tulisan mamat

Selama menonton, Chan tidak pernah mengira Hyunjin akan sehisteris ini.

Entah sadar atau tidak, si manis itu memeluk lengannya dan mencengkeram bajunya erat. Bahkan saking eratnya, dia sampai susah bergerak.

Namun dia biarkan saja, karena Hyunjin gemas.

Setelah film horor itu selesai, Hyunjin mengajak Chan menonton Cinderella untuk mengusir memori menyeramkan dari film horor itu. Ketika film kedua sudah selesai, Hyunjin tertidur pulas.

Dengan kepala berbaring di paha Chan, menyebunyikan wajahnya pada perut Chan, dengan kedua tangan mencengkeram erat jaket pria itu.

Chan menunduk untuk menatap Hyunjin yang sedang tertidur. Dia tersenyum, dia elus pelan rambut Hyunjin, tak ingin mengganggu tidur lelap si cantik.

“Le, Chan,” terdengar suara mama Hyunjin.

Chan menoleh. “Nggih, Buk?”

“Oh, pantes ndak ada suaranya. Anaknya tidur toh,” mama Hyunjin terkikik pelan.

Chan ikut tersenyum. “Iya, Buk. Udah dari tadi ketiduran. Pulas banget lagi.”

Mama Hyunjin mengamati mereka berdua sejenak. Kemudian beliau duduk di sebelah Chan.

“Le, tak ceritain.”

Chan mengalihkan perhatiannya pada beliau.

“Kemarin, Nak Hyunjin ketiduran di meja belajar pas lagi nugas. Akhir-akhir ini kegiatan dia di sekolah banyak, jadi di rumah gampang ketiduran. Pas Ibuk cek, ada buku jatuh di lantai. Kebetulan bukunya ngebuka. Kamu tau? Itu diary punya Nak Hyunjin, isinya kamu semua,” ujar mama Hyunjin.

Mata Chan membulat, mulutnya sedikit menganga.

“E-eh, nggih, Buk?”

“Iya, di halaman halaman terakhir isinya kamu semua. Dia nulis semua tentang kamu. Pengalaman dia, perasaan dia sama kamu. Udah keliatan jelas, dia suka sama kamu, Le,” beliau menatap dirinya dengan teduh, disertai dengan senyuman lembut.

“Nak Hyunjin belum pernah pacaran. Dulu beberapa kali dia deket sama orang, tapi belum pernah sekali aja jadian. Soalnya selalu gagal di tengah jalan, istilahnya dia kena PHP terus. Makanya itu, dia jadi agak judes sama orang yang keliatannya mau deketin dia,” beliau menambahkan.

'Oh, jadi karena itu..'

Tiba-tiba mama Hyunjin memegang tangan Chan.

“Tapi Ibuk lihat, Nak Hyunjin percaya sama kamu. Dia selama ini belum pernah sampe berani ngajak orang yang deket sama dia main ke rumah, bahkan sampe tidur kayak anak koala gini ke orang yang diajak ke rumah.”

Chan tersenyum canggung. Dia garuk tengkuknya. Rasanya campur aduk ketika calon mertua mengatakan hal itu empat mata dengan dirinya.

“Karena itu, Ibuk minta tolong boleh, kan?”

“E-eh, iya, Buk? Boleh, boleh tentu aja,”

Mama Hyunjin menatap putra semata wayang beliau.

“Tolong jagain dia, jangan kecewain dia, ya, Le? Ibuk titip Nak Hyunjin ke kamu.”


Malam sudah menunjukkan pukul 22.00. Kaki Chan mulai kram.

“Le, Hyunjinnya angkat aja ke kamar. Udah malem lho, kamu harus pulang,” ujar mama Hyunjin yang telah mengenakan baju tidur.

“Nggih, Buk. Kamarnya Hyunjin dimana, ya?”

“Di lantai dua, deket sama tangga, kok. Pintunya warna putih ada tempelan stiker kartun-kartun gitu pokoknya.”

Chan mengangguk sopan, kemudian berusaha sekuat tenaga untuk mengangkat badan Hyunjin dan menggendongnya tanpa membangunkan tidur lelap si cantik.

Sesampainya di kamar, Chan meletakkan Hyunjin di ranjang dan menyelimuti badan yang lebih muda dengan selimut hingga sebatas bahu.

Chan menatap meja belajar Hyunjin. Ada buku dengan tulisan 'Dear Diary' tergeletak di sana.

Ah, jadi itu diary yang dibicarakan mama Hyunjin.

Chan pun berbalik, dia usap dan kecup sekilas kening Hyunjin sebelum pergi.

Sleep tight, sayang. Tunggu Mas nanti bakal jadiin kamu milik Mas seutuhnya.”

Jantung Hyunjin berdebar kencang ketika Chan muncul dari dalam mobilnya. Dengan tergesa-gesa, dia berlari keluar rumah dan segera membuka gerbang.

“Mas Chan!” Serunya antusias.

Chan menatapnya, tersenyum. Hyunjin menunduk. Malu.

'Ih ganteng banget..'

'Kok bisa ada manusia secantik dia. Indah banget..'

“Hai, malam Adek cantik,” sapa Chan sambil sedikit mendekatkan wajahnya pada wajah Hyunjin.

“Umm jangan deket-deket! Dah ayo masuk,” balas Hyunjin kelimpungan sambil menarik lengan Chan untuk masuk ke rumahnya.

'Mas Chan mobilnya bagus banget.. pasti mahal..'

“Mama! Mas Chan udah sampe!” Seru Hyunjin.

“Iya! Ajak masuk!” Terdengar Mama Hyunjin menjawab dari jauh, sepertinya beliau ada di dapur.

Hyunjin pun mengajak Chan duduk di ruang TV. Chan menurut saja. Dia duduk pun duduk di sebelah Hyunjin.

Dengan jarak satu meter.

“Ih Mas deketan sini ah! Kayak lagi ngapain aja,” protes Hyunjin.

Chan terkekeh. Dia pun tersenyum miring, ide jahil muncul di otaknya.

Dengan cepat dia geser badannya hingga berdempetan dengan badan Hyunjin kemudian memeluk badan yang lebih muda layaknya guling. Mengakibatkan yang dipeluk erat seperti itu tersentak dan berteriak protes.

“Badan kamu enak dipeluk ternyata,”

Muka Hyunjin memerah. “Umm diem!”

Chan tertawa. Dia pun melepaskan pelukannya pada badan Hyunjin. Senyuman manis terpampang pada bibirnya ketika mengetahui wajah Hyunjin yang memerah.

“Hehe, btw ada apa nih kamu ngajak Mas ke rumah?”

Hyunjin menoleh ke arah Chan. Tangannya meraih lengan jaket Chan.

“Temenin nonton The Conjuring 3,”

Oh astaga, lihatlah mata bulat yang bersinar seperti mata anak anjing yang lucu itu.

“K-kamu belum nonton? U-um, maksudnya k-kamu nggak berani nonton sendiri, kah?”

Bibir Hyunjin mengerucut. “Temen-temen udah nonton tapi waktu itu aku lagi ada kegiatan jadi ndak bisa ikut nonton. Aku ndak berani nonton sendiri jadi um, mau nonton sama Mas.”

Kawan-kawan, hati Chan layaknya lilin yang meleleh sekarang.

Reflek, tangan Chan terulur untuk mengusak rambut Hyunjin.

“Hihihi, iya deh iya, Mas temenin.”

Chan dan Hyunjin telah sampai di sebuah cafe yang ternyata letaknya tak jauh dari sekolah Hyunjin. Kata Chan, kalau jauh-jauh kasihan Hyunjin, capek habis sekolah.

“Dek,” tiba-tiba Chan berucap.

Hyunjin menghentikan langkahnya, menoleh.

“Boleh, nggak?”

“Boleh apa, Mas?”

“Gandeng tangan kamu?”

Hyunjin langsung menunduk malu. Bibirnya dia gigit. Demi lontong balap, Hyunjin merutuki dirinya sendiri kenapa terlalu mudah salah tingkah seperti ini.

“Um, b-boleh,” jawab Hyunjin sangat lirih.

“Apa? Mas nggak denger,”

Tangan Hyunjin meremat celananya.

“Ummm boleh! Dah, denger, kan?!”

Chan tertawa, entah sudah ke berapa kalinya gara-gara tingkah lucu nan menggemaskan dari Hyunjin.

“Kamu lucu banget deh, nggak bohong,” ujarnya sambil mengaitkan jari-jarinya pada jari-jari Hyunjin.

Lembut, hangat, begitulah genggaman tangan Hyunjin terasa di tangannya. Dia tak bisa menahan senyumnya, begitu pula dengan dadanya yang berdebar-debar.


Keduanya sudah masuk ke dalam cafe. Mereka memesan menu, Chan mempersilahkan Hyunjin untuk memilih dulu. Setelah si cantik itu selesai, giliran dirinya yang memesan menu.

“Loh, Mas nggak minum?”

Chan tersenyum. “Kan udah ada minuman dari kamu tadi. Mending juga minum itu. Jauh lebih kerasa manisnya.”

Sial, sial, sial. Begitulah Hyunjin mengumpat di dalam hati. Chan hari ini kenapa, sih? Sepertinya sengaja mau membuatnya pingsan di tengah cafe yang cukup ramai pengunjung ini. Begitu pikir Hyunjin.

“Mas ih, mbaknya denger nanti,” cicit Hyunjin lirih.

“Ya biarin, dong. Semua orang harus tau kalo kamu manis. Tapi nggak boleh ada yang ambil.”

“Kok gitu?” Hyunjin mendongak.

Chan hanya tersenyum. Tanpa menjawab pertanyaan Hyunjin, dia menggandeng si cantik untuk duduk di meja yang telah mereka pesan sebelumnya.

Hyunjin menghela napas. Bibirnya sedikit dikerucutkan.

“Duduk dulu,” Chan berujar lagi.

Hyunjin menurut. Dia duduk di kursi, diikuti Chan yang duduk di hadapannya.

“Pinjem lagi tangannya.”

Lagi-lagi Hyunjin menurut, dia berikan tangan kanannya pada Chan. Chan pun meraih tangan Hyunjin, dia genggam dengan lembut.

“Dek Hyunjin. Mungkin kita masih belum lama kenal, ya kan? Kita kenal juga karena kamu mampir ke toko bapaknya Mas, bener-bener nggak terduga,” ucap lelaki itu diselingi tawa lembut yang entah kenapa membuat Hyujin merasakan sengatan-sengatan aneh pada tubuhnya.

But I gotta say this. Dari pertama kali Mas lihat kamu, mata Mas nggak bisa bohong. Cuma kamu yang Mas lihat. Yang lain lewat. Sejak itu pula, Mas nggak bisa pikirin hal lain selain kamu.”

“M-mas?” Hyunjin menatap Chan tidak percaya. Tangannya sedikit bergetar.

“Iya, Dek. Mas suka sama kamu. I don't know, bahkan mungkin udah cinta sama kamu. I feel like I wanna be with you all day. Bawaannya kangen mulu kalo lama nggak ketemu,” sahut Chan.

“H-hah..,” mulut Hyunjin menganga tidak percaya.

“Hehe. Cheesy, ya? Maaf, tapi itu beneran apa yang Mas rasain.”

Hyunjin menggigit bibirnya. Jari-jari kakinya bergerak-gerak gelisah dibalik sepatunya.

“I-ini.., Mas n-nggak lagi bercanda, kan..?”

Chan menggeleng. Dia mainkan jari-jari Hyunjin, kemudian dia bawa tangan Hyunjin untuk dia kecup.

“Apa aku kelihatan lagi bercanda?” Ujarnya sambil menatap lekat-lekat mata Hyunjin.

Dengan malu-malu Hyunjin tatap balik mata Chan. Tatapan lelaki itu sangat teduh, Hyunjin dapat menemukan ketenangan di sana. Juga keseriusan.

“Mas h-hiks aku nggak tau mau gimana..”

Nah loh, nangis kan.

“Nggak usah gimana-gimana. Kamu mau dengerin Mas ungkapin perasaan Mas aja, udah lebih dari cukup kok,” ujar Chan dengan lembut sembari mengusap pelan punggung tangan Hyunjin.

Hyunjin mengusap air matanya buru-buru menggunakan tangannya yang bebas, malu dilihat banyak orang kalau dirinya sedang menangis.

“Aku bakal kasih kamu waktu. Terserah, mau kasih jawaban atau enggak, it's all up to you and your heart. Nggak usah buru-buru ya, sayang? Pikirin baik-baik. Jangan merasa terpaksa atau terkekang. Hak kamu mau kasih aku jawaban atau enggak. Tapi aku bakal terus nunggu, because I really do have feeling for you,” Chan melanjutkan.

Kemudian makanan yang mereka pesan pun datang. Chan mengucapkan terima kasih kepada pelayan yang mengantarkan makanan mereka.

“Hihihi, dah, sini makan dulu. Yang tadi jangan dipikirin dulu.”

Pukul 2 siang, Hyunjin berjalan menuju gerbang sekolahnya dengan jantung berdebar-debar. Kantong kresek hitam di tangannya dia genggam erat, dia sembunyikan di belakang punggungnya.

Chan, ternyata lelaki itu sudah menunggu di depan. Dengan gantengnya duduk di atas motornya di bawah pohon mangga.

Dengan langkah yang gugup, Hyunjin menghampiri Chan.

“Mas Chan,” cicitnya.

Yang dipanggil pun menoleh. “Udah?”

Hyunjin mengangguk. Dengan begitu Chan mengulurkan tangannya, hendak memberikan helm Hyunjin kepada Hyunjin.

“Mas Chan,” namun Hyunjin memanggil Chan sekali lagi.

Kantong kresek di tangannya dia bawa ke depan, mengundang tatapan bingung dari Chan. Hyunjin pun mengeluarkan sebuah cup yang berisi es teh lemon. Kemudian dia berikan es teh lemon itu kepada Chan.

“Loh, apa ini?” Tanya Chan sembari menerima minuman itu.

“Hehe, buat Mas Chan,” jawab Hyunjin malu-malu.

Chan melihat sebuah tulisan 'To: Mas Chan Ganteng' pada cup plastik itu, ditulis dengan spidol permanen. Senyumnya mengembang. Menggemaskan, begitu pikirnya.

“Aku mau beliin minuman apa bingung, Mas, soalnya nggak tau Mas Chan sukanya apa sama takut kalo Mas Chan ada nggak suka sama minuman tertentu jadi aku beliin es teh lemon aja yang pasti banyak orang suka,” Hyunjin berujar dengan suara lirih.

Chan terkekeh. “Aku ganteng, nih?”

“Ih!” Hyunjin memukul lengan Chan. “I-iya ganteng..”

Kini Chan tertawa lembut. Gemas sekali dengan tingkah Hyunjin. Kemudian tangannya meraih tangan Hyunjin, dia raba dengan lembut jari-jari Hyunjin.

“Makasih, ya.”

Hyunjin menunduk, wajahnya semerah tomat sekarang. Mendadak dia merasa panas, dadanya bergemuruh kencang.

“Yuk pulang! Nggak ada mau kemana gitu, kan?” Ujar Chan.

Hyunjin segera menyambar helm miliknya, memakainya, dan segera naik ke jok motor, duduk di belakang Chan bahkan ketika lelaki itu belum siap-siap, mengakibatkan motor hampir oleng.

Chan pun menyalakan mesin motornya.

“Udah makan siang?” Tanyanya pada Hyunjin sembari menunggu jalan sepi, karena dia akan menyeberang.

“Tadi udah,” jawab Hyunjin.

“Tapi aku belom. Temenin aku makan, ya?”

Chan segera menjalankan motornya berlawanan arah dengan arah rumah Hyunjin. Tidak memberikan kesempatan bagi Hyunjin untuk menjawab.

Hyunjin mengecup tangan ibunya, berpamitan untuk berangkat ke sekolah bersama Chan. Ini adalah pertama kalinya dia berangkat ke sekolah bersama dengan orang lain selain keluarganya, terlebih ini adalah Chan, yang mana lelaki itu adalah gebetannya.

Sungguh hari yang spesial.

“Nggak pake jaket?” Tanya Chan pada Hyunjin, melihat lelaki manis itu tidak memakai jaket, padahal cuaca pagi itu terasa cukup dingin.

“Um, enggak. Ribet pake jaket,” jawab Hyunjin sambil memakai helmnya.

Chan hanya mengangguk mengiyakan. Dia pun naik ke jok motornya, diikuti Hyunjin yang sedikit kesusahan untuk naik ke belakang Chan, karena motor lelaki itu adalah Yamaha MT-09.

“Ih Mas kenapa pake motor ginian, sih?! Susah aku naiknya!” Si manis itu bersungut-sungut ketika pantatnya sudah berhasil mendarat pada jok motor milik Chan itu.

“Hehe, maaf ya, habisnya motor yang biasa udah dipake, jadi tinggal ini sama moge yang lebih gede dari ini di rumah. Ya udah, pake ini aja,” jawab Chan.

Sebenarnya ada satu motor matic di rumahnya, tapi Chan memang ingin ngeksis saja, mumpung jalan bareng gebetan. Begitu pikirnya.

“Udah siap?” Tanya Chan sebelum menjalankan motornya.

“H-huum.”

Chan pun mulai menjalankan motornya dengan kecepatan sedang. Sedangkan Hyunjin, anak itu sudah deg-degan tidak karuan. Pasalnya Chan dengan moge, jaket kulit, dan helm full face, serta cara lelaki itu mengendarai motornya, di mata Hyunjin terlihat amat sangat atraktif.

Terlebih dengan desain jok yang menyebabkan dada dan perutnya berjarak amat sangat dekat dengan punggung Chan. Jujur saja dia tidak tahu harus meletakkan tangannya di mana. Maka dari itu dia letakkan saja tangannya di atas pahanya, walaupun posisi seperti itu tidak nyaman baginya.

Setelah berjalan sejauh beberapa kilometer,

“Hsszzszsszs.... brrrrr..”

Chan merasakan sedikit getaran dari punggung belakangnya.

Chan pun memeriksa jam tangannya, pukul 6.20. Masih ada waktu cukup banyak untuk berhenti sebentar. Maka dari itu, Chan pun menepikan motornya, lalu berhenti.

“Eh, kenapa, Mas?” Tanya Hyunjin kebingungan.

Alih-alih menjawab, Chan melepas jaketnya. Kemudian dia berikan jaket itu pada Hyunjin.

“Salah siapa hayo nggak pake jaket tadi? Sekarang kedinginan, kan?”

Hyunjin menerima jaket Chan malu-malu. “Y-ya t-tadi ga begitu dingin, sih! Kan aku juga udah bilang kalo pake jaket ribet!”

“Mau dipake nggak, Adek, jaketnya?” Tanya Chan sekali lagi.

“U-um,”

“Udah pake aja, kasian kamu menggigil sampe kerasa di punggung Mas tadi.”

“T-tapi M-mas gimana nanti kalo d-dingin?”

“I'm good. Pake aja, Dek.”

Akhirnya Hyunjin memakai jaket kulit milik Chan. Sedikit canggung, jaket itu masih terasa asing di badannya. Wangi parfum maskulin dari jaket milik lelaki itu menguar, Hyunjin suka dengan baunya. Tidak terlalu menyengat seperti parfum milik ayahnya.

Kemudian keduanya melanjutkan perjalanan dengan tenang hingga sampai ke sekolah Hyunjin.


“Helmnya mau aku bawain? Biar kamu nggak ribet bawa helm ke kelas.”

“Um, b-boleh?”

Chan mengangguk. “Kan nanti pulang bakal aku jemput juga, jadi sekalian aku bawain helmnya.”

Hyunjin tersipu malu. Terlebih beberapa siswa-siswi di sekolahnya yang melihat ke arahnya.

“Um, y-ya udah, um, bawain ya Mas, hehe,” Hyunjin menyodorkan helm berwarna putihnya kepada Chan.

“Huum. Nanti pulang jam berapa?”

“Jam 2 kalo nggak ada kumpulan. Soalnya kadang kalo mau kumpulan ngabarinnya dadakan. Nanti kalo udah mau pulang aku kabarin deh, Mas.”

Chan mengangguk. “Oke sip, dah sana. Belajar yang bener ya Cantik, bye~”

Tanpa menjawab apa-apa, Hyunjin hanya mengangguk dan segera berlari menghilang dari hadapan Chan. Sedangkan Chan terkikik geli melihat tingkah lucu Hyunjin.

Anak itu gampang sekali salah tingkah, pikir Chan. Dan itu sangat menggemaskan.

Kemudian terlintas sesuatu di otak Chan. Mengingat tentang hubungannya dengan Hyunjin, Chan merasa dirinya harus meluruskan satu masalah sebelum dia melangkah lebih jauh dengan Hyunjin.

Chan pun mengendarai motornya keluar area sekolah Hyunjin. Dia menuju sebuah coffee shop. Sebenarnya Chan tidak yakin coffee shop itu sudah buka, tapi setahunya coffee shop itu memang buka lebih pagi daripada coffee shop pada umumnya.

Setelah sampai, ternyata coffee shop itu baru saja buka dan belum ada pelanggan yang berkunjung.

Setelah memarkirkan motornya, Chan pun memasuki coffee shop itu. Ya, coffee shop tempat Flora, mantannya, bekerja. Kebetulan, orang yang dia cari sedang berada di meja bar.

“Flo,” panggilnya sembari mendekati meja bar.

Wanita yang berusia satu tahun lebih muda darinya itu menoleh. “Chan. Mau ngopi?”

“Warm matcha latte satu, warm espresso satu. Dua-duanya cup grande.”

Flora mengetikkan pesanan Chan.

“Ada lagi?”

Chan menggeleng.

“Pesen dua satu buat siapa?”

“Nyokap.”

“Masih ngga suka minum kopi, ya?”

Chan terkekeh. “Nggak. Gue mah sukanya sama Hyunjin.”

Flora ikut terkekeh pelan.

Kemudian Chan mengambil ponselnya, lalu layarnya dia perlihatkan kepada Flora. “Flo, ini akun twitter lo?”

Flora menghela napas melihat layar ponsel Chan yang menampilkan sebuah profil akun twitter dengan username florange dan foto profil bunga berwarna oranye.

“Chan, gue beneran minta maaf. Waktu itu gue lagi PMS, makanya gue liat sesuatu yang ga sreg dikit aja di gue bakal langsung kesel. Ya lo tau sendiri lah gimana gue kalo lagi PMS. Dan ya, kebetulan waktu itu mutual gue ada yang interact sama tweetnya Hyunjin itu, jadi lewat di tl gue. Gue, ngerasa annoyed gitu liat kalian kek apa ya, being loud di tl. Jadi gue tanpa pikir panjang qrt aja tweetnya..”

Chan memperhatikan Flora dengan seksama, mencari kebohongan pada wanita itu.

“Trus kan temen lo nge qrt tweet gue yang salty itu, gue ga expect bakal rame. Gara-gara itu sampe sekarang gue udah ga main twitter lagi. Asli sih itu murni gara-gara gue yang bodoh. Beneran gue ga ada maksud lain, Chan. Gue waktu itu cuma kesel aja liat tl isinya orang pacaran gitu,” Flora menambahkan.

“Lagian kalo lo pikir gue cemburu sama kalian, buat apa, sih? Orang gue 3 bulan lagi bakal nikah.”

Kini Chan membulatkan matanya tidak percaya.

“Hah, asli lo?!”

Flora mengangguk sambil tertawa kecil. Wanita itu lalu memperlihatkan jari manisnya yang telah terlilit sebuah cincin pertunangan.

“Lucu kalo gue bohong, Chan.”

“Anjir kok lo ga kabar-kabar, sih?”

Flora terkekeh. “Emang berita tunangan gue cuma buat orang-orang terdekat aja. Maaf ya, tapi nanti kalo lo mau, lo boleh dateng ke nikahan gue. Jangan lupa bawa gandengan tapi.”

Chan tertawa. Agak miris. Karena mendadak dia teringat dengan hubungannya dengan Hyunjin yang masih menggantung.

“Ya, gampang deh.”

Tak lama kemudian minuman pesanan Chan datang. Setelah membayar dan menerima nota pesanan, Chan pun berpamitan untuk pulang.

Setidaknya dia lega, semua masalah yang menghalangi hubungannya dengan Hyunjin sudah selesai. Tinggal menunggu tanggal mainnya saja.

Hwang Hyunjin, seorang seniman muda yang masih berumur 21 tahun. Dia memiliki soft spot tersendiri untuk sebuah karya seni, terutama seni lukis. Hyunjin sendiri sudah memiliki studio lukisnya sendiri. Di studionya itulah dia selalu menyelenggarakan pameran karya lukisnya setiap hari Sabtu dan Minggu.

Tak peduli seberapa passionate seorang seniman, pasti pernah merasakan kejenuhan. Kerap kali Hyunjin akan merasa buntu dan tidak tahu harus melukis apa lagi. Karena hal itulah terkadang Hyunjin dilanda stress.

Seperti halnya saat ini, pemuda dengan rambut nyaris sebahu itu duduk di depan kanvas yang masih saja kosong sejak satu jam yang lalu. Kanvas itu harusnya nanti akan terisi dengan lukisan pesanan dari pelanggan Hyunjin, namun Hyunjin benar-benar tidak tahu harus memulai dari mana.

Memang deadline-nya masih lama, Hyunjin masih memiliki waktu lebih dari satu minggu untuk menyelesaikan lukisan pesanan itu. “Argh!” Hyunjin mengerang frustasi.

Dia rasa dia membutuhkan sebuah hiburan, dan mungkin sesuatu yang dapat membangkitkan inspirasinya. Pemuda itu pun meraih ponselnya untuk menghubungi teman dekatnya, Han Jisung.

“Ji, lo lagi di mana?”

“Di rumah aja. Ngapain?”

“Sibuk?”

“No, I’m doing nothing. Nonton aja sih.”

“Anter gue ke tempat tato langganan elo.”

Terdengar suara batuk dari seberang panggilan. Hyunjin berasumsi bahwa teman dekatnya itu sedang tersedak.

“Hah? Lo mau ngapain, Jin? Mau bikin tato?”

Hyunjin menghela napas. “Ya, gitu deh, Ji. Entah, tiba-tiba pengen bikin tato aja.”

“Oke oke. Gue anter. Tapi pastiin lo bener-bener mau dan ga bakal nyesel nanti sama tato yang lo bikin.”

“Iya, I know, Ji. Gue ke rumah lo ya, sekarang.”

Setelah mendapatkan persetujuan dari Jisung, Hyunjin memutus panggilan. Segera dia bereskan peralatan lukisnya, dia sambar tas dan kunci studio lukis miliknya, lalu keluar dari studio dan tak lupa mengunci pintunya.

Hari sudah menjelang malam, namun tak masalah. Justru malam hari adalah waktu di mana Hyunjin merasa lebih hidup. Kemudian Hyunjin pun memutuskan untuk langsung menuju rumah Jisung.


Hyunjin dan Jisung telah sampai di tattoo shop langganan Jisung. Toko itu didominasi dengan warna hitam, dengan lampu LED berwarna merah membentuk tulisan ‘Mr. CB97’ di atas jendela toko.

“Ini tempatnya?” Tanya Hyunjin.

Jisung mengangguk.

“Yang biasa ngetato cowok apa cewek? Masih muda atau udah tua? Ramah ga? Serem ga?” Tanya Hyunjin lagi bertubi-tubi.

Jisung menatap Hyunjin datar. “Cowok, masih muda, ramah tapi auranya rada dingin. Kata gue orangnya ganteng.”

Hyunjin tak bisa menahan senyumnya.

“Iya gue tau lo suka cowok seksi. Dah sana masuk. Tar bilang aja, ‘bang mau tato’ gitu di bar. Gue tinggal, ya? Tar kalo udah telpon aja, nanti gue jemput.”

Hyunjin mengangguk riang, tak lupa mengucapkan terima kasih kepada Jisung. Sepeninggalnya Jisung, Hyunjin pun menghampiri pintu tattoo shop itu. Terdapat tulisan ‘push’ pada pintu, sehingga tanpa berpikir panjang Hyunjin mendorong pintu itu.

Suasana di dalam toko masih sama, didominasi warna hitam dengan berbagai macam model tato yang dipajang pada dinding. Sebuah meja bar terpampang tepat di depan jendela, dengan seorang pria bertato—tentu saja—menjaga meja bar itu.

Hyunjin pun menghampiri meja bar.

“Um, bang?”

Pria itu mendongak. “Changbin. Panggil aja Changbin.”

“Oh, iya Changbin. Um, mau tato,”

Tanpa mengatakan apa-apa, Changbin mengambil sebuah buku catatan kecil.

“Oke. Nama?”

“Hyunjin.”

“Mau tato jenis letter, naturalis, abstrak, mandala, simplified, atau kombinasi?”

“Hah? Bedanya gimana?”

Changbin mengambil sebuah buku album, dia tunjukkan berbagai model tato yang terdapat pada album tersebut kepada Hyunjin.

“Kalo letter ya biasa, tulisan aja. Kalo naturalis kayak gini. Bentuknya sama kayak objek asli tanpa dimodifikasi. Kalo abstrak ya abstrak, kalo mandala kayak gini, simplified ngikut gaya tattoo artist-nya, biasanya banyak dimodifikasi. Nanti lo tinggal request ke tattoo artist-nya mau gini gini dan sebagainya. Kalo kombinasi bisa gabungan dari dua jenis atau lebih,” Changbin menjelaskan.

“Um, mau kombinasi deh.”

Changbin mengangguk. Dia tuliskan pada buku catatan tentang pesanan tato dari Hyunjin.

“BnW atau pake warna?”

“BnW aja.”

Changbin kembali menuliskan permintaan Hyunjin. Setelah selesai, pria itu menyobek lembaran dari buku catatan dan memberikannya kepada Hyunjin.

“Ini. Nama tattoo artist-nya Chris. Lo tunggu dulu, kalo udah dipanggil lo masuk ke studio sambil bawa lembaran itu. Ntar kasih lembarannya ke Chris, selanjutnya ikutin aja arahan dari dia.”

Hyunjin menerima lembaran itu, melayangkan senyuman ramah.


Sekitar sepuluh menit Hyunjin menunggu di waiting room, akhirnya namanya dipanggil. Segera dia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pintu studio yang dibuka oleh seorang pria. Pria itu menunggu dirinya di depan pintu.

“Silahkan masuk,” ucap pria itu.

Hyunjin masuk ke dalam studio yang—lagi-lagi—didominasi oleh warna hitam itu. Chris, sang tattoo artist pun menutup pintu dan berjalan menuju meja di mana dia meletakkan alat-alat tatonya.

“Hyunjin ya, umur berapa?” Chris berbasa-basi.

“Baru 21 kemaren Maret. Lo Chris?”

Chris terkekeh. “Kan udah jelas. Semestinya Changbin udah kasih tahu nama gue ke elo.”

Hyunjin tersenyum kikuk.

“Anyway gue 24 tahun. Ga jauh juga ya dari lo, Hyunjin,” Chris berujar lagi.

“Uhum,” balas Hyunjin singkat.

“Kerja atau kuliah? Kalo kerja, kerja apa, Hyun?”

“Seniman. Biasa ngelukis gitu.”

“Biasa open commis atau ready?”

“Dua-duanya sih, kadang gelar pameran juga.”

Chris mengangguk. Pria itu telah selesai menyiapkan peralatannya. Kemudian dia beralih untuk menghadap Hyunjin. Tangannya menengadah.

“Kertas pesanannya?”

Hyunjin segera memberikan lembaran yang diberikan oleh Changbin tadi kepada Chris. Pria itu membaca sekilas isi lembaran itu, lalu meletakkannya di meja.

“Kombinasi, BnW. Mau kombinasi apa sama apa?”

Hyunjin memandangi Chris dari atas hingga bawah. Awalnya dia belum punya rencana di bagian tubuh mana dia akan menaruh tatonya, tapi setelah melihat penampilan dan pembawaan tattoo artist seksi itu, Hyunjin kini telah membuat keputusan.

“Simplified and letter.”

Chris mengangguk. “Oke, sebelum request lebih detail. Mau tato di mana?”

Hyunjin menggigit bibirnya perlahan. Napasnya sedikit memberat.

“Um, gue mau tato di selangkangan.”

Chris yang awalnya sibuk mengisi ulang tinta itu kini menatap Hyunjin tidak percaya. Mulut pria seksi itu sedikit terbuka.

Dan Hyunjin tak bisa melepaskan pandangannya dari tindik berbentuk cincin yang melingkar di bibir bawah pria itu.

“Are you sure?”

Hyunjin mengangguk. “Kenapa? That isn’t allowed here?

Chris menggelengkan kepalanya perlahan. “Boleh, tentu boleh. Maaf, agak kaget aja. Baru lo klien di sini yang minta ditato di tempat privat kayak gitu,” jawab Chris sambil terkekeh canggung.

“Ya udah, gue jadi yang pertama,” sahut Hyunjin.

Chris mengangguk. Kemudian dia mempersilahkan Hyunjin untuk berbaring pada tempat yang telah disediakan. Chris pun menarik kursi tempat dirinya biasa mengerjakan tato pada kulit kliennya.

“Oke, kita sekarang bahas detailnya. Lo mau tato yang kayak gimana, di mana tepatnya, terus tulisan apa?”

“Um, some kinda like milky way yang isinya bulan sama bintang kecil di sekitar lubang pantat, kitten paws masing-masing dua di selangkangan kanan kiri, sama tulisan ‘kiss me here’ di perut bawah sejajar pinggul, pake font terserah lo yang penting font gemes.”

Chris memperhatikan penjelasan Hyunjin sambil menatap intens kliennya yang berparas cantik itu. Tanpa sadar dia menjilat bibirnya.

Dan Hyunjin memergoki dirinya. Pria cantik itu menatapnya penuh arti.

“Can you, Chris? Can you?”

Sialan, suara Hyunjin kini terdengar begitu sensual. Suara lembut itu mengalun indah melewati gendang telinganya.

Merasa tak mau kalah, Chris memasang senyuman miring.

“Sure. I can do everything.”

Hyunjin tersenyum puas.

Well, lepas celana lo sekarang,” Chris memerintah. Hyunjin menurut, segera dia tanggalkan celana denim longgar juga pantie berwarna putih yang dia kenakan. Benar, Hyunjin memang senang memakai pantie.

Chris menatap Hyunjin. “Lo pake pantie?”

“Uhum, gue submissive, Chris. And I like men. Tapi sayangnya sampe sekarang gue masih lajang.”

Wow, informasi tersebut membuat Chris hampir kalang kabut.

Well, okay, lo udah shaving, kan?”

“Udah. Kemaren baru aja gue shaving.”

“Oke. Gue bersihin dulu, um, selangkangan lo. Open you legs.”

Hyunjin mengikuti perintah Chris. Dia buka kakinya lebar-lebar, sedikit terlalu lebar jika hanya untuk dibersihkan selangkangannya.

Chris mengambil lap basah dan meneteskan beberapa tetes cairan pembersih pada lap itu. Kemudian dia usapkan perlahan pada selangkangan polos Hyunjin.

“Nghh,” lenguhan lembut lolos melewati bibir Hyunjin.

Chris tersenyum miring, dia tatap mata Hyunjin yang berubah menjadi sayu itu.

“Hyunjin?”

“Uhh, sorry, Chris. Dingin soalnya, rasanya nyess gitu,” jawab Hyunjin, suaranya semakin terdengar sensual.

“Ga papa. That’s, that’s hot. Gue suka,” balas Chris sembari melanjutkan kegiatannya membersihkan selangkangan Hyunjin.

Setelah selesai, Chris menyisihkan lap itu. Dia pun mengenakan sarung tangannya, kemudian mulai mengambil alat tatonya yang sudah siap digunakan.

“Ini bakal sakit, Hyun. Terlebih gue ngetato di tempat lo yang sensitif. Kalo terlalu sakit bilang, ya? Nanti gue break bentar.”

Hyunjin mengangguk.

Jarum dari alat tato mulai menggores kulitnya. Chris mentato perut bawahnya terlebih dahulu. Hyunjin memejamkan matanya. Saat ini masih belum terlalu terasa sakit.

Untuk mengalihkan rasa sakit, Chris biasa mengajak kliennya bercengkerama. Seperti saat ini, dirinya tengah bercengkerama dengan Hyunjin tentang apa pun, mereka saling berbagi cerita. Tak terasa, satu tato bertuliskan ‘kiss me here’ telah selesai terlukis. Chris pun beralih untuk melukis kitten paws pada selangkangan kanan dan kiri Hyunjin.

“Umhh,” Hyunjin tidak bisa menahan desahannya ketika Chris tidak sengaja menyentuh buah zakarnya.

Chris tertawa kecil. “Kok tegang?”

“Ya elo sentuh sentuh, sihhh!” Sahut Hyunjin.

“Kan mau gue tato, sayang,”

Hyunjin menggigit bibirnya, malu-malu karena dipanggil seperti itu oleh Chris.

“Tapi asli sih, lo cantik,” ucap Chris sambil mulai menggoreskan tinta pada selangkangan Hyunjin.

“Asshhh,” desis Hyunjin.

“Sakit atau enak?”

“Unghh dua-duanya,”

Chris tersenyum miring. Mungkin hari ini adalah salah satu hari terbaik yang pernah terjadi dalam hidupnya. Kali ini Chris lebih banyak diam, dia menikmati desahan dan desisan pelan yang beberapa kali keluar dari mulut Hyunjin.

“Aahh!” Hyunjin mendesah semakin kencang ketika jarum tato Chris semakin mendekat ke buah zakarnya.

“Sial Hyunjin, gue sekarang ikut tegang, nih,” celetuk Chris.

Tato kedua telah selesai. Chris tertawa kecil melihat penis Hyunjin yang mungil itu kini menegang sempurna. Bahkan cairan precum sudah membasahi ujung penis itu.

“Chris, uhh gatel,” Hyunjin menggerak-gerakkan tangannya gelisah, berusahan meraih tangan Chris.

Chris pun menggenggam tangan Hyunjin, memijit perlahan jemari lentik itu.

“Apanya sayang, yang gatel?”

Hyunjin menatap mata Chris. “Lubang gue, nghh, tiba-tiba pengen dikobelin.”

Chris menjilat bibirnya. Dia matikan sejenak alat tatonya, lalu dia letakkan di meja. Ibu jarinya dia jilat, kemudian dia usap lubang Hyunjin menggunakan ibu jari itu.

“Ehh! Chris lo ngapain?!”

“Katanya pengen dikobelin?”

Muka Hyunjin memerah. “Uhhh, i-iya t-tapi umhh shit enakhh..”

“Lo seksi banget, Hyunjin. Gue jadi sange lihat elo,” ucap Chris. Hyunjin tidak menjawab, dia menikmati permainan jari sang tattoo artist.

Chris memasukkan jari tengahnya ke dalam lubang Hyunjin secara perlahan.

“Aaaahh! Shithhh!” Desah Hyunjin kencang.

“Lo biasa main sendiri? Atau biasa diginiin sama orang?” Chris bertanya sambil menggerakkan jarinya maju mundur pelan-pelan.

“Nghh, b-biasa main sendirihhh ahh elo yang pertama kobelin gue ahh Chrishh!”

Chris tersenyum miring. Gerakan jarinya dia percepat, membuat klien cantiknya semakin menggelinjang.

Chris menambahkan jari manisnya ke dalam lubang Hyunjin, dia gerakkan dengan gerakan memutar. Setelah dirasa lubang Hyunjin sudah lebih longgar, Chris mendorong jarinya lebih dalam hingga menumbuk titik nikmat Hyunjin.

“Aaahhh! Gila ahhh! Enakhhh!”

Chris menggerakkan jarinya lebih cepat, menumbuk titik Hyunjin berkali-kali.

Menyadari fakta bahwa tattoo artist seksi ini sedang mengacak-acak lubangnya, libido Hyunjin yang tadinya sudah tinggi kini memuncak. Dia hampir sampai pada pelepasannya.

“Chrishh terus aahhhh lagiihhh!”

Chris terus menggempur titik Hyunjin dengan jarinya. “Aaahhh! Anghhh! Ahhh!”

Hyunjin sudah orgasme. Cairan putih keluar dan mengalir dari kepala penisnya yang memerah. Dia gigit bibirnya, menatap Chris malu-malu.

“M-maaf,” ucapnya kemudian. Namun Chris justru tersenyum.

No, it’s fine. Bonus juga buat gue ini,” katanya.

“Ih!” Hyunjin memukul lengan Hyunjin.

“Gue pengen ngewe sama lo, Hyun. Tapi bukan sekarang. Ga bisa di sini. Kapan-kapan gue boleh main ke rumah lo?”

Hyunjin mengangguk. “Boleh banget.”

Chris membersihkan sperma Hyunjin, lalu kembali menyalakan alat tatonya.

“Kita selesain dulu ini, ya, sayang?”

Sungguh, ketika Chris memanggilnya seperti itu, kupu-kupu di perut Hyunjin seketika bangun dan beterbangan dengan bebas. Dia hanya mengangguk malu-malu sebagai tanggapan dari ucapan Chris . Chris pun melukiskan tato terakhir, yaitu di sekitar lubang Hyunjin. Lubang itu masih sangat sensitif. Penis Hyunjin yang tadinya sudah mulai tertidur kini bangun kembali.

Hingga Chris menyelesaikan tato terakhir, Hyunjin sudah orgasme untuk kedua kalinya.

Ketiga tato telah selesai, Hyunjin pun terbaring lemas. Tak hanya karena sakitnya jarum tato yang menggores kulitnya, namun karena dirinya telah orgasme dua kali.

Chris memberikan treatment pasca penatoan. Setelah itu dia menjelaskan tentang bagaimana cara merawat kulit yang baru saja di tato kepada Hyunjin agar tidak menimbulkan iritasi.

“Hungg, jadi ga boleh kobelin lubang dulu, nih?” Hyunjin cemberut.

Chris tertawa lepas. Sungguh, Hyunjin ini begitu tak terduga.

“Tahan dulu nafsunya. Baru kalo kulitnya udah ga kemerahan, bebas mau kobelin lubang sepuasnya.”

Hyunjin mengangguk. Dia pun mengucapkan terima kasih kepada Chris, tak lupa untuk saling bertukar kontak.

Karena jujur saja, baik Chris maupun Hyunjin merasa tertarik terhadap satu sama lain. Entah bagaimana hubungan mereka nantinya di masa yang akan datang, yang penting sekarang keduanya ingin mendekatkan diri dengan satu sama lain.

Upacara pernikahan Sammie dengan Pangeran Hyacinthus IV berjalan dengan mulus tanpa hambatan. Kedua pihak kerajaan bersuka cita dengan peristiwa itu. Kemudian di hari selanjutnya, pesta perayaan pernikahan sekaligus terintegrasinya kedua kerajaan pun mulai digelar.

Sammie berdampingan dengan Pangeran Hyacinthus IV menyambut tamu undangan malam hari itu. Hingga kemudian seorang pria tak asing muncul sebagai tamu undangan. Pria itu datang sendirian tanpa pasangan.

Tuan Christopher sang penarik pajak yang disegani adalah pria itu. Tuan Christopher menyalami Pangeran Hyacinthus IV dan memberikan ucapan selamat.

Selanjutnya, pria itu beralih kepada Sammie. Lantas jantung Sammie berdetak begitu kencang. Ini adalah pertama kali dirinya bertatapan dengan Tuan Christopher sedekat ini.

Kedua tangan itu kini bertautan, menjabat tangan satu sama lain. Telapak tangan Tuan Christopher yang sedikit kasar itu bersentuhan dengan telapak tangan Sammie.

“Selamat atas pernikahanmu, Pangeran Sam,” ucap Tuan Christopher.

Tak ada yang mengetahui selain Tuhan dan Sammie sendiri bahwa bulu kuduk Sammie tengah meremang. Badannya pun sedikit memanas.

“Uh, t-terima kasih banyak, Tuan Christopher.”

Tautan tangan itu terlepas bersamaan dengan Tuan Christopher yang melayangkan senyuman kepada Sammie. Oh, apa itu tadi? Senyuman itu terlihat seperti seringaian?


Setelah semua tamu undangan hadir pada malam itu, kedua kerajaan mengadakan jamuan. Sammie bersama dengan Pangeran Hyacinthus IV duduk di meja makan khusus para pejabat kerajaan.

Tuan Christopher sebagai ketua petugas pajak adalah salah satu pejabat tinggi kerajaan, sehingga pria itu berada dalam satu meja dengan kedua pangeran kerajaan yang baru saja menikah. Entah sengaja atau tidak, Tuan Christopher duduk pada kursi yang tepat berhadapan dengan Sammie.

Kemudian tiba-tiba Pangeran Hyacinthus IV berpamitan sebentar karena dipanggil oleh Raja Hyacinthus. Kini Sammie sendirian, tanpa didampingi oleh suaminya.

Jamuan makan malam pun dimulai. Para pejabat di meja itu asyik bercengkerama, sekali-kali memberi selamat atas pernikahan Sammie dengan sang pangeran. Ditengah jamuan itu, tak jarang Sammie mencuri pandang kepada Tuan Christopher. Hingga kemudian Tuan Christopher sadar sedang diperhatikan, sehingga pria itu turut menatap Sammie yang sedang memperhatikannya.

Alih-alih memutus kontak mata, Sammie justru tersenyum tipis tanpa memutus kontak matanya dengan Tuan Christopher. Ada seringaian tipis pada bibir Tuan Christopher. Kemudian senyum di bibir Sammie luntur, tergantikan dengan matanya yang menatap Tuan Christopher lekat-lekat. Tuan Christopher mengangkat alisnya.

Keduanya seolah berbicara dengan mata. Entah, hanya mereka berdua yang paham artinya.

Tatapan Tuan Christopher semakin dalam dan lekat. Hal itu mampu membuat napas Sammie memberat. Kakinya bergerak-gerak gelisah. Sammie menunduk. Celana yang dia kenakan terasa semakin sesak.

Ketika matanya kembali bertemu dengan Tuan Christopher, mulut pria itu bergerak mengucapkan kalimat,

“Let’s go to your bedroom.”

Sammie beranjak dari tempat duduknya. Dia berpamitan kepada para tamu jamuan itu untuk ke kamar mandi. Tak lama setelah Sammie beranjak, Tuan Christopher juga beranjak.

“Saya pergi lebih dulu, Tuan-tuan. Ada urusan penting yang harus saya kerjakan. Nikmati makan malam Anda sekalian,” pamitnya.

Pria itu merapikan pakaiannya sambil melangkahkan kakinya mengikuti arah Sammie pergi. Sammie sengaja membawa Tuan Christopher ke kamarnya melewati jalan rahasia karena keadaan istana saat itu sedang begitu ramai.

Ketika sampai di lorong sepi, Tuan Christopher menyejajarkan posisinya dengan Sammie. Tanpa aba-aba pria itu melingkarkan lengan kekarnya di sekitar pinggang Sammie, membuat pangeran cantik itu sedikit tersentak. Kemudian Tuan Christopher mendorong badan Sammie hingga menabrak dinding, lalu mengukungnya. Sammie melenguh karena aksi yang dilakukan oleh pria yang selalu menjadi objek fantasi seksualnya itu.

“Tuan, not yet. Kita belum sampai kamarku,” ucap Sammie dengan nada sensual.

“Pangeran cantik, sudah berapa lama kau mengagumiku, hm?”

Sammie tersenyum malu sambil menggigit bibirnya. “Sudah lama, Tuanku. Aku selalu memikirkanmu setiap malam. Aku ingin merasakanmu. Anda tidak tahu seberapa senang diriku saat ini karena keinginanku akan terpenuhi.”

Tuan Christopher mengecup bibir manis Sammie sekilas. Dia tatap lekat-lekat mata cantik dengan manik bertabur bintang itu.

“Did I said I’m gonna fuck you?” Bisiknya pada telinga Sammie.

“Unghh, then please fuck me, Sir” lenguh Sammie.


Di kamar Sammie lah kini dua insan itu berada. Sammie terbaring pasrah di atas ranjangnya, hanya mengenakan pakaian atas, sedangkan pakaian bawahnya sudah dilucuti. Kedua tangannya berada di atas kepalanya, terikat sebuah pita.

Sedangkan Christopher, pria itu telah menanggalkan seluruh pakaiannya. Dia berjongkok, tepat berhadapan dengan selangkangan terpampang jelas karena kedua kaki pangeran cantik itu yang terbuka lebar.

What a slut you are, Prince Sammie. Selama hidupku, aku belum pernah menemui seorang pangeran yang bertingkah begitu binal sepertimu. Terlebih kau sudah memiliki suami sekarang. Namun kau tetap memilih untuk membiarkanku mengeksplorasi dirimu bahkan sebelum suamimu sendiri melakukan itu.”

Semua kalimat Christopher hanya membuat birahi Sammie semakin meningkat.

“Unghh.. saya hanya ingin Anda, Tuanhh.. sudah lama saya ingin Anda menyetubuhi saya nghh,” lenguh Sammie.

Bahkan Christopher belum menyentuhnya sama sekali, namun dirinya sudah mengeluarkan desahan seperti itu.

“Kau sudah sangat terangsang,” ucap Christopher.

Petugas pajak itu pun meludahi lubang Sammie. Badan Sammie menggelinjang ketika merasakan sesuatu yang basah pada lubangnya.

“Bagaimana bisa kau menunjukkan kelamin dan lubangmu kepada orang selain suamimu, such a dirty whore,” Christopher berujar sembari membalurkan ludahnya pada lubang Sammie.

“Aaaahhh Tuanhh…”

“Dan kau menyukai ini.”

“Uhhh! Yeshh ahh I like this very much..”

Christopher menarik tangannya kembali. Hal itu menyebabkan Sammie mendesah kecewa.

“Katakan padaku, Pangeran Sammie. Apa yang kau inginkan sekarang?”

Sammie menatap Christopher dengan mata berair sambil menggigit bibirnya. “S-setubuhi saya, Tuan. Saya mohon setubuhi saya sekarang juga, saya sudah tidak bisa menahannya lagi mmhh..”

Christopher menyeringai, dia berjalan dan berhenti di dekat kepala Sammie.

“Hadaplah kemari,” ucapnya.

Sammie menurut, dia membalikkan badannya. Wajahnya bersemu merah ketika ternyata penis tegak milik Christopher kini berada tepat di depan wajahnya.

“Kau ingin ini, bukan? Kau selalu menginginkan penisku, Pangeran?”

Sammie mengangguk malu-malu.

“Aku akan membebaskan tanganmu, setelah itu pegang dan rasakan penisku,” ucap Christopher sembari melepaskan ikatan pada pergelangan tangan Sammie.

Kini tangan Sammie telah bebas. Seperti yang diperintahkan oleh Christopher, Sammie meraih penis besar milik Christopher. Sungguh Sammie menyukai penis tuannya. Ukurannya sempurna, juga keras dan tegak dengan sempurna.

Sammie mengelus perlahan penis itu, dan memijitnya pelan-pelan. Lenguhan berat keluar dari mulut Christopher. Sammie suka itu. Sammie tergila-gila dengan desahan berat dari tuannya.

“Can I lick it, Sir?” Sammie mendongak untuk menatap Christopher.

Namun Christopher menarik pinggulnya mundur, menyebabkan genggaman tangan Sammie pada penisnya terlepas.

“Tidak sekarang. Kita tak punya banyak waktu. So, I gotta fuck you now.”

Christopher kembali ke posisinya semula. Dia menarik kaki Sammie dengan kasar lalu membukanya lebar-lebar, membuat Sammie memekik. Dia meludahi lubang Sammie sekali lagi. Pun dia membalurkan ludahnya pada penisnya sebagai pelumas. Kemudian dia gesekkan penisnya pada lubang Sammie.

“Aaaahh Sirhh it’s so good umhhh..”

Sammie sudah begitu terangsang. Akal sehatnya sudah berkelana entah ke mana. Yang sekarang ada dalam otaknya hanyalah Tuan Christophernya.

Penis besar itu masuk secara perlahan ke dalam lubangnya. Ini, inilah hal yang selama ini dia damba-dambakan. Dia mendapatkannya saat ini.

“Ahh fuck, it’s so tight,”

Sammie sudah gila. Ucapan kotor dari Tuan Christophernya membuat badannya terasa sangat ringan.

“I’m fucking you even before your husband do this to you.”

Sammie memejamkan matanya. Air matanya mengalir merasakan nikmat yang luar biasa. Mulutnya tak berhenti mendesahkan nama Christopher dengan kotor.

Kini Christopher menggerakkan pinggulnya. Demi apa pun, bagaimana pria ini bisa memuaskan Sammie dengan begitu mudahnya? Bahkan Sammie tak mampu lagi berkata apa-apa, karena nikmat tiada tara yang dia rasakan saat ini.

Christopher mempercepat gerakannya. Dia mendorong pinggulnya semakin dalam.

“Aahh! Sirhh that’s mmhh my s-spothh ahhh!”

Mengetahui dirinya sudah menemukan titik nikmat sang pangeran, Christopher pun menghujam titik itu bertubi-tubi.

“Aaahh! Ahh! Nghhh aahhh!” Sammie menggila. Sprei ranjangnya dia cengkeram kuat-kuat.

“Ahh shh shit,” desis Christopher seiring dengan semakin liar pinggulnya bergerak.

“Tuanhhh ahh saya mohonhh ahhh!”

Christopher bergerak semakin liar.

“Mmhhh.. katakan, Pangeran. Katakan keinginanmu.”

“Anghhh nghh s-saya ahhh Tuanhh keluarkan benih Anda di dalam s-saya Tuanhhh aaaahhh!”

Sammie sudah mencapai klimaksnya terlebih dahulu. Namun itu tak membuat Christopher mengurangi kecepatan hentakannya. Justu pria itu bergerak semakin menggila.

Arghh fuckhh I’m coming!

Sesuai dengan permintaan Sammie, Christopher mengeluarkan spermanya di dalam lubang milik Sammie.

Persetan dengan segalanya, mereka berdua hanya memikirkan tentang surga duniawi yang mereka ciptakan sendiri malam itu.

Negeri Gladiolus, sebuah negeri yang tentram, terkenal dengan minimnya konflik dan alam yang indah. Dua kerajaan utama yang memerintah pada Negeri Gladiolus, yaitu Kerajaan Hydrangea dan Kerajaan Hyacinth.

Raja Hortensius memerintah Kerajaan Hydrangea, Raja Hyacinthus III memerintah Kerajaan Hyacinth. Keduanya hidup berdampingan dengan damai, membagi kekuasaan secara adil, dan memerintah sesuai dengan wilayah kekuasaan masing-masing.

Selain itu, Negeri Gladiolus terkenal menjadi negeri yang sangat ramah terhadap kaum LGBTQ+. Jika ada rakyat yang melanggar hak asasi setiap kaum, hukuman sangat berat akan dijatuhkan kepada mereka.

Raja Hortensius memiliki seorang putra mahkota. Tidak seperti putra mahkota pada umumnya yang biasanya memiliki badan kekar maskulin dan beraura dominan, putra mahkota Kerajan Hydrangea memiliki hal yang sangat berlawanan dari itu semua. Dia berwajah cantik, berbadan langsing gemulai, dan ‘lemah’ dalam mendominasi. Nama putra mahkota itu adalah Sam Hwang Hortensius Jr., yang biasa dipanggil Pangeran Sammie.

Namun sifat Sammie yang kurang mampu dalam menjadi dominan itu membuat Raja Hortensius sedikit khawatir. Beliau ingat dengan ucapan dari sebuah ramalan, apabila sang raja memaksakan Sammie agar menjadi penerus tahta, maka Kerajaan Hortensius akan menjadi kacau karena ketidaktegasan hukum dari pemerintah.

Maka setelah melakukan banyak konsultasi, rapat, dan diskusi, akhirnya Raja Hortensius dan Raja Hyacinthus dari Kerajaan Hyacinth sepakat untuk mengintegrasikan kedua kerajaan dengan cara menikahkan putra mahkota Kerajaan Hydrangea, Sammie, dan putra mahkota Kerajaan Hyacinth, Hyacinthus IV.

Semua persiapan pernikahan keduanya telah direncanakan dengan matang, hari pernikahan juga telah diatur. Upacara pernikahan akan digelar satu minggu, sedangkan pesta perayaannya akan digelar satu hari setelah upacara pernikahan, dan nantinya akan diselenggarakan selama kurang lebih satu minggu.


Malam itu adalah malam sebelum upacara pernikahan putra mahkota Kerajaan Hydrangea dan putra mahkota Kerajaan Hyacinth diselenggarakan.

Sammie telah menyelesaikan beberapa ritual sebelum pernikahan yang biasa dilaksanakan semalam sebelum upacara diselenggarakan. Pangeran yang berumur 21 tahun itu duduk di ranjang mewahnya, termenung sambil menatap langit malam itu yang terlihat dari jendela besar kamar tidurnya.

Malam itu menjadi malam terakhir dirinya tidur seorang diri. Setelah ini dirinya akan ditemani oleh orang lain dalam setiap tidur malamnya.

Ada satu hal yang selalu Sammie sembunyikan dari semua orang. Pemuda cantik itu beranjak dari ranjangnya dan melangkahkan kedua kaki jenjangnya pada sebuah laci.

“It’s gonna be my last time using these things, maybe?”

Sammie mengambil kotak dari dalam laci itu, lalu membukanya. Kotak itu terisi penuh dengan berbagai macam sex toys. Ya, itulah hal yang Sammie sembunyikan dari semua orang.

Sammie adalah orang yang tergila-gila dengan fantasi seksual. Dia memiliki birahi yang membara. Maka ketika dirinya terangsang, dia akan menggunakan mainan-mainan itu untuk memuaskan dirinya. Tentu saja karena statusnya adalah putra mahkota, maka dirinya tidak bisa melakukan hubungan seksual dengan siapa pun selain dengan suaminya kelak.

Sebuah dildo bening dan sebotol cairan pelumas dia ambil, lalu diletakkannya pada ranjang. Pakaian tidur mahalnya dia tanggalkan satu persatu hingga tubuh moleknya kini tak terlapisi dengan apa pun. Sammie suka telanjang.

Sammie menyentuh tubuhnya sendiri dengan sentuhan lembut. Lenguhan lemah lolos dari bibir tebalnya. Tangannya mengusap dadanya, melenguh sensual ketika jemarinya menyentuh puting kerasnya.

“Uhh..”

Matanya terpejam, menikmati bagaimana jemarinya memainkan putingnya sendiri. Otaknya bekerja keras membayangkan pria lainlah yang melakukan ini padanya.

Kini tangannya merambat turun menuju selangkangannya. “Ahh!” Pangeran cantik itu mendesah indah ketika telapak tangannya bergesekan dengan penisnya yang sudah menegang.

Sammie sudah pernah bertemu dengan Pangeran Hyacinthus IV tentu saja. Pangeran itu tampan, berbadan kekar, namun bukan pangeran itu—yang mana adalah calon suaminya—yang sedang dia bayangkan saat ini.

Seorang pria penduduk Kerajaan Hyacinth bernama Christopher Bahng, pria itu bekerja sebagai petugas penarik pajak. Sammie sering bertemu dengan pria itu entah secara tak sengaja maupun sengaja, seperti dalam pertemuan dua kerajaan yang diselenggarakan setiap tiga bulan.

Tuan Christopher, para rakyat memanggil pria itu. Christopher yang tampan, gagah, memiliki garis wajah dan tatapan yang tajam serta aura dominan yang pekat. Sammie tergila-gila dengan pria itu. Meski mereka tidak pernah bercengkerama panjang lebar, namun keduanya sering kali menatap mata satu sama lain.

Dan ketika Tuan Christopher menatapnya dengan tatapan tajam itu, Sammie merasa dirinya seolah terhipnotis. Birahinya langsung meningkat, bahkan terkadang Sammie tidak mampu menahannya hingga dia harus melarikan diri ke kamar dan segera memuaskan dirinya sendiri.

“Mmhh..”

Lubangnya berkedut, dia basahi dengan cairan pelumas. Bibir tebal itu dia gigit, napasnya memburu. Birahinya sudah sangat tinggi saat ini. Petugas pajak bernama Tuan Christopher itu kini memenuhi otak Sammie. Tangan dengan urat menonjol itu Sammie bayangkan sedang bergerilya di lubangnya.

“Anghh.. mmhh.. I want ahh I want Sir Christopher to fingers me uhh..”

Jari tengah dan jari manisnya bergerak keluar masuk lubangnya sendiri. Desahannya semakin menjadi-jadi ketika dirinya sudah dekat dengan puncaknya.

“Aahh! Mmhhh ahh! S-sir ahh!”

Sammie telah sampai pada puncaknya.

Namun pangeran cantik itu belum puas. Sebuah dildo bening dia gesekkan pada lubangnya. Walaupun Sammie belum pernah melihat seperti apa penis milik Tuan Christopher, namun Sammie membayangkan dildo yang sekarang dia gunakan adalah penis milik Tuan Christopher.

“Unghh aahh!” Dildo itu telah masuk ke dalam lubang Sammie.

Napas Sammie makin tersenggal-senggal ketika dildo itu dia gerakkan perlahan.

“Ssshh.. I want uhh Sir Christopher’s cock umhh..”

Dildo itu dia dorong semakin ke dalam hingga ujung dildo menumbuk titik dekat prostatnya. Sammie mendesah semakin keras. Pinggulnya terangkat, air mata mengalir dari mata cantiknya, tidak tahan dengan sensasi nikmat yang dia rasakan.

“Ahh! Sir Christopher is fucking me right nowhh uhh!”

Sammie menggerakkan dildo itu semakin cepat.

“Ahh! Ahh! He’s pounding deep inside me aahh!”

Sammie tumbukkan ujung dildo itu pada titik surgawinya berkali-kali.

“Aaaaahh!”

Sammie keluar lagi, kali ini begitu cepat.

Hyunjin biasanya mengisi bensin setiap dua hari sekali. Pom bensin langganannya masih belum juga menyediakan pertamax. Oleh karena itu, Hyunjin terpaksa mengisi bensin di pom mini Toko HM karena kebetulan satu arah dengan arah-arah sekolahnya.

Hm, terpaksa? Benarkah begitu?


Sudah beberapa hari Hyunjin selalu mengisi bensin di Toko HM sepulang sekolah. Dan mas-mas ganteng itulah yang selalu mengisikan bensinnya.

Karena Hyunjin sudah menjadi pelanggan, dia dan mas-mas itu jadi sering ngobrol. Dari situlah Hyunjin ketahui nama mas-mas itu adalah Chan, umurnya empat tahun lebih tua dari dirinya.

“Mas mas, diskon lah Mas, udah pelanggan, nih.”

Bahkan Hyunjin sudah berani meminta diskon.

Chan hanya terkekeh. “Kalo mau diskon ya boleh, tapi aku minta nomor hp sampean dulu.”

“Eh?!”

Chan langsung tertawa. Dia pun menutup tangki bensin motor Hyunjin sekalian menurunkan dan mengunci joknya.

“Bercanda, Dek.”

Hyunjin mendengus sebal. “Ya udah, berapa?”

“Sampean mau minta nomor hp ku?” Chan menaikkan alisnya, berniat menjahili Hyunjin.

“Bensinnya! Berapa harganya?!”

Lagi-lagi Chan tertawa. “Hahahaha, 25 ribu, Dek.”

Hyunjin segera memberikan Chan uang lalu pergi dari situ dengan wajah bersemu merah.

Sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak pada Chan. Anak laki-laki cantik itu menjalankan motornya dan berhenti di depan tokonya.

“Mas, bensin,” ujar laki-laki itu.

Chan segera bangkit dari tempat duduknya dan menghampiri laki-laki itu.

“Iya, Dek. Pertamax pertalite?” sahut Chan, memasang senyuman ramah.

“Pertamax, Mas. Penuh ya,” jawab si cantik.

Tuhan, ternyata suara anak itu sangat lembut. Chan semakin meleyot saja rasanya. Apalagi jika di lihat dari dekat begini, wah, semakin cantik. Mana wangi, lagi.

Chan pun mengisi tangki bensin motor anak itu hingga penuh. Dia terkekeh kecil.

“Kok bensinnya hampir kering gini, sih, Dek? Udah nggak kamu isi berapa hari?”

“Eh? Iya tah, Mas? Baru dua hari, kok. Aku setiap hari pp ke sekolah, jaraknya jauh. Jadi ya gitu, hehe,” anak itu nyengir.

Chan hanya mengangguk sambil tetap memasang senyum gantengnya.

“25 ribu, Dek,” ujarnya kemudian setelah menutup tangki bensin motor si cantik.

“Ini, Mas,” jawab si cantik sambil menyodorkan pecahan uang 20 ribu dan 5 ribu.

“Makasih, ya, Dek... Hyunjin.”

“E-eh? Kok tau namaku?”

Chan menatap dada si cantik. “Itu, ada name tagnya.”

Si cantik yang ternyata adalah Hyunjin itu hanya nyengir malu.

“O-oh hehe, iya juga, y-ya udah, duluan ya, Mas,” si cantik pun segera memacu motornya pergi dari hadapan Chan.