Hwang Hyunjin, seorang seniman muda yang masih berumur 21 tahun. Dia memiliki soft spot tersendiri untuk sebuah karya seni, terutama seni lukis. Hyunjin sendiri sudah memiliki studio lukisnya sendiri. Di studionya itulah dia selalu menyelenggarakan pameran karya lukisnya setiap hari Sabtu dan Minggu.
Tak peduli seberapa passionate seorang seniman, pasti pernah merasakan kejenuhan. Kerap kali Hyunjin akan merasa buntu dan tidak tahu harus melukis apa lagi. Karena hal itulah terkadang Hyunjin dilanda stress.
Seperti halnya saat ini, pemuda dengan rambut nyaris sebahu itu duduk di depan kanvas yang masih saja kosong sejak satu jam yang lalu. Kanvas itu harusnya nanti akan terisi dengan lukisan pesanan dari pelanggan Hyunjin, namun Hyunjin benar-benar tidak tahu harus memulai dari mana.
Memang deadline-nya masih lama, Hyunjin masih memiliki waktu lebih dari satu minggu untuk menyelesaikan lukisan pesanan itu.
“Argh!” Hyunjin mengerang frustasi.
Dia rasa dia membutuhkan sebuah hiburan, dan mungkin sesuatu yang dapat membangkitkan inspirasinya. Pemuda itu pun meraih ponselnya untuk menghubungi teman dekatnya, Han Jisung.
“Ji, lo lagi di mana?”
“Di rumah aja. Ngapain?”
“Sibuk?”
“No, I’m doing nothing. Nonton aja sih.”
“Anter gue ke tempat tato langganan elo.”
Terdengar suara batuk dari seberang panggilan. Hyunjin berasumsi bahwa teman dekatnya itu sedang tersedak.
“Hah? Lo mau ngapain, Jin? Mau bikin tato?”
Hyunjin menghela napas. “Ya, gitu deh, Ji. Entah, tiba-tiba pengen bikin tato aja.”
“Oke oke. Gue anter. Tapi pastiin lo bener-bener mau dan ga bakal nyesel nanti sama tato yang lo bikin.”
“Iya, I know, Ji. Gue ke rumah lo ya, sekarang.”
Setelah mendapatkan persetujuan dari Jisung, Hyunjin memutus panggilan. Segera dia bereskan peralatan lukisnya, dia sambar tas dan kunci studio lukis miliknya, lalu keluar dari studio dan tak lupa mengunci pintunya.
Hari sudah menjelang malam, namun tak masalah. Justru malam hari adalah waktu di mana Hyunjin merasa lebih hidup. Kemudian Hyunjin pun memutuskan untuk langsung menuju rumah Jisung.
Hyunjin dan Jisung telah sampai di tattoo shop langganan Jisung. Toko itu didominasi dengan warna hitam, dengan lampu LED berwarna merah membentuk tulisan ‘Mr. CB97’ di atas jendela toko.
“Ini tempatnya?” Tanya Hyunjin.
Jisung mengangguk.
“Yang biasa ngetato cowok apa cewek? Masih muda atau udah tua? Ramah ga? Serem ga?” Tanya Hyunjin lagi bertubi-tubi.
Jisung menatap Hyunjin datar. “Cowok, masih muda, ramah tapi auranya rada dingin. Kata gue orangnya ganteng.”
Hyunjin tak bisa menahan senyumnya.
“Iya gue tau lo suka cowok seksi. Dah sana masuk. Tar bilang aja, ‘bang mau tato’ gitu di bar. Gue tinggal, ya? Tar kalo udah telpon aja, nanti gue jemput.”
Hyunjin mengangguk riang, tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Jisung. Sepeninggalnya Jisung, Hyunjin pun menghampiri pintu tattoo shop itu. Terdapat tulisan ‘push’ pada pintu, sehingga tanpa berpikir panjang Hyunjin mendorong pintu itu.
Suasana di dalam toko masih sama, didominasi warna hitam dengan berbagai macam model tato yang dipajang pada dinding. Sebuah meja bar terpampang tepat di depan jendela, dengan seorang pria bertato—tentu saja—menjaga meja bar itu.
Hyunjin pun menghampiri meja bar.
“Um, bang?”
Pria itu mendongak. “Changbin. Panggil aja Changbin.”
“Oh, iya Changbin. Um, mau tato,”
Tanpa mengatakan apa-apa, Changbin mengambil sebuah buku catatan kecil.
“Oke. Nama?”
“Hyunjin.”
“Mau tato jenis letter, naturalis, abstrak, mandala, simplified, atau kombinasi?”
“Hah? Bedanya gimana?”
Changbin mengambil sebuah buku album, dia tunjukkan berbagai model tato yang terdapat pada album tersebut kepada Hyunjin.
“Kalo letter ya biasa, tulisan aja. Kalo naturalis kayak gini. Bentuknya sama kayak objek asli tanpa dimodifikasi. Kalo abstrak ya abstrak, kalo mandala kayak gini, simplified ngikut gaya tattoo artist-nya, biasanya banyak dimodifikasi. Nanti lo tinggal request ke tattoo artist-nya mau gini gini dan sebagainya. Kalo kombinasi bisa gabungan dari dua jenis atau lebih,” Changbin menjelaskan.
“Um, mau kombinasi deh.”
Changbin mengangguk. Dia tuliskan pada buku catatan tentang pesanan tato dari Hyunjin.
“BnW atau pake warna?”
“BnW aja.”
Changbin kembali menuliskan permintaan Hyunjin. Setelah selesai, pria itu menyobek lembaran dari buku catatan dan memberikannya kepada Hyunjin.
“Ini. Nama tattoo artist-nya Chris. Lo tunggu dulu, kalo udah dipanggil lo masuk ke studio sambil bawa lembaran itu. Ntar kasih lembarannya ke Chris, selanjutnya ikutin aja arahan dari dia.”
Hyunjin menerima lembaran itu, melayangkan senyuman ramah.
Sekitar sepuluh menit Hyunjin menunggu di waiting room, akhirnya namanya dipanggil. Segera dia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu studio yang dibuka oleh seorang pria. Pria itu menunggu dirinya di depan pintu.
“Silahkan masuk,” ucap pria itu.
Hyunjin masuk ke dalam studio yang—lagi-lagi—didominasi oleh warna hitam itu. Chris, sang tattoo artist pun menutup pintu dan berjalan menuju meja di mana dia meletakkan alat-alat tatonya.
“Hyunjin ya, umur berapa?” Chris berbasa-basi.
“Baru 21 kemaren Maret. Lo Chris?”
Chris terkekeh. “Kan udah jelas. Semestinya Changbin udah kasih tahu nama gue ke elo.”
Hyunjin tersenyum kikuk.
“Anyway gue 24 tahun. Ga jauh juga ya dari lo, Hyunjin,” Chris berujar lagi.
“Uhum,” balas Hyunjin singkat.
“Kerja atau kuliah? Kalo kerja, kerja apa, Hyun?”
“Seniman. Biasa ngelukis gitu.”
“Biasa open commis atau ready?”
“Dua-duanya sih, kadang gelar pameran juga.”
Chris mengangguk. Pria itu telah selesai menyiapkan peralatannya. Kemudian dia beralih untuk menghadap Hyunjin. Tangannya menengadah.
“Kertas pesanannya?”
Hyunjin segera memberikan lembaran yang diberikan oleh Changbin tadi kepada Chris. Pria itu membaca sekilas isi lembaran itu, lalu meletakkannya di meja.
“Kombinasi, BnW. Mau kombinasi apa sama apa?”
Hyunjin memandangi Chris dari atas hingga bawah. Awalnya dia belum punya rencana di bagian tubuh mana dia akan menaruh tatonya, tapi setelah melihat penampilan dan pembawaan tattoo artist seksi itu, Hyunjin kini telah membuat keputusan.
“Simplified and letter.”
Chris mengangguk. “Oke, sebelum request lebih detail. Mau tato di mana?”
Hyunjin menggigit bibirnya perlahan. Napasnya sedikit memberat.
“Um, gue mau tato di selangkangan.”
Chris yang awalnya sibuk mengisi ulang tinta itu kini menatap Hyunjin tidak percaya. Mulut pria seksi itu sedikit terbuka.
Dan Hyunjin tak bisa melepaskan pandangannya dari tindik berbentuk cincin yang melingkar di bibir bawah pria itu.
“Are you sure?”
Hyunjin mengangguk. “Kenapa? That isn’t allowed here?”
Chris menggelengkan kepalanya perlahan. “Boleh, tentu boleh. Maaf, agak kaget aja. Baru lo klien di sini yang minta ditato di tempat privat kayak gitu,” jawab Chris sambil terkekeh canggung.
“Ya udah, gue jadi yang pertama,” sahut Hyunjin.
Chris mengangguk. Kemudian dia mempersilahkan Hyunjin untuk berbaring pada tempat yang telah disediakan. Chris pun menarik kursi tempat dirinya biasa mengerjakan tato pada kulit kliennya.
“Oke, kita sekarang bahas detailnya. Lo mau tato yang kayak gimana, di mana tepatnya, terus tulisan apa?”
“Um, some kinda like milky way yang isinya bulan sama bintang kecil di sekitar lubang pantat, kitten paws masing-masing dua di selangkangan kanan kiri, sama tulisan ‘kiss me here’ di perut bawah sejajar pinggul, pake font terserah lo yang penting font gemes.”
Chris memperhatikan penjelasan Hyunjin sambil menatap intens kliennya yang berparas cantik itu. Tanpa sadar dia menjilat bibirnya.
Dan Hyunjin memergoki dirinya. Pria cantik itu menatapnya penuh arti.
“Can you, Chris? Can you?”
Sialan, suara Hyunjin kini terdengar begitu sensual. Suara lembut itu mengalun indah melewati gendang telinganya.
Merasa tak mau kalah, Chris memasang senyuman miring.
“Sure. I can do everything.”
Hyunjin tersenyum puas.
“Well, lepas celana lo sekarang,” Chris memerintah. Hyunjin menurut, segera dia tanggalkan celana denim longgar juga pantie berwarna putih yang dia kenakan. Benar, Hyunjin memang senang memakai pantie.
Chris menatap Hyunjin. “Lo pake pantie?”
“Uhum, gue submissive, Chris. And I like men. Tapi sayangnya sampe sekarang gue masih lajang.”
Wow, informasi tersebut membuat Chris hampir kalang kabut.
“Well, okay, lo udah shaving, kan?”
“Udah. Kemaren baru aja gue shaving.”
“Oke. Gue bersihin dulu, um, selangkangan lo. Open you legs.”
Hyunjin mengikuti perintah Chris. Dia buka kakinya lebar-lebar, sedikit terlalu lebar jika hanya untuk dibersihkan selangkangannya.
Chris mengambil lap basah dan meneteskan beberapa tetes cairan pembersih pada lap itu. Kemudian dia usapkan perlahan pada selangkangan polos Hyunjin.
“Nghh,” lenguhan lembut lolos melewati bibir Hyunjin.
Chris tersenyum miring, dia tatap mata Hyunjin yang berubah menjadi sayu itu.
“Hyunjin?”
“Uhh, sorry, Chris. Dingin soalnya, rasanya nyess gitu,” jawab Hyunjin, suaranya semakin terdengar sensual.
“Ga papa. That’s, that’s hot. Gue suka,” balas Chris sembari melanjutkan kegiatannya membersihkan selangkangan Hyunjin.
Setelah selesai, Chris menyisihkan lap itu. Dia pun mengenakan sarung tangannya, kemudian mulai mengambil alat tatonya yang sudah siap digunakan.
“Ini bakal sakit, Hyun. Terlebih gue ngetato di tempat lo yang sensitif. Kalo terlalu sakit bilang, ya? Nanti gue break bentar.”
Hyunjin mengangguk.
Jarum dari alat tato mulai menggores kulitnya. Chris mentato perut bawahnya terlebih dahulu. Hyunjin memejamkan matanya. Saat ini masih belum terlalu terasa sakit.
Untuk mengalihkan rasa sakit, Chris biasa mengajak kliennya bercengkerama. Seperti saat ini, dirinya tengah bercengkerama dengan Hyunjin tentang apa pun, mereka saling berbagi cerita. Tak terasa, satu tato bertuliskan ‘kiss me here’ telah selesai terlukis.
Chris pun beralih untuk melukis kitten paws pada selangkangan kanan dan kiri Hyunjin.
“Umhh,” Hyunjin tidak bisa menahan desahannya ketika Chris tidak sengaja menyentuh buah zakarnya.
Chris tertawa kecil. “Kok tegang?”
“Ya elo sentuh sentuh, sihhh!” Sahut Hyunjin.
“Kan mau gue tato, sayang,”
Hyunjin menggigit bibirnya, malu-malu karena dipanggil seperti itu oleh Chris.
“Tapi asli sih, lo cantik,” ucap Chris sambil mulai menggoreskan tinta pada selangkangan Hyunjin.
“Asshhh,” desis Hyunjin.
“Sakit atau enak?”
“Unghh dua-duanya,”
Chris tersenyum miring. Mungkin hari ini adalah salah satu hari terbaik yang pernah terjadi dalam hidupnya. Kali ini Chris lebih banyak diam, dia menikmati desahan dan desisan pelan yang beberapa kali keluar dari mulut Hyunjin.
“Aahh!” Hyunjin mendesah semakin kencang ketika jarum tato Chris semakin mendekat ke buah zakarnya.
“Sial Hyunjin, gue sekarang ikut tegang, nih,” celetuk Chris.
Tato kedua telah selesai. Chris tertawa kecil melihat penis Hyunjin yang mungil itu kini menegang sempurna. Bahkan cairan precum sudah membasahi ujung penis itu.
“Chris, uhh gatel,” Hyunjin menggerak-gerakkan tangannya gelisah, berusahan meraih tangan Chris.
Chris pun menggenggam tangan Hyunjin, memijit perlahan jemari lentik itu.
“Apanya sayang, yang gatel?”
Hyunjin menatap mata Chris. “Lubang gue, nghh, tiba-tiba pengen dikobelin.”
Chris menjilat bibirnya. Dia matikan sejenak alat tatonya, lalu dia letakkan di meja. Ibu jarinya dia jilat, kemudian dia usap lubang Hyunjin menggunakan ibu jari itu.
“Ehh! Chris lo ngapain?!”
“Katanya pengen dikobelin?”
Muka Hyunjin memerah. “Uhhh, i-iya t-tapi umhh shit enakhh..”
“Lo seksi banget, Hyunjin. Gue jadi sange lihat elo,” ucap Chris. Hyunjin tidak menjawab, dia menikmati permainan jari sang tattoo artist.
Chris memasukkan jari tengahnya ke dalam lubang Hyunjin secara perlahan.
“Aaaahh! Shithhh!” Desah Hyunjin kencang.
“Lo biasa main sendiri? Atau biasa diginiin sama orang?” Chris bertanya sambil menggerakkan jarinya maju mundur pelan-pelan.
“Nghh, b-biasa main sendirihhh ahh elo yang pertama kobelin gue ahh Chrishh!”
Chris tersenyum miring. Gerakan jarinya dia percepat, membuat klien cantiknya semakin menggelinjang.
Chris menambahkan jari manisnya ke dalam lubang Hyunjin, dia gerakkan dengan gerakan memutar. Setelah dirasa lubang Hyunjin sudah lebih longgar, Chris mendorong jarinya lebih dalam hingga menumbuk titik nikmat Hyunjin.
“Aaahhh! Gila ahhh! Enakhhh!”
Chris menggerakkan jarinya lebih cepat, menumbuk titik Hyunjin berkali-kali.
Menyadari fakta bahwa tattoo artist seksi ini sedang mengacak-acak lubangnya, libido Hyunjin yang tadinya sudah tinggi kini memuncak. Dia hampir sampai pada pelepasannya.
“Chrishh terus aahhhh lagiihhh!”
Chris terus menggempur titik Hyunjin dengan jarinya.
“Aaahhh! Anghhh! Ahhh!”
Hyunjin sudah orgasme. Cairan putih keluar dan mengalir dari kepala penisnya yang memerah. Dia gigit bibirnya, menatap Chris malu-malu.
“M-maaf,” ucapnya kemudian. Namun Chris justru tersenyum.
“No, it’s fine. Bonus juga buat gue ini,” katanya.
“Ih!” Hyunjin memukul lengan Hyunjin.
“Gue pengen ngewe sama lo, Hyun. Tapi bukan sekarang. Ga bisa di sini. Kapan-kapan gue boleh main ke rumah lo?”
Hyunjin mengangguk. “Boleh banget.”
Chris membersihkan sperma Hyunjin, lalu kembali menyalakan alat tatonya.
“Kita selesain dulu ini, ya, sayang?”
Sungguh, ketika Chris memanggilnya seperti itu, kupu-kupu di perut Hyunjin seketika bangun dan beterbangan dengan bebas. Dia hanya mengangguk malu-malu sebagai tanggapan dari ucapan Chris
.
Chris pun melukiskan tato terakhir, yaitu di sekitar lubang Hyunjin. Lubang itu masih sangat sensitif. Penis Hyunjin yang tadinya sudah mulai tertidur kini bangun kembali.
Hingga Chris menyelesaikan tato terakhir, Hyunjin sudah orgasme untuk kedua kalinya.
Ketiga tato telah selesai, Hyunjin pun terbaring lemas. Tak hanya karena sakitnya jarum tato yang menggores kulitnya, namun karena dirinya telah orgasme dua kali.
Chris memberikan treatment pasca penatoan. Setelah itu dia menjelaskan tentang bagaimana cara merawat kulit yang baru saja di tato kepada Hyunjin agar tidak menimbulkan iritasi.
“Hungg, jadi ga boleh kobelin lubang dulu, nih?” Hyunjin cemberut.
Chris tertawa lepas. Sungguh, Hyunjin ini begitu tak terduga.
“Tahan dulu nafsunya. Baru kalo kulitnya udah ga kemerahan, bebas mau kobelin lubang sepuasnya.”
Hyunjin mengangguk. Dia pun mengucapkan terima kasih kepada Chris, tak lupa untuk saling bertukar kontak.
Karena jujur saja, baik Chris maupun Hyunjin merasa tertarik terhadap satu sama lain. Entah bagaimana hubungan mereka nantinya di masa yang akan datang, yang penting sekarang keduanya ingin mendekatkan diri dengan satu sama lain.