. Selama hampir satu tahun ngekost di tempat yang sama, ini adalah pertama kalinya Chan mencium feromon Hyunjin.

'Ah gila... gue harus lari kalo gak ingin hilang kontrol,' batinnya.

“Cuy, aduh bau lo. Pusing gue.”

Itu Lino yang datang. Penghuni kos yang lain, yang juga merupakan seorang alpha.

“Rut lagi lo? Perasaan minggu lalu udah- ah,” Lino ikut terpaku di tempatnya. Dia juga mencium bau manis dari dalam kamar Hyunjin.

“Iya, gue pergi,” ucap Chan setelah mendapat tatapan penuh arti dari Lino.

Lalu Lino mengecek pintu kamar Hyunjin. Syukurlah, pintunya dikunci. Dan ketika dia menoleh, ternyata Chan masih di sana. Berdiri sembari menyandarkan pundaknya pada dinding.

“No, kok lu bisa keliatan biasa aja gitu? Padahal feromon Hyunjin..,”

“Gak kok, awalnya gue juga susah kendaliin diri. Ditambah ada Felix sama Seungmin juga yang jadwal heat-nya hampir barengan. Tapi karena mungkin ya, mungkin, mereka bukan mate gue, akhirnya gue biasa aja. Maksudnya hidung gue, insting gue, napsu gue, gak sebuas itu sampe buat gue pengen gituin mereka,” Lino menyahut ucapan Chan, diiringi anggukan paham dari Chan.

Lalu Chan berpikir. Feromon Felix dan Seungmin yang juga merupakan omega memang memabukkan, tapi milik Hyunjin yang paling membuatnya susah mengendalikan diri.

Apa artinya ini?


Jadi ada delapan orang mahasiswa yang hidup dalam satu kost. Mereka adalah Lino, yang pertama berada di kost, lalu disusul Jeongin (Jeje panggilannya), kemudian Felix dan Seungmin yang datangnya bersamaan. Selanjutnya Chan datang disusul Changbin dan Hyunjin tak lama setelahnya, dan yang terakhir adalah Jisung.

Kost tempat mereka tinggal memang kost khusus putra, tetapi tak ada peraturan untuk memisahkan secondary gender. Jadi baik alpha, omega, maupun beta, bisa tinggal bersama di sana.

Tetapi demi kenyamanan bersama, kedelapan bujangan itu menyepakati aturan untuk memisahkan rumpun tempat tidur, utamanya untuk alpha dan omega. Kamar para alpha berada di lantai 1, kamar para omega berada di lantai 2. Sedangkan beta boleh memilih lantai 1 atau lantai 2.

Ada juga peraturan tambahan. Bagi alpha yang sedang rut maupun omega yang sedang heat wajib tetap berada di dalam kamar dan mengunci kamar masing-masing. Hanya mereka dengan secondary gender sama yang boleh menjenguk ke dalam kamar untuk membawakan makanan, misalnya.

Para alpha adalah Chan, Lino, dan Changbin.

Para omega adalah Hyunjin, Felix, dan Seungmin.

Sedangkan para beta adalah Jisung dan Jeongin.

Tags: genderswitch, fem!hyunjin, dom!chan, sub!hyunjin, age gap, nsfw, public sex, sex on train, sneaky sex, quickie, chan and hyunjin are (not really) strangers, hyunjin is a student, chan is an office worker, groping, harsh and vulgar words, breast play, nipple play, a little bit of fingering, squirting

Words: 2,2K+

Pernah lihat film porno tentang seorang murid yang diperkosa di dalam kereta?

Hwang Hyunjin, seorang siswi 19 tahun yang sedang menjalani semester kedua kelas terakhirnya di SMA diam-diam suka menonton film semacam itu.

Pernahkah terbayang olehnya jika suatu saat hal itu terjadi padanya?


Sore hari, waktu umum bagi para pelajar tingkat menengah dan para pekerja untuk pulang setelah melakukan aktivitas seharian. Hyunjin salah satunya. Dengan jalan tergopoh-gopoh ia naiki kereta yang akan membawanya pada perjalanan pulang.

Hampir saja ia ketinggalan kereta jika dirinya tidak berlari kencang menuju stasiun. Untung saja ia jago lari, maka berlari bukanlah hal yang melelahkan baginya.

Sesak, cukup banyak orang menumpang di dalam kereta. Karena masuk di akhir, Hyunjin berakhir tidak kebagian tempat duduk. Maka terpaksa ia harus berdiri di dekat pintu.

Panas. AC di dalam gerbong tidak cukup untuk menyejukkannya karena padatnya manusia di sana. Hyunjin menghela napas. Keringat mengucur di pelipisnya, turun dan menetes dari ujung dagunya. Bahkan Hyunjin rasakan keringatnya mengalir pada sela-sela buah dadanya.

Sial. Pada saat berkeringat seperti ini, kenapa seragamnya yang sudah cukup ketat itu terasa lebih ketat?

“Hahh....,” desahnya lirih sembari mengelap keringat di pelipisnya. Rambut panjangnya yang semula diikat ponytail ia ubah menjadi messy bun.

Tak sadarkah Hyunjin jika ada yang diam-diam meliriknya, memperhatikannya ketika mengikat rambut?


Bang Chan, usianya 28 tahun. Pekerjaannya adalah sebagai pegawai kantoran. Bisa saja dia membeli kendaraan pribadi dan pulang pergi dengan kendaraan itu, tetapi dia memilih untuk menggunakan transportasi umum. Selain malas mengurus surat-surat, mengurangi kemacetan adalah salah satu alasan yang Chan pikirkan.

Dan beberapa jarak dari dirinya, seorang bidadari ia lihat. Perawakannya jenjang, lekukan tubuhnya indah, pantat dan dada yang terlihat bulat walau tertutup seragam sekolah ketat dan rok yang panjangnya hanya setengah paha.

Seragam sekolah macam apa itu? Kenapa terlihat seperti pakaian yang dikenakan aktris-aktris film porno yang biasa ia lihat?

Oh, dan lihatlah beberapa bagian seragamnya yang basah karena keringat, menjiplak lekuk tubuhnya yang elok itu. Hm, bahkan Chan dapat melihat tali bra berwarna ungu gelap dari balik seragam putih itu.

Setelah berpikir untuk beberapa saat, Chan pun mendekati gadis itu. “Ekhem.”

Gadis itu menoleh sekilas, Chan berdiri di belakangnya. Lucu, walaupun gadis itu terlihat jenjang, ternyata tinggi si gadis tak lebih dari dagunya.

“Itu, maaf bra kamu nyeplak,” ucap Chan. “Jadi kalo boleh saya berdiri di sini buat tutupin biar gak keliatan orang-orang.”

“O-oh, m-maaf, um, dan, uh, t-terima kasih,” gadis itu terbata-bata, kelihatannya gugup bercampur malu.

Lalu keduanya diam. Berdiri dengan canggung pada posisi masing-masing. Berniat untuk basa-basi, Chan pun bertanya.

“Namanya siapa? Kelas berapa?”

“Saya Hyunjin, Pak. Kelas 12,” jawab gadis itu.

Chan berpikir sejenak, terlihat seperti mengingat-ingat sesuatu sebelum akhirnya mengangguk sebagai tanggapan. Setelah itu, suasana kembali canggung. Walaupun tak hening sama sekali karena beberapa penumpang yang bercengkerama.

Dengan posisi seperti ini, Chan dapat melihat gundukan di dada Hyunjin yang cukup besar itu. Ia perhatikan bagaimana tangan lentik sang gadis yang membuka satu kancing atas seragamnya, mungkin karena kegerahan.

Chan menelan ludahnya susah payah. Bagaimana tidak, dari sudut pandang seperti ini, ia dapat melihat belahan dada gadis itu dengan jelas.

Sintal. Pasti jika diremas akan terasa sangat kenyal.

Chan ingin. Ia ingin mencoba. Paling tidak memegangnya saja.

Lalu pandangan Chan turun, menuju bongkahan pantat Hyunjin. Tak terlalu besar, tetapi terlihat kencang dan menggemaskan. Chan ingat bagaimana dari jauh tadi ia melihat bagian belakang rok Hyunjin yang sedikit terangkat karena mengikuti lekuk tubuhnya. Lalu ketika gadis itu membungkuk, celana dalamnya akan mengintip dari balik rok.

Chan kira gadis-gadis sekolah akan mengenakan celana pendek di balik rok sebagai safety kalau-kalau rok mereka tersingkap, tetapi ternyata gadis bernama Hyunjin tidak melakukan hal itu.

“Maaf, permisi,” ada orang lewat di belakang punggung Chan.

Karena cukup padat orang di dalam gerbong, Chan harus memajukan badannya untuk memberi cukup ruang bagi orang itu. Ketika Chan majukan badannya, tentu saja ia akan menghimpit Hyunjin dengan pintu kereta.

Seperti mencuri kesempatan dalam kesempitan, Chan letakkan kedua lengannya di antara pinggang Hyunjin dan menumpu pada pintu kereta. Kemudian ia dorong pelan pinggulnya hingga menempel pada pantat Hyunjin.

Dapat ia dengar sang gadis sedikit tersentak, namun juga tak memberikan perlawanan. Seperti pasrah saja diperlakukan seperti itu.

Hingga setelah orang yang tadi berlalu, selangkangan Chan masih menempel pada pantat Hyunjin. Entah kenapa posisinya seperti sangat pas. Jika saja tak ada kain yang melapisi, mungkin posisi penis Chan tepat berada pada sela-sela pantat dan selangkangan Hyunjin.

Chan melirik Hyunjin, ia lihat gadis itu menggigit bibirnya. Jari-jari lentiknya juga bergerak-gerak gelisah. Mengerti dengan situasi ini, Chan tergerak ingin memulai.

“Hyunjin, maaf saya penasaran. Kalo kamu nggak nyaman boleh nggak usah dijawab pertanyaan saya, ya. Ehm, kamu udah pernah nonton porno?”


Kaget tentu saja. Seorang pria asing tiba-tiba menanyainya pertanyaan semacam itu.

“Uh, um, sudah pernah sih, Pak,” namun anehnya Hyunjin tertantang untuk menjawab pertanyaan itu.

“Pernah nonton yang tentang gadis diperkosa di kereta?” Pria bernama Chan itu bertanya lagi.

Oh, andai Chan tahu jika film porno semacam itu adalah favorit Hyunjin. Dan Hyunjin mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan pria itu.

Lalu Hyunjin merasakan tangan Chan mengelus pinggangnya. “Gimana menurut kamu? Kalo misalnya hal kayak gitu terjadi ke kamu?” Pria itu mendekatkan mulutnya pada telinganya, berbisik.

“B-bapak emangnya mau perkosa saya?”

Demi palung Mariana yang dalam, Hwang Hyunjin. Pertanyaan macam apa itu?

Chan terkekeh. “Tergantung jawaban kamu. Mau diperkosa apa enggak. Eh, tapi kalo mau diperkosa jadinya bukan diperkosa, dong. Kan dua-duanya consent.”

Kemudian tiba-tiba tangan besar Chan sudah berada pada dua buah dadanya. Diremasnya bongkahan miliknya pelan, lalu dimainkan seperti menguleni sebuah adonan roti.

Hyunjin memang belum mengatakan kepada Chan bahwa ia memberi izin pria itu untuk menyentuhnya, tapi dengan bagaimana ia tidak menolak sudah cukup memberi kejelasan kepada Chan.

Ia suka disentuh seperti itu.

Kemudian tangan Chan bergerak untuk melepas seluruh kancing seragamnya.

“Uh.., Pak?” Hyunjin menahan tangan Chan, tapi pria itu tidak menggubris. Pria itu kembali meremas payudaranya yang masih terbalut bra.

Hyunjin menunduk. Bagaimana jika orang-orang melihatnya? Dia akan malu tentu saja. Tapi di sisi lain ia sama sekali tak mau menolak disentuh seperti ini. Rasanya terlalu memabukkan, dan ia telah menunggu lama untuk tahu rasanya disentuh.

“Pak.., nanti ada yang liat...,” gumam Hyunjin, suaranya sedikit terengah-engah karena rangsangan yang diberi oleh Chan.

“Gak ada, liat, semuanya sibuk sama urusan masing-masing. Asal kita diem, kamu diem, gak akan ada yang tau,” jawab Chan.

Baiklah, Hyunjin memilih untuk menurut. Lagi pula ia sudah terlalu terangsang jika harus menyelesaikan kegiatan seksual ini. Ia butuh pelepasan jika tak ingin pulang dalam keadaan sangat sangat needy.

Sementara Chan, pria itu masih sibuk meremas-remas payudara Hyunjin. Terkadang mulutnya akan mencumbu leher jenjang Hyunjin, memberi tanda-tanda tipis di sana.

Kemudian tanpa melepas bra milik sang gadis, Chan menarik keluar dua buah dada Hyunjin. Hyunjin sedikit tersentak, secara refleks buru-buru menutupi dadanya itu. Namun tentu saja pergerakan tangannya ditahan oleh Chan. Payudaranya kini terekspos tanpa balutan apa-apa dengan puting yang sudah menegak sempurna.

Sesekali Hyunjin loloskan desahan lirih ketika ujung putingnya bersentuhan dengan pintu kereta yang dingin. Dan Chan masih terus remas payudaranya itu dengan gemas.

Hyunjin tak bisa menahan desahannya ketika jari Chan beralih untuk memainkan putingnya. Buru-buru ia tutup mulutnya dengan kedua tangannya rapat-rapat agar tidak menimbulkan suara yang menarik perhatian. Susah payah ia tahan agar tak mendesah keras kala putingnya dielus menggunakan ibu jari, kemudian dipelintir, sedikit ditarik, dan disentil main-main.

“Pak...,” rengek Hyunjin.

“Hm?”

Hyunjin hanya mendesah lirih. Sungguh, ia tak tahan dengan sensasi nikmat sekaligus menegangkan yang ia rasakan.

“Sekarang ganti ini, ya?” Satu tangan Chan menyusup masuk ke dalam rok Hyunjin, menggenggam selangkangannya yang masih tertutup celana dalam.

“Ah!” Pekik Hyunjin tanpa suara.

Chan remas dan pijit perlahan vagina Hyunjin dari balik celana dalamnya. Kemudian tangannya menelusup masuk ke dalam kain tipis itu, membelai vagina sang gadis. Dapat ia rasakan bulu-bulu halus tipis di pada permukaan halus itu.

“Uh, Pak.., jangan.., s-saya belum s-shaving..”

Chan kecup telinga Hyunjin. “Saya nggak masalah. Yang penting ini,” Chan elus bibir vagina Hyunjin. “Masih bisa dimasukin.”

“Ahh,” Hyunjin memejamkan matanya.

Tak banyak waktu yang mereka punya di dalam kereta. Maka dari itu, langsung saja Chan turunkan celana dalam Hyunjin. Ia dorong masuk dua jarinya ke dalam lubang vagina Hyunjin yang sudah sangat basah itu.

“Udah pernah gini?”

Hyunjin menggeleng. “Um, c-cuma pernah m-main sendiri..”

Pantas, Chan sudah bisa menebak. Terlihat dengan bagaimana gadis itu menikmati setiap sentuhannya, sudah familiar dengan hal semacam ini.

Dan Chan tidak perlu melebarkan lubang Hyunjin. Pria itu buka ikat pinggang dan resleting celananya. Ia turunkan sedikit untuk mengeluarkan penisnya yang sudah mengeras, berdiri tegak.

“P-pak.. ini b-beneran?” Hyunjin menoleh ke belakang.

“Udah sejauh ini, masa nggak dilanjutin sampai selesai?”

Pak Chan, sungguh Hyunjin ingin. Hanya saja tadi, ada sekelebat rasa takut muncul di benak anak itu. Tapi ya sudah, toh sudah terlanjur sejauh ini. Ibaratnya tinggal dimasukkan saja.

Dan benar saja, perlahan Chan masukkan penisnya ke dalam lubang vagina Hyunjin dari balik rok gadis itu. Hanya kepala awalnya, ia biarkan sang gadis terbiasa dulu, pasalnya ukuran miliknya tak bisa dibilang kecil.

Chan pegang erat pinggang ramping Hyunjin, sedikit ia tarik agar punggung sang gadis melengkung ke atas. Agar lubangnya lebih mudah ia akses, juga agar terlihat lebih seksi, tentu saja.

Kemudian Chan dorong pinggulnya pelan-pelan agar penisnya masuk ke dalam lubang Hyunjin. Perlahan hingga seluruh batang berhasil masuk.

Hyunjin terengah-engah. Ia mendongak, matanya mulai berair. Berkali-kali ia gigit bibirnya sembari jemarinya mencengkeram erat handle pintu kereta yang untungnya dikunci.

Beberapa orang menoleh sekilas ke arah mereka. Buru-buru Hyunjin masukkan kembali payudaranya ke dalam bra, ia pegang ujung roknya, berharap tak ada yang melihat kalau di balik sana ia sedang dihajar.

Chan bergerak perlahan namun dalam. Temponya lambat, namun tumbukannya tepat sasaran. Dan Hyunjin hampir menangis karena hal itu. Nikmat, ia ingin lagi dan lagi. Tak pernah ia kira, persetubuhan pertama kalinya akan terjadi di dalam kereta, dalam keramaian.

“Sayang, cantik banget kamu,” bisik Chan sembari terus bergerilya.

Hyunjin hanya bisa mendesah tanpa suara. Sesak di tenggorokan sebenarnya, tapi apa boleh buat? Jika ia loloskan desahannya, maka perhatian semua orang akan beralih kepada mereka.

“Ungh! Uh..., Pak..,” tangan Hyunjin meraih celana Chan, ia cengkeram. Tak tahan ia menahan bagaimana pria itu menumbuk G spot-nya berkali-kali.

“Sini sayang,” Chan ulurkan satu tangannya untuk meraih sebelah payudara Hyunjin. Yang awalnya sudah tertutup oleh bra, kini ia keluarkan lagi. Dan Hyunjin pasrah saja. Pikirannya kosong, akal sehatnya direnggut oleh permainan Chan.

“Ahh..,” desahnya kala pria yang lebih tua meremas-remas payudaranya. Kini pria itu menambah tempo gerakannya, dan Hyunjin menggila.

“Suka sayang?” Lagi, Chan berbisik. “Kapan-kapan mau main lagi?”

Hyunjin mengangguk. Entah itu tanda mengiyakan atau tidak, Hyunjin sendiri tidak tahu. Saat ini Hyunjin benar-benar tak bisa berpikir apa-apa.

Lalu tangan Chan yang lain menyelinap masuk ke dalam roknya. Pria itu menyibak bibir vagina atasnya untuk mencari letak klitorisnya. Setelah berhasil ditemukan, biji yang sedikit membengkak itu ia elus dengan ibu jarinya.

“Ah- Pak!” Hyunjin memekik lirih.

Namun Chan tak peduli. Terus saja ia tumbuk titik di dalam sana sementara jemarinya mempermainkan klitoris sang gadis.

Kaki Hyunjin bergetar, ia tutup pahanya karena merasakan sesuatu seperti akan keluar dari vaginanya.

Napasnya makin terengah, dadanya bergemuruh. Kedua tangannya menutup rapat mulutnya. Gejolak di bawah perutnya semakin menjadi-jadi.

Hyunjin semakin dekat. Dan Chan semakin gerilya.

“Pak tunggu-ah! Pak-nghh.., Pak-ahh!”

Chan tarik penisnya keluar ketika merasakan benda cair yang mendorongnya. Dada Chan ikut bergemuruh melihat pemandangan itu. Bagian bawah pintu kereta dan lantai di sekitar mereka basah karena guyuran dari vagina Hyunjin.

“Ahh..,” desah Hyunjin dengan nada sedikit merengek. Ia rasakan paha dalamnya yang basah karena cairan itu. Takut-takut ia menoleh ke belakang.

“Pak.., i-ini gimana?” Suaranya sedikit bergetar.

Lalu Chan elus rambut Hyunjin yang berkeringat. “Gak papa. Kalo ditanyain, bilang aja itu minum kamu tumpah. Kita lanjutin sedikit lagi, ya?”

Hyunjin pun mengangguk.

Maka dari itu Chan kembali masukkan penisnya ke dalam vagina Hyunjin, ia setubuhi gadis itu sekali lagi. Tak butuh waktu lama untuk Chan dekat pada puncaknya. Sebelum ia keluar, ia singkap rok Hyunjin hingga pantatnya terekspos. Kemudian ia keluarkan penisnya, ia kocok sebelum akhirnya ia semburkan spermanya pada pantat sang gadis.

Lalu tak lama kemudian, Hyunjin squirt untuk yang kedua kalinya.

Napas keduanya terengah-engah. Hampir saja tubuh Hyunjin merosot jika saja Chan tidak menahannya.

“Pak..,” Hyunjin terkulai, dengan naluriah Chan dekap badan yang lemas seperti tak bertulang itu.

“Makasih banyak, Sayang. Kapan-kapan kita boleh ketemu lagi? Kamu tinggal sendirian apa masih sama orang tua?” Chan berkata.

Hyunjin menggeleng. “Sendirian, aku ngekos.”

Kesempatan bagus. “Kapan-kapan saya main ke kos kamu boleh?”

Hyunjin mengangguk saja. Setelah itu, keduanya bertukar kontak. Dan bel kereta berbunyi tak lama kemudian, pengumuman menyerukan bahwa mereka akan sampai pada stasiun tempat Hyunjin turun. Sebelum Hyunjin turun, Chan melepas jasnya untuk ia berikan pada Hyunjin.

“Itu, jas saya kamu pake aja. Bawa pulang dulu. Buat nutupin badan kamu nyeplak semua, keringetan soalnya,” kata pria itu.

Hyunjin tersenyum sekilas. “Makasih, Pak.”

Dan tibalah mereka pada stasiun tempat Hyunjin turun. Pintu kereta terbuka, sebelum Hyunjin turun ia sempatkan untuk pamit kepada Chan.

Chan lihat punggung si gadis cantik yang semakin menghilang ditelan keramaian. Pertemuan yang tak terduga.

“Hyunjin udah tumbuh jadi gadis yang cantik. Udah gede ya, sekarang. Udah ngerti barang-barang jorok,” gumamnya dalam hati.

Tags: nsfw, top!jeongin harem, bottom!hyunseunglix, yanghwang, jeonglix, jeongmin, other skz members as cameo, swimming pool, pool sex, public sex, dialog non baku, semi non baku, harsh words, explicit sex scene, mention of prostitution, slight comedy, nipple play, blow job, fingering, anal fucking, cum on the face, boy with bikini

Words: 2,6K+

This fic is made special for our Jeongin's birthday. Happy birthday, I.N!


“Sudahi pornomu, mari berenang bersamaku.”

Jeongin terkejut, sampai-sampai dia harus bangun dari posisi nyamannya—rebahan di sofa, telanjang dada, kaki ngangkang lebar, nonton porno di ponsel siang bolong.

“Berapa kali gue bilang, Bang, jangan muncul tiba-tiba kayak jin lampu dong,” lelaki yang baru saja menyelesaikan rangkaian ospek perkuliahan yang melelahkan itu protes.

“Kos ini bukan punya elu doang, keles,” Minho, salah satu teman satu kos Jeongin, sebenarnya tiga tahun lebih tua, ikut melayangkan protes.

Jeongin mencebik, dia bergidik. Pokoknya dia paling jijik kalau Minho sudah memakai bahasa gaul yang menurutnya nggak banget itu. Tapi Minho tak hiraukan cebikan dari Jeongin. Lelaki itu duduk di sebelah adik kosnya, dengan lancangnya mencomot keripik usus di dalam toples yang diletakkan di antara paha Jeongin.

“Ayo dong renang,” ucapnya sembari mengunyah camilan renyah itu.

“Jujur gue mager, Bang. Sumpah enakan nonton hentai,” Jeongin menanggapi.

Minho menoleh. “Hentai mulu, ujung-ujungnya coli. Ejakulasi dini tau rasa lu.”

Dan Jeongin pun memukul pipi Minho dengan tutup toples.

“Eh tapi gue pernah tuh dateng ke tempat renang punya ayahnya Chan. Tapi sekarang Chan yang handle, sih. Rumor-rumornya ya, itu tempat renang buat para prostitusi,” Minho kembali berujar, sekali-sekali melirik layar ponsel Jeongin yang menampilkan dua tokoh kartun dewasa sedang berhubungan badan.

Merasa tertarik dengan topik pembicaraan Minho, Jeongin menghentikan sejenak pemutaran video pornonya itu. Dia mengalihkan perhatiannya pada Minho.

“Kok bisa, Bang?”

“Bisa, Bang.”

Lagi, Minho mendapat pukulan di pipinya. Kali ini dengan remote TV.

“Gue tanya serius. Awas kalo lu cuma ngada-ngada, gue culik si Puan.”

“Puan siape?”

“Kucing lo namanya Puan bukan?”

Kali ini giliran Jeongin yang dapat pukulan di pipi. Langsung dengan bogem mentah dari Minho. Main-main tentu saja, bukan bogem seriusan.

“Kalo gue punya banteng, baru gue namain Puan. Ini kucing cok,” sungut Minho. “Suni, Dungi, Dori, nama kucing gue. Puan, Puan dari Atlantis.”

“Dari Atlantis mah Sendi, Bang,” Jeongin menyahut dengan santai.

“Bikini Bottom, cok, Bukan Atlantis. Dah lah cape ngomong sama elo,” dengan muka gusar, Minho merebut toples keripik usus dari Jeongin dan mulai dia nikmati seorang diri.

Sedangkan Jeongin hanya tertawa puas setelah berhasil melayangkan gurauan tidak lucunya. “Bang, yang tadi itu beneran? Kolam renang punya Chan nganu prostitusi, ya?”

“Bukan kayak ngadain praktek prostitusi, sih. Cuma rumornya ada beberapa orang-orang PSK jadi member tetap di situ. Tapi emang waktu gue ke sana, kan biasanya member tetapnya tuh latihan hampir setiap hari gitu, kan. Kebetulan pas gue ke sana, mereka lagi latihan. Sumpah Je, gak cowok gak cewek,wuih, solehot semua.”

Jeongin mengangguk-angguk mendengar cerita dari Minho. Dia mendengarkan Minho yang masih lanjut bercerita. Dan kemudian,

“Bang, ayo renang ke sana,” dia beranjak dari duduknya.

Minho mendongak. “Cuci mata apa olahraga?”

“Bang. Ada pepatah mengatakan sekali dayung dua pulau terlampaui.”

Minho mengerti maksud Jeongin. Ya, olahraga sekaligus modus. Siapa tahu dapat bonus.

Dia pun ikut beranjak. “Ayo!”


“Tiket buat dua dewasa, Kak.”

“Baik, dua puluh ribu ya, Kak.”

Setelah patungan dengan Jeongin, Minho menyerahkan dua lembar uang sepuluh ribu kepada loket. Setelah diberi tiket, mereka berdua masuk ke area kolam renang. Ada satpam yang berjaga, bertugas menagih tiket yang dibeli. Minho pun menyerahkan kedua lembar tiket kepada satpam.

Dan benar kata Minho.

Di dekat salah satu kolam, terdapat sekumpulan wanita dengan badan begitu seksi, hanya memakai bikini yang sangat minim, mungkin hanya menutupi area genital dan kedua puting saja, sedang melakukan peregangan.

Tak jauh dari sana, sekumpulan lelaki dengan badan yang relatif kecil dan berlekuk indah, juga mengenakan bikini namun tak seminim milik para wanita tadi, melakukan peregangan juga.

Beberapa dari lelaki-lelaki cantik itu melirik ke arah Jeongin dan Minho, mengerlingkan mata mereka dengan manja.

“Aduh, bisa mupeng gue,” celetuk Jeongin, dibalas tawa oleh Minho.

“Kalo ketauan mupeng sama mereka, bisa diewe ditempat lo.”

Sembari berbincang, Minho dan Jeongin berhenti di kolam yang cukup sepi. Mereka yang awalnya mengenakan kaos dan kolor, kini dilepaslah kaos mereka. Menyisakan kolor dan celana dalam di balik kolor.

“COK!! LU KESINI? ANJING LO!”

Terdengar suara familiar, Minho pun menoleh ke arah sumber suara. Ternyata Changbin yang tadi berseru. Lelaki berbadan kekar itu datang bersama Jisung. Keduanya adalah teman dekat Minho, tapi tidak begitu dekat dengan Jeongin.

Sumringahlah Minho karena bertemu sahabat karibnya. Mereka bertiga pun saling berpelukan.

“Je, gue tinggal bentar gak papa? Gak papa lah ya, lu bukan bocil yang harus diawasi lagi,” Minho berpamitan.

Ya, Jeongin tidak masalah, sih, jika harus berenang sendirian. Toh nanti dirinya bisa SKSD ke orang, siapa tahu bisa jadi kawan.

“Ya, udah. Sok,” balas Jeongin, yang kemudian langsung ditinggal pergi oleh Minho bersama dua temannya itu.

Kini Jeongin sendirian. Sebelum masuk ke kolam, dia melakukan peregangan. Agar tidak terjadi cedera maupun salah urat. Karena merasa terganggu dengan poninya yang cukup panjang, Jeongin pun mengambil sedikit air kolam dengan telapak tangannya, lalu dia balurkan pada rambutnya sambil disisir ke atas. Tetes-tetes air turun dari ujung rambut dan pelipisnya, jatuh mengenai pundak dan dada polosnya.

Jeongin itu tampan. Badannya pun atletis. Di usianya yang baru saja menginjak kepala dua itu, pesona Jeongin sudah bersinar dan terpancar terang.

Tak heran jika beberapa orang di sana meliriknya.

Setelah menyelesaikan peregangan, Jeongin masuk ke kolam. Dengan lihai dia gerakkan badannya menyelami air kolam renang. Berbagai gaya renang juga dia lakukan.

Segar, air kolam terasa segar. Jeongin merebahkan punggungnya pada pinggiran kolam, dia pejamkan matanya. Dia biarkan badannya mengapung sambil merelaksasikan pikiran.

Sesekali dia melirik ke arah orang-orang seksi dengan bikini mini di seberang sana. Hitung-hitung cuci mata.

Hingga kemudian,

“Sendirian aja?”

Ada suara lembut menginterupsi. Jeongin membuka matanya hanya untuk mendapati seseorang yang...

...cantik. Cantik. Cantik. Sangat cantik. Demi apa pun, lelaki yang menghampirinya itu terlampau cantik dan seksi. Matanya sedikit tajam, bibirnya tebal menggoda, rambutnya sebahu.

“Oh-uh-um, i-iya, sendirian, nih,” jawab Jeongin kikuk.

“Cowok ganteng masa sendirian aja, sih?”

Jeongin menoleh ke sisi lain, pasalnya ada suara asing lagi menginterupsi. Matanya membulat.

Cantik. Lucu. Seperti boneka. Wajahnya kecil, matanya besar, dengan bibir mungil. Cantik. Indah.

“Kita temenin mau, gak?”

Lagi-lagi Jeongin menoleh ke arah lain ketika terdengar suara yang berbeda lagi. Mata lucu yang sedikit membulat, bibir tipis, dan wajah yang manis menggemaskan. Terlihat mirip anak anjing yang lucu.

Dan ketiga orang itu, mengenakan bikini yang seksi. Tak hanya satu, tapi tiga. Bayangkan saja, Jeongin didekati oleh tiga orang bidadari sekaligus.

“Uh, um- b-boleh?” Sungguh, Jeongin masih kikuk.

“Ya boleh, dong,” yang rambut panjang mengedipkan sebelah matanya.

Lalu tiba-tiba yang berwajah seperti boneka memegang tangan Jeongin, mengelus lengan kekarnya. “Namaku Felix. Kamu siapa, ganteng?”

Jeongin menelan ludahnya susah payah. “J-jeongin..”

“Jeongin seksi, ganteng banget,” kali ini yang berambut panjang yang berujar. Lengan kurusnya ia kalungkan pada leher Jeongin. “Kalo aku Hyunjin.”

Lelaki yang satunya beranjak dari duduknya, dia berdiri di hadapan Jeongin. Dirabanya dada bidang Jeongin, lalu sedikit dia dorong. Mau tak mau Jeongin menggeser mundur badannya. Tak disangka-sangka, lelaki manis itu mendudukkan dirinya pada pangkuan Jeongin.

“Aku Seungmin,” ucapnya.

Muka Jeongin memerah. Malu, tapi terlalu sayang jika dia sia-siakan kesempatan emas ini. Kapan lagi dalam sekali waktu dapat tiga? Mana bening semua, lagi.

“Jeongin udah punya pacar?” Hyunjin mendekatkan bibirnya di telinga Jeongin, membuatnya bulu kuduknya berdiri.

“B-belum,” jawab Jeongin.

Hyunjin terkikik lucu. “Coba pegang Seungmin, dia suka kalo pantatnya diremes.”

Aduh, Jeongin tegang. Ditambah Seungmin yang dengan sengaja menggerakkan pinggulnya, menari-nari dengan pelan di atas selangkangannya. Tatapan Seungmin seolah mengundang Jeongin agar segera menyentuhnya.

Lagi-lagi Jeongin menelan ludah susah payah. Namun kemudian, tangannya dia ulurkan untuk memegang pantat Seungmin.

“Uhh,” rintih Seungmin pelan sambil tersenyum nakal.

“Good, Seungmin. I wanna feel it too,” Felix menatap Seungmin yang terlihat keenakan, padahal hanya pantatnya yang disentuh.

Seungmin dorong lagi dada Jeongin. Kini lelaki itu setengah tiduran dengan siku menahan bobot tubuhnya. Felix menungging di sebelah Jeongin, membiarkan dadanya tepat berada atas muka Jeongin.

“Hyunjin mau bantu Felix,” Hyunjin berjongkok tak jauh dari letak kepala Jeongin, kakinya dibuka lebar-lebar. Dengan sedikit melirik ke atas, Jeongin dapat melihat selangkangan bersih Hyunjin dengan jelas.

Hyunjin pun meremas-remas pantat Felix sebagai mana yang Jeongin lakukan pada Seungmin.

“Jeongin mau emut?” Tiba-tiba Felix lepas atasan bikininya hingga lelaki cantik itu kini telanjang dada. Dia sodorkan dadanya pada Jeongin, puting merah mudanya sudah menonjol dan mengeras.

Gila, Jeongin tidak menyangka. Namun dia juga tidak menolak. Apakah di kehidupan sebelumnya dirinya pernah menyelamatkan sebuah negeri, hingga saat ini dia ketiban hoki sebesar ini?

Maka Jeongin ikuti saja alur permainan mereka. Persetan dengan apa yang akan terjadi setelah ini. Yang penting, saat ini hanya kata 'enak' yang berputar-putar di otaknya.

“Jeongin, ayo cepet emut~”

Ah, gila. Felix sangat memancingnya. Juga Seungmin yang bergerak makin liar di pangkuannya. Ditambah pemandangan selangkangan indah milik Hyunjin. Jeongin bisa gila.

“Binal banget,” ucapnya sebelum akhirnya dia raup puting Felix. Dia mainkan tonjolan itu dengan lidahnya. Satu tangannya dia gunakan untuk memanjakan puting yang lain.

“Ahh~” Desah Felix.

Di saat yang sama, Seungmin sedikit mundur. Dia telusupkan tangannya ke dalam celana Jeongin.

“Ngh, shit,” umpat Jeongin ketika dia rasakan belaian pada kejantanannya. Di balik celananya, Seungmin bermain-main dengan penisnya.

“Jeongin gede,” celetuk Seungmin.

“Ih Seungmin, Hyunjin jadi penasaran seberapa gedenya,” sahut Hyunjin, dihadiahi juluran lidah dari Seungmin.

“Tunggu, kita ganti posisi biar semuanya dapet!” Hyunjin berucap lagi. Ketiga orang yang lain terlihat menatapnya bingung. Tapi kemudian Seungmin turun dari pangkuan Jeongin, mengikuti instruksi dari Hyunjin.

Hyunjin menarik lengan Jeongin, menuntun lelaki itu agar berbaring telentang di lantai. Setelah itu Hyunjin mengambil posisi di atas tubuh Jeongin, berjongkok tepat di atas selangkangan lelaki itu.

Seperti sudah naluri, Seungmin dan Felix berbaring dengan posisi miring, masing-masing di sisi kanan dan kiri Jeongin menghadap pria itu. Seungmin melepas atasan bikininya, lalu kedua lelaki manis itu menyodorkan dada mereka pada muka Jeongin.

“Jeongin nyusu ke kita, gantian kanan kiri,” ucap Seungmin.

Demi apa pun, tolong ingatkan mereka saat ini banyak orang di sekitar mereka. Tapi siapa peduli? Persetan sudah dengan segalanya.

Karena di dunia ini isinya cuma ngewe.

Hyunjin turunkan celana Jeongin. Penis berukuran sedang cenderung besar itu mengacung tegak, mengundang senyum puas dari Hyunjin. Hyunjin genggam batang keras itu, dia kocok perlahan.

Desahan Jeongin tertahan karena mulutnya sedang mengisap puting Felix saat itu. Sesaat kemudian, Hyunjin jilat ujung penis Jeongin, lalu perlahan dia masukkan batang itu ke mulutnya.

Enak.

Melihat itu semua, Seungmin semakin terangsang. Dengan putingnya dipermainkan saja tak cukup untuk memuaskan dirinya. Maka dari itu, dia bangkit dari posisinya. Dia pun menungging membelakangi Jeongin, perlahan dia turunkan celananya.

Mata Jeongin sedikit melebar ketika melihat lubang merah muda yang sudah basah tepat di depan mukanya.

“Jeongin, kobelin~” Pinta Seungmin dengan manja.

Ah, kalau sudah begini bagaimana mungkin Jeongin menolak?

Maka Jeongin jilat jari tengah dan telunjuknya, lalu dia ulurkan lengannya untuk menyentuh lubang anal Seungmin. Pertama dia elus lubang itu untuk menggoda Seungmin. Ketika Seungmin semakin merintih, baru Jeongin masukkan dua jarinya ke dalam lubang itu. Perlahan dia elus dinding dalam anal Seungmin, mencari-cari keberadaan titik dekat prostat lelaki manis itu.

Tak mau kalah, Hyunjin menggerakkan organ-organ mulutnya dengan lihai pada penis Jeongin. Lidahnya berputar di ujung penis lelaki itu, kepalanya naik turun memberikan servis terbaik. Terkadang dia urut dan pijat penis serta buah zakar Jeongin.

Jeongin seperti terbang ke langit. Hyunjin ini sangat pro.

Felix pun tak ingin kalah. Sembari membiarkan Jeongin bergerilya di putingnya, dia berikan ciuman, jilatan, dan isapan pada leher, pundak, dan dada lelaki itu. Sesekali dengan nakal jarinya bermain-main di sekitar dada dan perut atletis Jeongin.

“Ahh!” Seungmin memekik. Pasalnya Jeongin telah menemukan titiknya. Tak karuan dia mendesah, sungguh terdengar memabukkan.

Dan bagian bawah Hyunjin ternyata juga telah berkedut ingin diisi. Maka dia tanggalkan celananya, lalu dia posisikan ujung penis Jeongin pada lubang analnya. Sebelum itu, dia balurkan ludahnya sendiri di area analnya sebagai pelumas. Tak perlu banyak-banyak, karena lubangnya sendiri sudah basah dari tadi.

“Ngh.. aahh~” Hyunjin mendesah kala penis Jeongin memasuki lubangnya. Sedangkan Jeongin mendesis merasakan penisnya diremas-remas oleh dinding anal Hyunjin yang berkedut. Dengan lincah, Hyunjin gerakkan pinggulnya naik turun. Kedua tangannya berada di paha Jeongin untuk menopang tubuhnya.

Melihat lubang milik kedua temannya diisi, Felix juga ingin. Maka dia bangun, dia lepas celananya. Mengikuti Seungmin, Felix berjongkok semi menungging di hadapan kepala Jeongin.

“Jeongin, Felix bersih, kok. Mau dijilatin~” Rengeknya manja.

Dan Jeongin menurut. Sebelah tangannya yang bebas dia gunakan untuk menggenggam pantat Felix, dia buka pipi pantat itu. Lidahnya bergerak meraba-raba permukaan lubang Felix.

“Uhh~ so good~” Desah Felix.

Lidah Jeongin bergerak berputar, kemudian dia isap lubang itu. Terkadang lidahnya bergerak keluar masuk lubang Felix, memakan lubang itu penuh nafsu.

“Ahh! Unghh, ahh! Mmhh, Jeonginhh aku- ahh! Close! Mhh, more!” Itu adalah Seungmin yang memekik. Hampir sampailah dia pada pelepasannya. Maka dari itu, Jeongin percepat pergerakan jarinya. Dengan brutal dia tumbuk, usap, dan raba titik dekat prostat milik Seungmin.

“Ahh! Ahh! Unghh.. anghh ahh!” Dan Hyunjin juga mendesah hebat.

“Aaaahh~” Juga Felix.

Jeongin pusing. Dalam konotasi positif tentu saja.

“Ahh!” Seungmin memekik. Lelaki manis itu telah mencapai puncaknya. Jeongin pun menarik jari-jarinya keluar, dia raba permukaan lubang Seungmin hingga lelaki itu menyelesaikan orgasmenya.

Dan di bawah sana, penis Jeongin makin berkedut. Hyunjin bergerak semakin brutal, memompa penisnya dengan lubang hangat milik si cantik.

“Nghh- Jeongin, ayoo~ ahh! Keluar~” Hyunjin menggerakkan pinggulnya dengan gerakan memutar sebelum dia bergerak naik turun lagi.

Tak butuh waktu lama, Jeongin mencapai puncaknya. Tak lama setelahnya, Hyunjin menyusul. Dia tak berpindah, membiarkan Jeongin mengeluarkan spermanya di dalam dirinya.

Sementara itu, Felix berpindah tempat. Setelah Hyunjin dan Seungmin selesai, Felix membawa Jeongin untuk duduk.

“Jeongin, giliran Felix. Make me cum like them,” dia tatap Jeongin dengan mata berkilaunya.

Tentu saja Jeongin tak bisa menolak.

Dia balikkan badan Felix, dia dekap badan mungil itu dari belakang. “Sini, aku bantu.”

Jeongin masukkan penisnya yang masih tegang ke dalam lubang Felix. Desahan nikmat pun keluar dari mulut Felix. Perlahan dia gerakkan pinggulnya maju mundur, tangannya mendekap pinggang kecil Felix.

“Ahh! Ahh! Yess ahh I like it~”

Baik Felix dan Jeongin memang sudah sensitif sedari tadi. Tak perlu waktu lama hingga mereka dekat dengan puncaknya.

Felix memekik ketika Jeongin menumbuk titiknya. Kedua lengannya menopang berat tubuhnya di lantai, sedikit bergetar karena rasa nikmat yang dia rasa.

Dan Jeongin tumbuk berkali-kali titik Felix. Membuat yang ditumbuk memekik dan mendesah tak karuan.

“Mmhh- ahh! Nghh Jeongin~ ahh ahh! Aku- ahhh!” Felix pun mencapai orgasmenya.

Tepat ketika Jeongin sudah sangat dekat, dia cabut penisnya keluar. “Felix, sini,” dia pun berdiri, dia isyaratkan Felix untuk bersimpuh di bawahnya. Jeongin pun mengocok penisnya tepat di hadapan muka Felix.

“Ahh... fuck,” dan Jeongin menyemburkan spermanya pada muka Felix. Felix senang saja, dia suka ketika muka cantiknya dikotori oleh sperma.


Singkat cerita, setelah pergelutan panas antara Jeongin dengan tiga lelaki cantik dan seksi itu, mereka saling bertukar kontak. Kini Hyunjin, Felix, dan Seungmin sudah pergi, mungkin kembali untuk melakukan latihan.

Jeongin lemas. Tenaganya banyak terkuras pada kegiatan bercinta dengan tiga orang sekaligus tadi. Saat ini dia telentang, membiarkan tubuhnya mengambang pada air kolam.

“Woy! Anjing lo.”

Jeongin menoleh. Ternyata itu Minho.

Minho duduk di pinggiran kolam, dan Jeongin tetap pada posisinya.

“Ditinggal bentar malah ngewe sama tiga orang.”

Jeongin terkekeh. “Mereka yang dateng duluan, Bang. Awalnya mau nemenin, malah jadinya godain. Ya gue gak mau nolak dong, kesempatan berlian itu.”

Ya, Minho mengerti. Kalau dia berada di posisi Jeongin, dia juga tak akan menolak.

“Tapi kerad, ye. Terang-terangan di tengah kolam. Mana banyak orang lagi,” ujar Minho.

Tak sengaja Jeongin melihat noda seperti sperma yang telah mengering pada kolor Minho. “Alah, lo juga habis main, kan?”

“Ya, paling enggak bukan di tempat terbuka banget kayak gini,” sahut Minho.

Jeongin bangun dari posisinya, kini dia sandarkan tubuhnya pada dinding kolam. “Jadi bener main?”

Minho mengangguk. “Iye, sama Chan, Changbin. Kita gangbang si Jisung.”

.

.

END.

Tags: hyunjin centric, hyunjin harem, dom!chris, dom!minho, dom!changbin, dom!jeongin, sub!hyunjin, genderfluid!hyunjin, hyunjin has vagina, feminization, gangbang, age gap, a bit of BDSM, harsh words, rough sex, sex without aftercare, blow job, deep throat, fingering, nipple play, spit as lube, vagina fuck, anal fuck, mouth fuck, semi exhibitionism, office sex, boss and intern, office workers and intern, chris is the boss, minho and changbin are the general manager, hyunjin and jeongin are the interns

Words: 2,2K+


“Ng- umm...”

“Lagi sayang, kecil banget mulut kamu. Gak cukup, ya?”

Hyunjin melesakkan penis besar Chris lebih jauh ke dalam mulutnya. Dengan susah payah tentunya, mulutnya tak cukup besar menampung penis dengan ukuran 9 inch itu. Tangan dan lututnya sedikit bergetar.

“Ngh- akh!” Hyunjin tersentak ketika Chris menarik rambutnya.

“Udah berapa kali saya bilang, jangan kena gigi,” pria berusia 32 tahun itu berkata.

Mata Hyunjin berair, ujung penis Chris menyodok dinding kerongkongannya. Pelan-pelan ia mengangguk sambil mendongak menatap bosnya itu.

Chris meraih dagu Hyunjin, senyuman miring muncul di wajah tampannya. Puas dengan pemandangan di bawahnya.

Cantik. Hyunjin sangat cantik. Wajahnya memerah, terutama di sekitar pipi dan ujung hidungnya. Matanya sayu dan berair, bibirnya merah basah.

Hyunjin yang berusia 21 tahun, seorang mahasiswa yang sedang magang di perusahaan bisnis konstruksi yang dipimpin oleh Chris. Ia tak sendiri, tentunya. Jeongin adalah temannya yang juga magang di perusahaan milik Chris.

Mengambil inisiatif, Hyunjin mengeluarkan penis Chris dari mulutnya. Ia genggam batang keras itu, lidahnya menjilat-jilat layaknya sedang mengonsumsi lolipop kesukaannya.

Namun tampaknya Chris kurang puas. Ia tarik penisnya hingga genggaman tangan Hyunjin terlepas.

“Buka mulutnya.”

Menurut, Hyunjin buka mulutnya sembari menatap pria yang berdiri di hadapan dirinya yang sedang berlutut itu. Chris memasukkan seluruh penisnya ke dalam mulut Hyunjin, mendorong dan sedikit memaksanya hingga bibir Hyunjin bersentuhan dengan pangkal penisnya.

“Akh- uhk!” Tentu saja si cantik akan tersedak. Bahkan sampai air mata lolos dari pelupuk matanya.

Chris memegang kepala Hyunjin, ia gerakkan kepala yang lebih muda dengan gerakan maju mundur. Sedangkan Hyunjin, ia cengkeram kain celana mahal yang dikenakan oleh Chris.

Sesak, juga sedikit sakit. Tapi Hyunjin suka dengan sensasi ini. Bagaimana kejantanan sang atasan mengisi penuh mulut dan kerongkongannya. Bagaimana kepala kejantanan itu menubruk dinding kerongkongannya bertubi-tubi.

Hingga kemudian pintu diketuk dari luar.

Chris berdecak kesal, tak suka kegiatannya diganggu. Tapi kemudian ia tarik pinggulnya menjauh hingga penisnya terbebas dari mulut Hyunjin. Ia rapikan pakaiannya, lalu berjalan menuju pintu.

“Pak!” Itu Hyunjin, berseru panik. Pasalnya saat ini pakaiannya telah terlepas dari badannya, entah di mana Chris menaruh pakaian itu. Alias saat ini Hyunjin sedang telanjang.

“Hm?” Chris menoleh. “Sembunyi aja dulu. Kecuali kalo kamu tipe exhibionist.”

Dengan begitu, Hyunjin segera menyembunyikan dirinya di balik tirai besar ruangan itu. Sementara Chris berjalan semakin dekat ke arah pintu, lalu membuka papan kayu itu.

“Izin, Pak Chris. Saya mau setor berkas laporan dari Pak Minho untuk ditandatangani oleh Bapak.”

Chris menerima beberapa lembar berkas yang diserahkan oleh Jeongin. Sebelum Jeongin pergi, ia berucap.

“Kamu mau bantu saya rekam saya, gak?”

“Eh? Rekam apa ya, Pak, kalau boleh tahu?” Jeongin menanggapi.

“Ini di luar urusan pekerjaan, sih. Ada temen kamu si Hyunjin juga. Nanti saya kasih bonus, kalau kamu mau. Terus, kalau kamu mau, langsung ke ruang multimedia aja, bilang ke karyawan di sana buat pinjem kamera. Yang nyuruh Pak Chris, gitu,” jawab Chris.

Kebetulan sedang senggang, Jeongin iyakan saja tawaran Chris. Mengingat atasannya itu berkata akan memberikan bonus. Lumayan.

“Baik, Pak. Saya mau. Kalau begitu saya ambil kameranya dulu ya, Pak.”

Chris mengangguk, mempersilahkan Jeongin berlalu. Kemudian ia masuk lagi ke ruangannya. Terkekehlah dia ketika melihat Hyunjin yang sedang bersembunyi di balik tirai, hanya kepalanya yang muncul.

Chris duduk di sofa. Dasi dan sabuknya ia lepas. “Hyunjin, sini.”

Layaknya anjing kecil yang sudah terlatih, Hyunjin menurut. Ia hampiri Chris yang sedang membuka beberapa kancing kemejanya juga kancing celananya.

“Duduk,” Chris menepuk pahanya.

Lagi-lagi Hyunjin menurut. Ia dudukkan pantat polosnya pada paha Chris, lengannya secara otomatis melingkar pada leher kokoh pria itu. Kemudian Chris membuka paha Hyunjin.

“Kamu itu unik. Saya gak kira kalau ternyata kamu punya vagina.”

Chris sentuh paha dalam Hyunjin, lalu merambat naik untuk mengelus permukaan vagina Hyunjin yang masih terkatup rapat itu. Hyunjin merona, menunduk malu-malu sembari menahan desahannya.

Jari-jari Chris bermain-main pada bibir vagina itu. Desahan-desahan kecil lolos dari mulut Hyunjin.

“Pak..”

“Kamu itu ya, Hyunjin. Tadi saya suruh kerjain laporan malah nonton porno,” jempol Chris menyusup masuk ke balik bibir vagina Hyunjin, mengelus bagian dalamnya.

“Ahh! Ahh..”

“Apa, Dek, tanggapanmu? Bukannya kasih tanggapan malah desah kamu.”

Napas Hyunjin memburu. “Ungh.. m-maaf, Pak- ah!” Hyunjin tersentak, pasalnya Chris melesakkan jari tengah ke dalam vaginanya secara tiba-tiba.

“Apa, Dek?” Chris menyeringai puas.

Karena Hyunjin tak kunjung memberi jawaban, sebelah tangan Chris meraih ponselnya.

“Halo, Changbin? Uh, sibuk gak lu? Hm. Ke sini, ke ruangan gue. Ajak Minho juga. Oke.”

Ketika Chris menoleh ke arah Hyunjin, si cantik itu menatapnya takut-takut, matanya membulat. “Pak? Siapa yang mau ke sini? Tapi kita kan-”

“Saya lihat tadi kamu nonton porno semacam gangbang atau group sex. Jadi saya kira kamu suka dengan yang sejenis itu?” Chris berujar.

Hyunjin bungkam. Antara tak bisa menjawab dan terlalu menikmati servis yang diberikan oleh atasannya pada vaginanya. Atau mungkin keduanya?

Kemudian Chris memutar badannya dan badan Hyunjin secara tiba-tiba, kini mereka menghadap pintu. Jarinya bergerak keluar masuk lubang vagina Hyunjin.

“Kita hadap pintu.”

“Uh- eh?” Lagi-lagi Hyunjin menatap Chris dengan raut muka takut.

“Udah, nurut aja,” Chris berbisik.

“Jus melon di depan kantor? Emang iya enak?”

“Enak banget Pak, lu harus coba.”

“Berapa tahun gue kerja di sini sampe diangkat jadi general manager kenapa gue gak pernah mampir di situ ye, lu juga sih baru bilang sekarang!”

“Ya gue kira lu udah pernah mampir!”

Terdengar sayup-sayup suara dua orang pria sedang bercengkerama dari balik pintu. Hingga kemudian,

CKLEK

Pintu ruangan terbuka.

”....bajingan.”


Jeongin telah mendapat izin untuk meminjam kamera. Saat ini ia berjalan menyusuri lorong menuju tempat elevator berada. Ia masuki elevator itu untuk membawanya menuju lantai 8, tempat di mana ruangan Chris berada.

Pria berumur 20 tahun itu bersenandung ringan. Ketika elevator telah sampai di lantai 8, ia segera keluar. Kakinya ia bawa menuju ruangan dengan tanda 'A' pada pintunya, menandakan itu adalah ruangan sang bos.

Bel pun ia pencet. “Permisi, Pak Chris. Ini saya, Jeongin.”

“Hm, masuk aja. Pintunya gak saya kunci,” sang bos menyahut dari dalam.

“Baik, Pak,” Jeongin pun membuka pintu itu.

Seketika ia memaku, tubuhnya membeku di tempat. Pemandangan di depan matanya sangat sangat sama sekali tidak terduga.


”...bajingan.”

Chris menyeringai. “Sini, Minho, Changbin. Gabung.”

“Sinting lo anjing,” Changbin mengumpat, tapi kakinya tetap melangkah maju mendekati Chris dan Hyunjin yang sedang duduk di paha atasannya itu.

Sedangkan Minho menutup pintu ruangan itu rapat-rapat. Tak perlu basa-basi, pria berusia 30 tahun itu membuka dasi dan ikat pinggangnya.

“Kocak, Hyunjin punya memek?”

Minho mendekati Changbin, ia toyor kepala rekannya itu. “Tinggal nikmatin, gak usah banyak komen. Udah dikasih lampu ijo tuh sama Pak Bos.”

Changbin tersenyum lebar. Segera saja ia buka celananya, ia keluarkan penisnya, lalu dia kocok perlahan. “Ini anak magang boleh di-gangbang emang, Pak?”

Chris terkekeh. “Tanya aja ke anaknya.”

Changbin berjongkok di hadapan Hyunjin. Ia topang dagu si cantik agar dapat ia lihat wajahnya. “Gimana, Dek? Mau di-gangbang?”

Bersamaan dengan itu, Chris percepat tempo gerakan jarinya. Di dalam sana, ia elus g spot Hyunjin, membuat pemilik vagina meloloskan pekikan kenikmatan.

“Wuih, mantap,” Changbin menjilat bibirnya penuh nafsu.

“Dia gak nolak, Bin,” itu Chris yang berbicara.

Kemudian Minho ikut mendekat. Ia bungkukkan badannya, lalu ia raih dagu Hyunjin. Beberapa saat kemudian, bibirnya telah menyatu dengan milik si cantik. Kecupan panas terjadi di antara keduanya. Tak ingin kalah, Changbin pun mengulurkan tangannya untuk memilin dan memainkan puting Hyunjin.

Hyunjin menggelinjang hebat. Tak pernah ia sangka-sangka sebelumnya, kejadian seperti ini akan terjadi pada hidupnya.

Dan Chris benar. Hyunjin tidak menolak. Walaupun sempat takut, tentu saja, para pria ini adalah atasannya. Terlebih dirinya hanyalah seorang mahasiswa magang. Tetapi jauh di dalam sana, ia suka. Ia suka diperlakukan seperti ini. Chris dan dua general manager ini, mereka adalah pria-pria menawan. Jika Hyunjin deskripsikan dengan dua kata, mereka itu terlihat layaknya sex god. Dengan badan atletis dan wajah tampan, serta penampilan yang begitu memikat. Siapa yang tak mau digagahi oleh mereka?

“Ganti posisi aja, Pak, biar enak.”

Chris mengangguk, menerima saran Changbin. Ia angkat tubuh Hyunjin, kemudian ia berdiri. Minho berbaring di atas karpet bulu, ia lepas semua kancing kemejanya juga resleting celananya. Penisnya yang sudah keras ia keluarkan.

“Sini sayang,” ucap Minho kepada Hyunjin. Hyunjin pun naik ke atas badan Minho. Tangannya ia letakkan pada dada bidang pria di bawahnya. Minho pun menggesekkan kepala penisnya pada bibir vagina Hyunjin.

“Udah basah banget, Pak,” Minho lapor kepada Chris, dibalas kekehan dari sang bos.

Kemudian Chris berlutut di belakang Hyunjin. “Minho, angkat pantat Hyunjin dikit.”

Minho menurut. Chris pun mengeluarkan penisnya. Pria itu meludah di atas lubang pantat Hyunjin sementara Minho masih setia menggesekkan penisnya pada bibir vagina dan klitoris Hyunjin. Chris pun ikut menggesekkan penisnya pada lubang anal Hyunjin.

Sedangkan Hyunjin? Tentu saja mendesah tak karuan. Tak peduli lagi dengan siapa pun yang mungkin saja mendengar desahannya. Stimulasi di bawah sana begitu menggilakan.

“Gue bagian mulut dong,” Changbin mendekat. Ia tarik dagu Hyunjin.

“Cantik,” pria itu tersenyum.

“Ungh.. ah- ahh!” Hyunjin memekik. Bagaimana tidak? Minho dan Chris melesakkan penis mereka masing-masing ke dalam lubang vagina dan lubang anal Hyunjin secara bersamaan.

Changbin tersenyum miring. “Semua lubang kamu bakal kita sumpel pake kontol nih, Dek.”

Changbin pun menyodorkan penisnya ke dekat mulut Hyunjin. Hyunjin membuka mulutnya, lantas Changbin masukkan penisnya ke dalam mulut si cantik.

“Anak pinter. Isep yang bener, oke? Changbin mengelus rambut Hyunjin.

Sementara itu, Minho menggempur vagina Hyunjin sembari mengisap puting Hyunjin. Sedangkan Chris, ia gempur lubang anal Hyunjin sambil beberapa kali meremas dan menampar pantat kenyal si cantik.

Kemudian tiba-tiba bel berbunyi. Suara Jeongin terdengar dari luar. Anak itu meminta izin untuk masuk.

“Hm, masuk aja. Pintunya gak saya kunci,” Chris berucap, mempersilahkan Jeongin untuk masuk.

Pintu pun terbuka. Jeongin muncul dari balik pintu dengan tas kamera terkalung pada pundaknya. Ia membeku di tempat, menatap pemandangan di depannya dengan tatapan sangat tidak percaya.

Hyunjin, temannya, sedang telanjang dengan tiga orang pria dewasa, atasannya, mengeroyok dan menyetubuhinya.

“P-pak..,” lidah Jeongin kelu. Sial, seketika celananya terasa semakin sesak.

Chris tertawa kecil. Sangat mengerti, Jeongin pasti sedang tegang. Maka dari itu,

“Bawa kamera, kan? Rekam kita. Kalo kontolnya ngaceng, fap aja sambil rekam. Setelah kita selesai, kamu bisa pake Hyunjin,” Chris berkata.

Hyunjin direndahkan, tapi anehnya tubuhnya malah merinding. Ia merasakan kepuasan tersendiri. Seakan ingin dimaki-maki lebih parah lagi.

Sedangkan Jeongin, dengan kikuk ia mulai mendirikan tripod dan memasang kamera di atas tripod itu. Ia arahkan lensa kamera pada Hyunjin dan ketiga atasannya. Dengan susah payah, ia menelan ludah. Di bawah sana makin terasa sesak saja.

PLAK

Chris menampar keras pantat Hyunjin, membuat si cantik memekik dengan mulut yang masih disumpal oleh penis Changbin.

“Hadap ke kamera dong, sayang. Biar temen kamu bisa lihat wajah binal kamu.”

Dengan bantuan tangan Changbin, Hyunjin menoleh ke arah kamera. Keringat dingin mengucur pada pelipis Jeongin ketika Hyunjin melihat ke arahnya dengan mata sayu dan alis terangkat.

“Shit.”

Beberapa saat kemudian, mereka berganti posisi. Hyunjin berdiri, dengan Chris yang menggempur vaginanya dari belakang. Di depannya, Minho dan Changbin bermain mulut pada masing-masing putingnya. Minho di puting sebelah kanan, Changbin di puting sebelah kiri. Beberapa kali Minho dan Changbin bergantian memainkan klitoris Hyunjin, memberikan stimulasi lebih.

Hyunjin bisa gila. Rasanya ia ingin pingsan, tak tahan dengan kenikmatan yang ia rasakan.

Sedangkan Jeongin, ia sendiri sudah tak tahan. Tangannya bergerak ke bawah untuk menyentuh selangkangannya yang telah menggunduk.

“Pak, ini saya beneran boleh sambil fap?”

Chris mengangguk. “Go ahead.”

Diberi lampu hijau, Jeongin pun membuka celananya. Ia keluarkan penisnya, ia elus dan kocok sembari menonton Hyunjin yang sedang digempur oleh tiga pria dewasa.

“Pak- ahh! Ah! Unghh... saya- ahh!” Tiada henti Hyunjin memekik dan mendesah.

Chris pun mengangkat tubuh Hyunjin untuk ia tidurkan di karpet dengan posisi telentang. Ia angkat dan buka lebar kaki si cantik, lalu lanjut menyetubuhi si cantik. Sementara Minho dan Changbin berdiri tepat di atas muka Hyunjin, mengocok penis mereka dan membiarkan sperma keduanya menyembur dan mengotori wajah cantik Hyunjin.

Chris juga hampir sampai di pelepasannya. Ia bergerak dengan tempo cepat, ia tumbuk g spot di dalam sana tanpa ampun.

“Paaakk... aaaahh!” Hyunjin mendesah panjang. Ia keluar lebih dulu. Tak lama kemudian Chris menyusul. Ia keluarkan semua spermanya di dalam rahim Hyunjin.

Hyunjin lemas.

Chris pun mencabut penisnya. Tanpa mengatakan apa-apa, ia belai rambut Hyunjin dan berlalu meninggalkan ruangan itu. Begitu pula dengan Minho dan Changbin yang keluar dari ruangan begitu saja, tanpa mengatakan apa pun.

Kini tersisa Hyunjin bersama Jeongin yang masih fokus mengocok penisnya.

“Jeong...,” panggil Hyunjin lirih.

“U-uh, iya?”

Hyunjin merangkak mendekati Jeongin. Kemudian ia berlutut di hadapan temannya itu. Tangannya terulur untuk meraih penis Jeongin. Ia kulum penis itu, sesekali ia jilat dan pijat.

“Ah- shit. Hyunjin..”

Tak butuh waktu lama untuk Jeongin mencapai klimaksnya. Pria itu menyemburkan spermanya di dalam mulut Hyunjin, dan Hyunjin dengan senang hati menelan cairan itu hingga tak tersisa.

“Hyunjin,” Jeongin membelai rambut Hyunjin.

“Iya?” Hyunjin mendongak.

“Wow. Luar biasa,” hanya itu yang bisa Jeongin katakan. Sedangkan Hyunjin hanya terkikik.

“Mau dibantuin beres-beres?” Jeongin menawarkan diri. Tapi Hyunjin menggeleng.

“Gak usah. Kamu keluar aja dulu. Balikin kameranya ke Pak Chris, jangan ke multimedia. Malu kalo sampe filenya ketauan,” jawab Hyunjin.

“Terus kamu gimana? Look at you, kamu.., berantakan.”

“Gak papa. Aku di sini dulu, nunggu Pak Chris dateng.”

Jeongin memasukkan penisnya ke dalam celananya kembali. Ia rapikan pakaiannya. “Hadeh, jangan bilang mau ronde dua?”

Hyunjin tersenyum malu-malu. “Gak tau. Kalo pun iya, siapa sih yang mau nolak?”

Jeongin memijit pelipisnya. “Ge we es, deh.”